Di era digital seperti saat ini, informasi sangat mudah didapatkan, sehingga kadang kita sulit membedakan apakah informasi yang kita terima adalah informasi benar atau hoax.
Beberapa waktu yang lalu, aku sempat membuat kulwap (kuliah WhatsApp) PRS TALK, kulwap kali ini dilakukan bersama dengan kulwap yang diadakan di grup LDHS dan Autoimmune Warrior, semuanya adalah grup WA bagi penyintas autoimun dan menerapkan program Lima Dasar Hidup Sehat yang dikampanyekan Marisza Cordoba Foundation (Smile with ITP) bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Kulwap ini dilaksanakan bersamaan di lebih dari 6 WA group (termasuk 1 grup PRS dan 1 grup PRS Talk).
Berikut adalah ringkasan KULWAP PRS TALK yang dilaksanakan pada tanggal 17 Januari 2017.
MENGENAL HOAX DI BIDANG KESEHATAN
dr. Widya Eka Nugraha
(dokter umum, konselor genetik)
RS Medika Dramaga
Hoax di bidang apapun punya beberapa ciri-ciri: lebay, anti-mainstream, penuh ancaman, dan ujung-ujungnya komersial. Di Indonesia, hoax bisa mendatangkan 600 sampai 700 juta rupiah per tahun, sedangkan di luar negeri, angkanya bisa mencapai 200.000 dollar Amerika.
Hoax adalah pemberitaan palsu yang sengaja dibuat dan disebarkan untuk menyamarkan kebenaran. Hoax berasal dari kata hocus yang dalam Bahasa Yunani merupakan kata kerja bermakna mencurangi atau memaksakan.
Kata hocus juga kita kenal lewat mantera hocus pocus, yang dengan mantera ini seorang pesulap mengelabui penontonnya. Di era digital, banyak bermunculan pesulap-pesulap media yang mengelabui netizen dengan hoax-nya. Apalagi di bidang kesehatan, seseorang bisa meninggal akibat henti jantung gara-gara minum herbal tertentu padahal gagal ginjal kronik.
Lalu bagaimana mengenalinya?
Ada dua unsur yang harus dinilai dalam menimbang apakah sebuah artikel merupakan hoax atau bukan. Yang pertama adalah isi, yang kedua adalah sumber. Dengan menilai kedua unsur tersebut secara sistematis, kita dapat mengetahui apakah suatu artikel merupakan hoax atau expert opinion.
ISI
Artikel hoax cenderung menggunakan gaya bahasa hiperbolis, emosional, menggebu-gebu, dan persuasif. Pendapat yang digunakan umumnya anti-mainstream. Bukan berarti suatu artikel hoax bertentangan dengan logika, justru sebaliknya, kebanyakan hoax amat masuk akal bagi orang-orang yang menggunakannya secara parsial.
Kesesuaiannya dengan logika parsial inilah yang menjadikan hoax dipercaya oleh banyak orang. Tetapi, karena yang digunakan adalah logika parsial, maka logika ini menjadi tidak konsisten ketika berhadapan dengan logika atau hukum alam lainnya.
Contohnya sebagai berikut: seorang Ibu memiliki anak. Anaknya ini mengalami autism spectrum disorder setelah divaksin MMR. Lantas, si Ibu membuat artikel yang menyebutkan bahwa vaksin MMR menyebabkan autism.
Sekilas terlihat logis bukan? Habis divaksin MMR kemudian autism. Pastilah vaksin MMR penyebabnya!
Tetapi, sayangnya logika yang digunakan hanya bersifat parsial. Bagaimana dengan anak yang diberi permen kemudian menjadi autism, apakah permen menyebabkan autism? Apakah suatu kejadian X yang mendahului fenomena Y pasti merupakan suatu hubungan sebab-akibat alias kausalitas?
Untuk mengetahui apakah vaksin MMR menyebabkan autism, kita harus membuktikannya lewat uji statistika.
Sebagai gambaran, anak-anak yang mendapatkan vaksin MMR diperiksa, berapa banyak di antara mereka yang mengalami autism. Demikian juga sebaliknya, anak-anak yang mengalami autism ditelusuri kembali, apakah mereka mendapatkan vaksin MMR atau tidak.
Jika kita mendapatkan gambaran bahwa sebagian besar anak-anak yang mendapatkan vaksin MMR tidak mengalami autism dan sebagian besar anak-anak yang mengalami autism tidak mendapatkan vaksin MMR, tentu sekilas kita dapat menyimpulkan bahwa vaksin MMR dan autism tidak berhubungan.
Pada prakteknya, statistika menggunakan perhitungan yang jauh lebih rumit daripada ilustrasi di atas.
SUMBER
Artikel hoax dapat dipastikan memiliki masalah di sumber. Masalah tersebut bisa berupa: sumber yang tidak bisa dilacak, sumber yang tidak kredibel, atau opini ahli yang diputar-balikkan.
Banyak artikel hoax yang mencantumkan nama tokoh tertentu di dalamnya. Misalnya, pernah beredar hoax berikut:
__________________________________________________
Bypass jantung?
Kolesterol? Darah tinggi?
Sekarang tidak perlu operasi jantung lagi!
Tolong diteruskan kepada kolega atau teman--teman anda. Mudah membuatnya sendiri. Berguna melebarkan pembuluh darah vena jantung:
1 gelas sari lemon
1 gelas sari jahe
1 gelas sari bawang putih
1 gelas sari cuka apel
Penyempitan pembuluh vena akan terbuka lagi. Teruskan kepada yang membutuhkan.
Salam,
Prof. Dr. S. Vikineswary.
Biotech Division Institute Biological Sciences
University of Malaya.
__________________________________________________
Pertama-tama harus kita lacak dahulu apakah Prof. Viki ini merupakan tokoh yang benar-benar nyata atau tidak. Kalau dia benar-benar nyata, kita harus pastikan apakah dia betul-betul bekerja sesuai artikel di divisi bioteknologi University of Malaya dan bukannya Universitas lain. Yang terakhir, kita harus pastikan juga apakah bidang keilmuannya cukup kredibel untuk membahas ilmu kedokteran. Kalau beliau ternyata adalah seorang Profesor di bidang kelautan, tentu menjadi tidak kredibel lagi bicara soal kedokteran.
Jika memang si Prof adalah seorang pakar di bidang kedokteran, maka artikel tersebut tergolong dalam expert opinion alias pendapat ahli. Kita harus tanyakan kepada beliau apakah si Prof pernah menyampaikan hal yang demikian. Jika tidak, itu namanya hoax.
Sah-sah saja bila kita ingin mengambil pendapat ahli. Tetapi, apabila pendapat ahli ini tidak ditunjang oleh data dari penelitian lain, maka sebaiknya jangan diambil.
KESIMPULAN
Jika kita ingin mengetahui apakah suatu artikel hoax atau bukan, amati isinya lalu cermati sumbernya. Isi yang menggunakan gaya bahasa hiperbolis dan logika parsial sangat mungkin merupakan suatu hoax. Sumber yang tidak bisa dilacak, tidak kredibel, atau diputar-balikkan tergolong sebagai suatu hoax.
Lalu apa yang harus kita lakukan?
Jangan pernah menyebarkan berita hoax. Jika anda menerima kabar hoax, telusuri kebenarannya dengan cara menghubungi sumbernya. Jika anda tidak tahu cara menghubungi narasumbernya, tanyakan pendapat ahli yang anda kenal lewat jalur pribadi.
Jangan bertanya di grup. Apalagi dengan narasi : cuma share dari grup sebelah. Gak tahu juga sih, kebenarannya ya... Itu menandakan anda malas dan tidak bertanggung-jawab.
Sebagaimana sebuah nasihat yang sangat bijak:
“Jika datang kepadamu suatu kabar yang tidak kamu ketahui kebenarannya, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum sehingga kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.
Semoga bermanfaat.
TANYA-JAWAB
Q : Selamat malam.. Saya ingin bertanya: bagaimana bila ada artikel yg dinilai tdk evidence based on medicine, apa disebut hoax juga?
A : Tergantung sumbernya. Kalau sumbernya bisa dilacak dan diverifikasi, maka kita menyebutnya opini pribadi. Kalau si pribadi yang beropini meruoakan pakar di bidang pada artikel tersebut, maka kita menyebutnya opini ahli, dan keduanya bukan hoax.
Tapi kalau sumbernya tidak bisa dilacak dan diverifikasi, maka itu tergolong hoax.
Q : Selamat malam dr. Widya dan mom wyn, perkenalkan saya mom deninda dari smrg mau bertanya. Sekarang ini banyak sekali BC ttg kesehatan yang notabene seringnya berita tidak benar. Tetapi kalau dari youtube itu bagaimana kebenaran beritanya ya. Misalkan ada yg share dr link youtube manfaat jeruk nipis utk kolesterol dll, ada juga yg share link youtube ttg kalau kebanyakan makan ikan lele itu jadi racun dan bla bla. Kl dr BC msh bisa dikenali itu hoax atau tdk. Tetapi kl dr link youtube bgm kebenaran berita tsb. Trmksh sebelumnya
A : Pada prinsipnya sama. Kalau dia tidak menyertakan sumber (hanya narasi suara yang tidak menyebutkan siapa nama si pemilik suara) maka itu adalah hoax. Kalau dia menyertakan sumber, kita menyebutnya opini pribadi. Kalau si pribadi yang beropini adalah pakar di bidangnya, kita menyebutnya opini ahli.
Contoh opini pribadi: video kesehatan Erikar Lebang.
Contoh opini ahli: video wawancara dengan dr. Aman Pulungan Sp.A.
Lantas bagaimana kalau ternyata opini pribadi tersebut bersumber dari suatu hoax? Kita tetap menyebutnya sebagai opini pribadi. Namun bolehlah kita meng-counter opini pribadi tersebut dengan argumen yang lebih kuat dan berbasis-bukti (evidence-based).
Ini namanya adab demokrasi. 😊
Q : Cara cepat dan jitu ngenali berita hoax atau kabar yg sudah diedit tidak sesuai fakta itu bgmn?
selain dr sumber dan yg disebutkan diatas.
Misalnya ttg politik
Terima kasiih
A : Kita tidak sedang membahas tentang politik. Counter-hoax kesehatan dan politik itu beda. Kesehatan madzhabnya sudah jelas ilmu kedokteran modern. Kecuali anda mau belajar tentang thibbun nabawi, Chinese medicine, homeopathy, dll, maka itu semua tidak diakui sebagai bagian dari evidence-based. Kalau politik, apakah anda seorang demokrat, republik, komunis, semuanya diakui sebagai madzhab politik yang setimbang.
Nah, kalau untuk kesehatan, cara paling cepat dan jitu adalah menggunakan prinsip berikut:
Jangan percaya berita apapun, kecuali sumbernya resmi.
Jauh lebih mudah memilih berita yang benar daripada menyeleksi berita yang salah.
Q : Saya ada pertanyaan sehubungan dengan jawaban pertanyaan ke3.. disebutkan jangan percaya berita apapun kecuali sumbernya resmi. Yang saya tanyakan adalah
1. Contoh sumber resmi
2. Adakah media(website/institusi) yang bisa dijadikan tempat cross check yg terpercaya.
Terimakasih sebelumnya
A : Contoh sumber resmi: ikatan dokter anak indonesia, cdc, who, dan sejenisnya. Mitos = takhayul. Tidak boleh diikuti.
Q: Unt pertanyaan no 3. Bgaimana bila sumber itu datangnya dr mitos kta orang tua?
A : Maka ini dinamakan local wisdom. Local wisdom ini bisa berupa pengamatan empiris (berdasarkan pengalaman) atau superstition alias takhayul. Local wisdom yang berupa pengamatan empiris masih boleh kita gunakan, contohnya jamu tradisional. Sementara takhayul, tentu saja harus kita tinggalkan.
Contoh takhayul: gak boleh menjahit pas lagi hamil, nanti anaknya sumbing.
Q : Makasih ya mom wyn...
Iya pingin tahu kalau pengalaman ortu semisal kalau bayi belekan suruh ngasih asi...itu termasuk hoax apa bukan ya dok.
Makasih
A : Ini contoh wisdom. Tapi karena dari sumber resmi IDAI menganjurkan untuk ditinggalkan, maka sebaiknya ditinggalkan.
Q : Makasih mom...
Seringkali ada berita tentang manfaat tanaman apa untuk penyakit apa, nah berita seperti itu cara mengetahui apakah benar atau hanya hoax bagaimana ya...
A : 1. Perhatikan apakah terdapat gaya bahasa yang hiperbolis, lebay, dan persuasif. Kalau ada, kemungkinan besar hoax.
2. Apakah sumbernya bisa dilacak? Atau hanya berakhir di situ saja?
3. Kalau sumbernya bisa dilacak, apakah narasumber seseorang yang kompeten di bidangnya?
Ini sistematika paling ringkas untuk mendeteksi hoax. Biasanya sudah berakhir di langkah 1.
Q : Hoax bidang kesehatan yg sering kita temui di medsos bisa dilaporkan secara hukum juga ga? Kadang merasa miris saat ketemu hal yang udah dipercaya bahkan di pake banyak orang ternyata hoax aja
A : Wah, usulan menarik! Sampai saat ini saya belum menemukan kasus demikian. Coba bayangkan, kasus sangkal putung yang 'malpraktek'nya banyak banget aja belum ada yang masuk ranah hukum. Apalagi hoax? Kemungkinannya kecil...
Q: Tadi dokter menulis bahwa ada opini pribadi dan opini ahli. Ketika ada opini ahli kesehatan yg sangat terpercaya secara personalnya. Apakah opini tersebut bisa dipercaya sepenuhnya ataukah harus di kroscek seperti berita berita lainnya?
Dan kalau kita percaya dan menyebarkannya, apakah kita termasuk menyebarkan hoax karena mungkin opini ahli tsb belum tercover di media media rujukan resminya?
A : Nah, ini bahasan tingkat lanjut. Kita buat studi kasus saja ya?
Ada ahli X bilang A. Ada ahli Y bilang B. A dan B saling bertentangan sehingga tidak mungkin kedua-duanya benar. Apa yang harus kita lakukan?
Jawabnya: Ikuti kesepakatan lembaga tempat berkumpulnya para ahli. Kalau ternyata mereka lebih condong ke B, ya kita ikuti B. Demikian juga sebaliknya.
Ini contoh kasus yang ekstrim. Biasanya perselisihan pendapat para ahli tidak sampai setajam itu.
Tanggapan dari peserta lain : Menambahkan info untuk masalah lapor melapor berita hoax. Sekarang sudah ada Indonesia Turn Back Hoax di FB tp saya blm tau itu resmi atau tidak. Kalau tidak salah disana kita bisa melapor berita hoax dan biasanya mereka mencari klarifikasi fakta. Tp masih bersifat umum sih. Barangkali bisa membantu.
Q : Kalau pengobatan dengan titik refleksi /pijat refleksi itu sebetulnya hoax/ atau memang ada evidence based on medicine?
A : Pertanyaan bagus! (Dan bikin mumet narasumber)
Ada bagian-bagian tertentu dari pijat refleksi yang secara evidence-based dapat diaplikasikan dalam situasi klinis tertentu. Artinya, ada bagian yang EBM, ada yang tidak.
Contoh yang EBM: pijat refleksi untuk myalgia.
Contoh yang tidak: pijat refleksi untuk menyembuhkan stroke.
Menyebarkan opini ahli, walaupun salah, tidak termasuk menyebarkan hoax. Tapi, kalau kita tahu di kemudian hari bahwa pendapatnya salah, maka sudah menjadi tanggung-jawab kita untuk membagikan hal yang benar.
Kalau belum ada rujukan resminya, ya sebaiknya jangan disebar dulu. 😁
Q : Misal begini Dok, kan kalau di bidang science ada itu riset. Nah, bisa nggak kalau riset sang ahli ini belum dipublikasikan dan di tes secara kelembagaan tp sang ahli tsb sudah menyebar infonya, ataupun ada seseorang yg sudah menyebarkan infonya? Atau tidak pernah ya terjadi kasus seperti itu? Karena jujur rasanya semakin banyak yg mengklaim hasil riset padahal entah sesuai SOP atau tidak.
A : Ilmuwan yang sudah melakukan riset tapi belum publikasi, tidak boleh menjadi rujukan kita dalam mengambil keputusan terkait kesehatan.
Q : Yang saya tau kan ada terapi avasin ya kalau tidak salah. Metode nya mirip akupuntur tapi pakai alat seperti kayu dan terapis nya dokter avasin. apakah itu juga termasuk EBM?
A : Menentukan EBM atau tidak tergantung kasus per kasus. Kalau ada dokter yang melakukan itu, ya berarti dia sebagai terapis, bukan sebagai dokter.
Semoga bermanfaat dan silakan share seluasnya ☺