Tampilkan postingan dengan label sindrom. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sindrom. Tampilkan semua postingan

Selasa, 21 Februari 2017

STICKLER SYNDROME


Stickler Syndrome, kamu pasti belum pernah dengar jenis sindrom ini (sok tahu saja eike hahahahahahahaha).
Stickler itu adalah yang lengket dan bisa menempel di tembok, kertas, kulkas, dll.
Eeeeh....... Itu sih stickeeeerrr hahahahaha.

Just kidding koq.
Stickler Syndrome adalah salah satu jenis sindrom yang sering terasosiasi dengan Pierre Robin Sequence, bahkan stickler syndrome adalah yang paling sering terasosiasi dengan PRS, inilah sebabnya ketika aku tahu Kirana terdiagnosa PRS dan aku mulai mendapatkan informasi lebih banyak soal PRS, saat itu aku juga mulai mengenal stickler syndrome.
Dan kali ini, aku akan mencoba menuliskan sedikit informasi tentang stickler syndrome.

Stickler Syndrome adalah...........

Stickler syndrome is a group of hereditary conditions characterized by a distinctive facial appearance, eye abnormalities, hearing loss, and joint problems. (Sumber : GHR)
Sindrom Stickler adalah sekelompok kondisi turun-temurun yang ditandai dengan tampilan wajah yang khas, abnormalitas mata, gangguan pendengaran dan masalah pada persendian.

Stickler syndrome is a genetic disorder that can cause serious vision, hearing and joint problems. Also known as hereditary progressive arthro-ophthalmopathy, Stickler syndrome is usually diagnosed during infancy or childhood. (Sumber : Mayo Clinic)
Stickler syndrome adalah kelainan genetik yang bisa menyebabkan masalah  serius pada penglihatan, pendengaran, dan persendian.

Stickler syndrome refers to a group of disorders of connective tissue. (Sumber : NORD)
Stickler Syndrome merujuk pada sekelompok kelainan pada jaringan ikat.
Prevalensi Stickler Syndrome diperkirakan 1 : 7.500 - 9.000 kelahiran, dan tipe 1 adalah yang paling sering terjadi.

Ada 5 tipe Stickler Syndrome, yaitu :
  • Stickler syndrome type 1
  • Stickler syndrome type 2
  • Stickler syndrome type 3
  • Stickler syndrome type 4
  • Stickler syndrome type 5


Stickler syndrome type 1, diperkirakan sekitar 70% kasus yang dilaporkan adalah tipe 1, dan tampil dengan variasi gejala yang luas, mempengaruhi mata, tampilan wajah, langit mulut, dan sistem musculoskeletal. Muncul karena mutasi gen COL2A1 pada kromosom 12q13.11.


A characteristic feature of Stickler syndrome is a somewhat flattened facial appearance. This appearance results from underdeveloped bones in the middle of the face, including the cheekbones and the bridge of the nose. A particular group of physical features called Pierre Robin sequence is also common in people with Stickler syndrome. Pierre Robin sequence includes an opening in the roof of the mouth (a cleft palate), a tongue that is placed further back than normal (glossoptosis), and a small lower jaw (micrognathia). This combination of features can lead to feeding problems and difficulty breathing. (Sumber : GHR)
Karakter yang menjadi ciri khas dari Stickler Syndrome adalah tampilan wajah yang terlihat datar. Penampilan tersebut merupakan hasil dari kurang berkembangnya tulang di bagian tengah wajah, termasuk tulang pipi dan pangkal hidung. Ciri khas Pierre Robin Sequence juga sering tampak pada Stickler Syndrome.

Gejala Stickler Syndrome (Sumber : Mayo Clinic)

The signs and symptoms of Stickler syndrome — and the severity of those signs and symptoms — can vary widely from person to person.
Tanda dan gejala dari Stickler Syndrome (dan juga tingkat keparahannya) bisa sangat bervariasi

Eye problems. In addition to severe nearsightedness, children who have Stickler syndrome often experience cataracts, glaucoma and retinal detachments.
Masalah di mata. Rabun jauh berat (myopia), katarak, glaukoma, dan pelepasan retina.

Hearing difficulties. The extent of hearing loss varies among people who have Stickler syndrome. It usually affects the ability to hear high frequencies.
Kesulitan mendengar. Gangguan pendengaran bervariasi di antara penyintas stickler syndrome. Biasanya mempengaruhi kemampuan mendengar frekuensi tinggi.

Bone and joint abnormalities. Children who have Stickler syndrome often have overly flexible joints and are more likely to develop abnormal curvatures of the spine, such as scoliosis. Osteoarthritis can begin in adolescence.
Abnormalitas tulang dan sendi. Anak dengan stickler syndrome biasanya memiliki sendi yang terlalu lentur (fleksibel) dan lebih mungkin mengembangkan lengkungan abnormal pada tulang belakang, seperti skoliosis. Osteoarthritis bisa mulai muncul di usia remaja.

Regular follow-up visits, as well as yearly visits to doctors specializing in eye disorders, are crucial to monitor any progression of symptoms. Early treatment can help prevent life-altering complications. Hearing should be checked every six months in children through age 5 and then yearly thereafter.
Kunjungan rutin seperti kunjungan tahunan ke dokter spesialis mata sangat penting untuk memonitor setiap perkembangan dari gejala.
Penanganan dini dapat membantu mencegah life-altering complications
Pendengaran harus diperiksa setiap 6 bulan sekali hingga anak berusia 5 tahun dan diperiksa setahun sekali setelah usia 5 tahun.

Pola pewarisan

Untuk tipe 1-3 diwariskan dengan pola autosomal dominan, di mana 1 salinan gen saja sudah cukup untuk menyebabkan kelainan ini. Pada sebagian kasus kelainan ini diwariskan dari 1 saja orangtua yang terkena, dan pada kasus lainnya bisa juga merupakan mutasi baru.
Tipe 3-6 diwariskan dengan pola autosomal resesif, di mana kedua orangtua merupakan carrier.

Penanganan
Standar perawatan dan terapi yang diberikan disesuaikan dengan kondisi-kondisi yang ada pada pasien.
Anak dengan Stickler Syndrome perlu dipantau oleh tim dokter.

Kamis, 09 Februari 2017

MICRODELETION SYNDROME




Apa yang ada di benakmu saat mendengar kelainan/penyakit genetik?
Mungkin tak jauh dari anggapan sebagai penyakit keturunan, bahwa ada salah satu dari ayah atau ibu yang menurunkannya kepada anak.
Padahal ternyata tidak demikian, kelainan/penyakit genetik tidak selalu diturunkan dari generasi sebelumnya dan tidak selalu diturunkan ke generasi setelahnya.

Bicara tentang genetika sebenarnya sangat menarik, kita akan tahu bahwa tubuh kita begitu luar biasa, Allah menciptakan makhluk hidup dengan sangat menakjubkan, namun sekaligus sangat membingungkan dan rumit, ada banyak sekali kelainan genetik yang bisa terjadi dengan atau tanpa kita sadari.

Kali ini aku ingin bercerita tentang microdeletion syndrome, karena Kirana diduga mengalami hal ini, meski hingga tulisan ini dibuat, kami masih belum bisa mengetahui sindrom apa itu.
Namun sebelumnya kita sedikit berkenalan dulu dengan kromosom dan gen.


Gen berasal dari bahasa Belanda, adalah unit pewarisan sifat bagi organisme hidup. Bentuk fisiknya adalah urutan DNA yang menyandi suatu protein, polipeptida, atau seuntai RNA yang memiliki fungsi bagi organisme yang memilikinya. (Sumber : Wikipedia)

Kromosom adalah struktur dalam inti sel yang terdiri dari DNA yang terikat dengan histon dan protein lain (sumber : kamus kesehatan)
Kromosom adalah unit genetik yang terdapat dalam setiap inti sel pada semua makhluk hidup, kromosom berbentuk deret panjang molekul yang disusun oleh DNA dan protein-protein. (Sumber : softilmu)

Kirana memiliki cukup banyak masalah kesehatan, namun sayangnya diagnosa sindromnya masih belum kami ketahui.
Sebelumnya Kirana sudah pernah melakukan tes kromosom sederhana, dan hasilnya negatif, namun hal ini tidak lantas membuat Kirana 'terbebas' dari kemungkinan adanya kelainan genetik di tubuhnya.
Suatu hari, ketika konsul di poli anak, aku sekalian curcol soal Kirana yang belum diketahui sindromnya padahal kelainan di tubuhnya cukup banyak, dan aku sangat ingin mengetahui diagnosa sindrom pada diri Kirana agar bisa melakukan manajemen penyakit dengan lebih baik, lalu akhirnya Kirana kembali dirujuk untuk melakukan konsul genetik, dan ketika kami kembali melakukan konseling, dokter berkata,"Saya sih menduga Kirana ini mengalami microdeletion syndrome, tapi yang mana, saya juga belum tahu.", dan akhirnya Kirana dijadikan sample untuk ikut riset uji coba tes microarray, sehingga kami tidak perlu mengeluarkan biaya untuk tes ini, yang jika kami harus bayar, nilainya sekitar Rp. 9.000.000,- , bukan nilai kecil bagi kami.

Apa sih microdeletion syndrome itu?
"Microdeletion syndrome is a syndrome caused by a chromosomal deletion smaller than 5 million base pairs (5 Mb) spanning several genes that is too small to be detected by conventional cytogenetic methods or high resolution karyotyping (2-5 Mb). Detection is done by fluorescence in situ hybridization (FISH). Larger chromosomal deletion syndromes are detectable using karyotyping techniques" (sumber : Wikipedia)
Sindrom mikrodelesi adalah sindrom yang disebabkan oleh delesi (terhapus) kromosom yang ukurannya lebih kecil dari 5 million (juta) base pairs (5Mb), yang terlalu kecil untuk bisa dideteksi dengan metode sitogenetik konvensional ataupun karyotype resolusi tinggi (2-5Mb).
Deteksi bisa dilakukan dengan tes FISH (fluorescence in situ hybridization). Untuk delesi kromosom yang lebih besar bisa dideteksi dengan tehnik karyotyping.
Ada banyak jenis tes genetik, dengan biaya yang tidak sedikit, maka untuk bisa mengetahui tes mana yang paling tepat untuk dilakukan, kita perlu melakukan konseling genetik terlebih dahulu, karena tes yang dilakukan perlu disesuaikan dengan dugaan jenis sindrom yang ada.

Tes FISH bisa dilakukan untuk mengetahui sindrom mikrodelesi, jika sudah terkerucut pada suatu diagnosa, misal : suspek DiGeorge Syndrome, maka bisa dilakukan tes FISH kromosom 22, namun pada kondisi Kirana yang masih belum jelas dugaan sindromnya mengarah yang mana, maka tes FISH tidak tepat untuk dilakukan, padahal tes FISH yang bisa dilakukan di RSAB Harapan Kita, akan memakan biaya sekitar Rp. 5.000.000,-. Inilah salah satu alasan mengapa konseling genetik penting dilakukan jika terjadi kasus kelainan genetik, tak perlu malu untuk melakukan konseling genetika, karena sebaiknya justru kita tahu.

Beberapa contoh sindrom mikrodelesi :
  • DiGeorge syndrome or velocardiofacial syndrome - sindrom mikrodelesi paling sering ditemukan, angka kejadiannya kisaran 1 : 4000
  • Prader–Willi syndromer
  • Angelman syndrome
  • Neurofibromatosis type 1
  • Neurofibromatosis type II
  • Williams syndrome
  • Miller–Dieker syndrome
  • Smith–Magenis syndrome
  • Rubinstein–Taybi syndrome
  • Wolf–Hirschhorn syndrome


Hingga saat ini, belum ditemukan cara untuk menyembuhkan sindrom mikrodelesi, tetapi jika kamu memiliki keluarga atau kenalan yang mengalami sindrom mikrodelesi, jangan ragu untuk menyarankan konseling genetika, agak kondisi ini bisa di-manage, sehingga kualitas hidup penyintasnya bisa optimal.