Tampilkan postingan dengan label special needs. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label special needs. Tampilkan semua postingan

Selasa, 21 Februari 2017

STICKLER SYNDROME


Stickler Syndrome, kamu pasti belum pernah dengar jenis sindrom ini (sok tahu saja eike hahahahahahahaha).
Stickler itu adalah yang lengket dan bisa menempel di tembok, kertas, kulkas, dll.
Eeeeh....... Itu sih stickeeeerrr hahahahaha.

Just kidding koq.
Stickler Syndrome adalah salah satu jenis sindrom yang sering terasosiasi dengan Pierre Robin Sequence, bahkan stickler syndrome adalah yang paling sering terasosiasi dengan PRS, inilah sebabnya ketika aku tahu Kirana terdiagnosa PRS dan aku mulai mendapatkan informasi lebih banyak soal PRS, saat itu aku juga mulai mengenal stickler syndrome.
Dan kali ini, aku akan mencoba menuliskan sedikit informasi tentang stickler syndrome.

Stickler Syndrome adalah...........

Stickler syndrome is a group of hereditary conditions characterized by a distinctive facial appearance, eye abnormalities, hearing loss, and joint problems. (Sumber : GHR)
Sindrom Stickler adalah sekelompok kondisi turun-temurun yang ditandai dengan tampilan wajah yang khas, abnormalitas mata, gangguan pendengaran dan masalah pada persendian.

Stickler syndrome is a genetic disorder that can cause serious vision, hearing and joint problems. Also known as hereditary progressive arthro-ophthalmopathy, Stickler syndrome is usually diagnosed during infancy or childhood. (Sumber : Mayo Clinic)
Stickler syndrome adalah kelainan genetik yang bisa menyebabkan masalah  serius pada penglihatan, pendengaran, dan persendian.

Stickler syndrome refers to a group of disorders of connective tissue. (Sumber : NORD)
Stickler Syndrome merujuk pada sekelompok kelainan pada jaringan ikat.
Prevalensi Stickler Syndrome diperkirakan 1 : 7.500 - 9.000 kelahiran, dan tipe 1 adalah yang paling sering terjadi.

Ada 5 tipe Stickler Syndrome, yaitu :
  • Stickler syndrome type 1
  • Stickler syndrome type 2
  • Stickler syndrome type 3
  • Stickler syndrome type 4
  • Stickler syndrome type 5


Stickler syndrome type 1, diperkirakan sekitar 70% kasus yang dilaporkan adalah tipe 1, dan tampil dengan variasi gejala yang luas, mempengaruhi mata, tampilan wajah, langit mulut, dan sistem musculoskeletal. Muncul karena mutasi gen COL2A1 pada kromosom 12q13.11.


A characteristic feature of Stickler syndrome is a somewhat flattened facial appearance. This appearance results from underdeveloped bones in the middle of the face, including the cheekbones and the bridge of the nose. A particular group of physical features called Pierre Robin sequence is also common in people with Stickler syndrome. Pierre Robin sequence includes an opening in the roof of the mouth (a cleft palate), a tongue that is placed further back than normal (glossoptosis), and a small lower jaw (micrognathia). This combination of features can lead to feeding problems and difficulty breathing. (Sumber : GHR)
Karakter yang menjadi ciri khas dari Stickler Syndrome adalah tampilan wajah yang terlihat datar. Penampilan tersebut merupakan hasil dari kurang berkembangnya tulang di bagian tengah wajah, termasuk tulang pipi dan pangkal hidung. Ciri khas Pierre Robin Sequence juga sering tampak pada Stickler Syndrome.

Gejala Stickler Syndrome (Sumber : Mayo Clinic)

The signs and symptoms of Stickler syndrome — and the severity of those signs and symptoms — can vary widely from person to person.
Tanda dan gejala dari Stickler Syndrome (dan juga tingkat keparahannya) bisa sangat bervariasi

Eye problems. In addition to severe nearsightedness, children who have Stickler syndrome often experience cataracts, glaucoma and retinal detachments.
Masalah di mata. Rabun jauh berat (myopia), katarak, glaukoma, dan pelepasan retina.

Hearing difficulties. The extent of hearing loss varies among people who have Stickler syndrome. It usually affects the ability to hear high frequencies.
Kesulitan mendengar. Gangguan pendengaran bervariasi di antara penyintas stickler syndrome. Biasanya mempengaruhi kemampuan mendengar frekuensi tinggi.

Bone and joint abnormalities. Children who have Stickler syndrome often have overly flexible joints and are more likely to develop abnormal curvatures of the spine, such as scoliosis. Osteoarthritis can begin in adolescence.
Abnormalitas tulang dan sendi. Anak dengan stickler syndrome biasanya memiliki sendi yang terlalu lentur (fleksibel) dan lebih mungkin mengembangkan lengkungan abnormal pada tulang belakang, seperti skoliosis. Osteoarthritis bisa mulai muncul di usia remaja.

Regular follow-up visits, as well as yearly visits to doctors specializing in eye disorders, are crucial to monitor any progression of symptoms. Early treatment can help prevent life-altering complications. Hearing should be checked every six months in children through age 5 and then yearly thereafter.
Kunjungan rutin seperti kunjungan tahunan ke dokter spesialis mata sangat penting untuk memonitor setiap perkembangan dari gejala.
Penanganan dini dapat membantu mencegah life-altering complications
Pendengaran harus diperiksa setiap 6 bulan sekali hingga anak berusia 5 tahun dan diperiksa setahun sekali setelah usia 5 tahun.

Pola pewarisan

Untuk tipe 1-3 diwariskan dengan pola autosomal dominan, di mana 1 salinan gen saja sudah cukup untuk menyebabkan kelainan ini. Pada sebagian kasus kelainan ini diwariskan dari 1 saja orangtua yang terkena, dan pada kasus lainnya bisa juga merupakan mutasi baru.
Tipe 3-6 diwariskan dengan pola autosomal resesif, di mana kedua orangtua merupakan carrier.

Penanganan
Standar perawatan dan terapi yang diberikan disesuaikan dengan kondisi-kondisi yang ada pada pasien.
Anak dengan Stickler Syndrome perlu dipantau oleh tim dokter.

Minggu, 12 Februari 2017

MAPLE SYRUP URINE DISEASE


Maple Syrup Urine Disease (MSUD), kelainan ini mungkin masih terdengar asing di telinga kita, karena memang jarang terjadi, namun tahukah kamu, kelainan ini membuat bayi tidak dapat menerima ASI maupun susu formula yang umum dijual di pasaran?

Aku pernah bertemu dengan seorang ayah yang anaknya mengalami MSUD, namun sayangnya tidak tertolong, kalau gak salah memang mayoritas bayi yang lahir dengan MSUD di Indonesia (info dari bapak itu), tidak bertahan lama.
Kenapa?
Karena formula yang dibutuhkan tidak mudah dijangkau baik produknya (harus import kalau gak salah), maupun harganya, padahal bayi-bayi ini berpacu dengan waktu untuk bisa bertahan hidup.

Maple syrup urine disease is an inherited disorder in which the body is unable to process certain protein building blocks (amino acids) properly. (Sumber : Genetics Home Reference)
MSUD adalah kelainan keturunan, di mana tubuh tidak dapat memproses asam amino dengan baik.

Maple syrup urine disease (MSUD) atau penyakit urine sirup mapel adalah salah satu penyakit genetik (keturunan) dan sangat serius. Penyakit yang sangat jarang terjadi ini membuat tubuh tidak dapat memproses asam amino sehingga menyebabkan penumpukan substansi yang berbahaya di dalam urine dan darah. (Sumber : Alodokter)

Nama kelainan ini didapat dari ciri khas yang ada pada MSUD, yaitu aroma urine dan keringat yang manis seperti sirup maple.
Kelainan ini diklasifikasikan berdasarkan tanda dan gejala yang muncul, yang paling sering dan parah adalah tipe klasik, yaitu yang gejalanya akan segera muncul setelah lahir.
Tipe lainnya bisa muncul di kemudian hari, saat bayi lebih besar, atau saat memasuki usia anak-anak, biasanya lebih ringan, namun jika tidak ditangani dengan tepat, maka akan tetap menimbulkan keterlambatan perkembangan dan masalah kesehatan lainnya.

MSUD is caused by a deficiency of the BCKD complex, which catalyses the decarboxylation of the alpha-keto acids of leucine, isoleucine, and valine to their respective branched-chain acyl-CoAs. (Sumber : Medscape)
MSUD disebabkan oleh defisiensi BCKD kompleks.

Dalam Alodokter dijelaskan bahwa anak yang mengidap penyakit urine sirup mapel mewarisi dua salinan mutasi gen masing-masing dari ayah dan ibunya (pola autosomal recessive). Jika hanya memiliki satu gen, maka anak hanya akan menjadi pembawa penyakit MSUD. Jika calon ayah membawa gen MSUD dan calon ibu membawa gen MSUD juga, maka anak mereka berkemungkinan 1:4 untuk mengidap MSUD. Di sinilah pentingnya menginformasikan jika ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit tersebut.
Meski tidak ada cara untuk mencegah kelahiran bayi dengan MSUD, tetapi dokter dapat melakukan pemeriksaan apakah kondisi gen Anda dan pasangan berisiko untuk memiliki bayi dengan penyakit urine sirup mapel atau gangguan turunan lainnya melalui pemeriksaan genetik.
Setelah bayi lahir, MSUD umumnya dapat dikenali dari gejala-gejala yang muncul pada hari atau minggu-minggu awal pasca persalinan. Oleh sebab itu, waspadai jika Si Kecil mengalami kondisi-kondisi seperti ini :
  • Urine dan keringat beraroma manis
  • Berat badan di bawah normal
  • Tidak mau menyusu
  • Muntah
  • Rewel
  • Sering terlihat lemas
  • Sesak napas
  • Pola tidur yang tidak normal


Makin cepat kondisi bayi diperiksakan ke dokter, maka makin cepat dan akurat penanganan yang akan diberikan. Penanganan yang tepat juga dapat menghindarkan bayi yang sakit terkena komplikasi penyakit. Untuk memastikan diagnosis, dokter akan menerapkan serangkaian pemeriksaan dengan tes darah.

Maple syrup urine disease affects an estimated 1 in 185,000 infants worldwide. The disorder occurs much more frequently in the Old Order Mennonite population, with an estimated incidence of about 1 in 380 newborns. (Sumber : Genetics Home Reference)
Angka kejadian MSUD diperkirakan 1 dari 185.000 bayi di seluruh dunia.

MENDAMPINGI ANAK DENGAN MSUD (Sumber : Alodokter)

Pada anak yang terdiagnosis mengidap MSUD, konsultasi dengan dokter harus lebih intens dari sebelumnya. Perkembangan anak akan terus dimonitor untuk memastikan kebutuhan nutrisinya senantiasa terpenuhi. Perawatan untuk menangani penyakit urine sirup mapel sendiri harus dilakukan terus-menerus seumur hidup, seperti pemeriksaan darah untuk terus memantau kadar asam amino tubuh.
Berikut beberapa panduan dalam pendampingan anak dengan penyakit urine sirup mapel :

Pola makan
Anak dengan MSUD perlu didampingi spesialis diet metabolik untuk menjalani diet rendah protein demi mengurangi kadar asam amino, terutama isoleucine, valine, dan leucine.
Secara umum, para pengidap penyakit sirup mapel perlu membatasi konsumsi makanan tinggi protein, seperti telur ayam, ikan, daging, keju, kacang, meski bahan-bahan ini dibutuhkan untuk perkembangannya.
Sebagian anak mungkin perlu mengonsumsi suplemen valine dan isoleucine.
Pemberian ASI dan susu bayi perlu dipantau karena umumnya susu formula mengandung asam amino. Bayi dengan penyakit urine sirup mapel biasanya diberikan susu formula khusus yang rendah protein tapi mengandung mineral, vitamin, dan asam amino lain yang dibutuhkan si Kecil.

Menangani kondisi gawat darurat
Bayi dengan penyakit sirup mapel perlu segera dibawa ke rumah sakit jika mengalami gejala-gejala krisis metabolik, seperti badan yang terlihat lemas dan sesak napas. Gejala-gejala ini juga bisa muncul di saat umur si bayi sudah memasuki masa kanak-kanak. Hal ini bisa muncul akibat infeksi atau penyakit lain. Dokter mungkin akan menyarankan untuk mengganti makanan dan susu yang umumnya mengandung protein dengan suplemen asam amino dan minuman dengan kadar gula yang tinggi. Pada sisi lain, bayi dengan MSUD yang terus mengalami diare perlu segera dirujuk ke unit gawat darurat untuk kemudian diinfus demi menghindarkannya terkena dehidrasi.
Orangtua sebaiknya membawa catatan atau leaflet tentang penanganan kondisi ini ketika ke unit gawat darurat, karena mungkin saja dokter yang menangani si Kecil belum pernah mengobati pasien MSUD sebelumnya.

Transplantasi hati
Pasien penyakit urine sirup mapel yang menjalani transplantasi hati dapat menjalani hidup dengan normal tanpa gangguan metabolik. Meski demikian, prosedur transplantasi hati juga memiliki risiko tersendiri sehingga pasien yang menjalaninya perlu mengonsumsi obat untuk menekan sistem imun seumur hidup.
Pada akhirnya, mengasuh anak dengan gangguan MSUD atau gangguan metabolik lainnya memang membutuhkan kesabaran ekstra. Tanpa perawatan, pasien MSUD akan mengalami gejala yang membahayakan nyawa, seperti kerusakan otak, keterlambatan perkembangan, kejang, atau bahkan koma. Namun dengan pendampingan yang tepat dan dilakukan secara terus-menerus, anak dengan penyakit urine sirup mapel dapat hidup aktif dan normal.

Minggu, 01 Januari 2017

HIGH-ARCHED PALATE

Setelah sebelumnya aku sudah coba sedikit membahas soal micrognathia, kali ini aku akan coba sedikit membahas tentang trias PRS yang lainnya, yaitu high-arched palate.

Kirana juga mengalami ini, high-arched palate atau palatum (langit mulut) letak tinggi.
Awalnya ketika Kirana masih berada di NICU, aku sempat tanyakan pada dokter mengenai kondisi langit mulutnya, namun kala itu, dokter menyampaikan bahwa langit mulutnya normal, tidak bercelah, tapi ternyata ketika Kirana berusia sekitar 5 bulan, untuk pertama kalinya kami membawanya konsultasi ke poli gizi dan dokter di poli gizi lah yang menyampaikan bahwa langit mulut Kirana itu tinggi, ini yang kemudian aku ketahui namanya adalah high-arched palate.

Apa sih high-arched palate?
Berikut sedikit pembahasannya.

----------------------------------
HIGH-ARCHED PALATE

Merupakan suatu kondisi di mana palato (langit mulut) lebih tinggi dan sempit dibanding ukuran normal.
Biasanya high-arched palate merupakan kondisi istimewa yang mungkin terisolasi ataupun terkait dengan sejumlah kondisi lain.

High-arched palate yang terisolasi bukanlah suatu masalah,merupakan variasi normal,namun bisa juga merupakan bagian dari manifestasi fisik dari sindrom yang memiliki kondisi kepala dan leher yang abnormal,serta gangguan pendengaran.
High-arched palate mungkin menyebabkan saluran nafas menyempit dan gangguan bernafas saat tidur,seperti mengorok,sleep apnea.

Beberapa kondisi yang mungkin terkait dengan high-arched palate :
- Crouzon syndrome
- Down syndrome
- Apert syndrome
- Treacher Collins syndrome
- Marfan syndrome
- Incontinentia pigmenti
- Pierre Robin Sequence
Dsb

Sumber :
https://en.m.wikipedia.org/wiki/High-arched_palate
https://www.healthtap.com/topics/what-does-a-high-arched-palate-mean

Diakses tanggal 3 Juli 2015
---------------------------

Kabar baiknya adalah dari hasil MRI Kirana, yang dilakukan pada November 2015, tampak palatum yang normal, aku sempat bertanya kepada seorang dokter spesialis bedah mulut soal ini, beliau pun membenarkan bahwa semua kondisinya memang bisa berkembang ke arah yang lebih baik.
Maka aku anggap high-arched palate Kirana, juga sudah catch up.

MICROGNATHIA

Pierre Robin Sequence (PRS) memiliki trias, yaitu
• micrognathia dan atau retrognathia
• glossotopsis
• cleft palate atau high-arched palate

Penjelasan singkat tentang PRS bisa dibaca di sini.

Jadi ceritanya gini, saat anak masih berupa janin, di dalam kandungan ibu, rahang bawahnya (dagu) gagal bertumbuh sehingga ukuran dagunya pun menjadi sangat kecil (atau disebut micrognathia), dan atau juga mundur (retrognathia), lalu karena dagunya gagal tumbuh, sementara lidahnya terus bertumbuh, maka lidah yang semakin besar akan mendorong palatum (langit mulut), hal ini menyebabkan palatum menjadi tinggi (high-arched palate) atau bahkan bolong (cleft palate), dan lidahnya yang berukuran normal pun jadi 'jatuh' di saluran nafas (glossotopsis), menutup jalan nafasnya.
Demikianlah kira-kira alkisah seorang bayi akhirnya terlahir dengan Pierre Robin Sequence, karena serangkain kejadian di dalam rahim ibu, sehingga disebut sequence.

PRS bisa berdiri sendiri, hanya trias PRS, tanpa kondisi penyerta maupun penyulit lainnya, atau disebut PRS isolated.
Namun PRS bisa juga menjadi bagian dari sindrom lainnya, atau biasa disebut PRS non isolated.
Kirana sendiri mengalami PRS non isolated, dengan beragam kondisi penyerta lainnya.

Oke, sekarang aku akan coba bahas trias PRS secara terpisah, satu per satu, dimulai dengan defek utama PRS yaitu micrognathia, berikut informasinya.

------------------
MIKROGNATI (MICROGNATHIA)
Mikrognati (baca : mi-kro-ge-na-ti) adalah istilah yang menggambarkan sebuah rahang bawah normal yang kecil. Pada mikrognati, rahang yang cukup kecil dapat mengganggu saat makan. Bayi dengan mikrognati mungkin perlu puting khusus sebagai alat bantu. Mikrognati mungkin kelainan yang sering terjadi pada anak. Hal ini juga dapat disebabkan oleh kelainan bawaan dan sindrom tertentu.

Penyebabnya secara umum antara lain :
1.Pierre robin syndrome
2.Sindromhallerman-streiff
3.Trisomi 13
4.Trisomi 18
5.Turner syndrome
6.Progeria
7.Treacher collins syndrome
8.Smith lemli opitz syndrome
9.Russell silver syndrome
10.Sindrom Seckel
11.Sindrom Cri Du Chat
12.Sindrom Marfan

Manifestasi klinis pada mikrognati bisa dilihat dari pemeriksaan fisik. Ditemukannya bentuk serta ukuran rahang bawah yang lebih kecil dari ukuran normal. Pada bayi bisa didapatkan kesusahan dalam meminum sesuatu.

Mikrognati adalah salah satu penyebab abnormal aligment gigi. Hal ini dapat dilihat dengan memperhatikan penutupan gigi karena sering kali tidak akan ada cukup ruang untuk tumbuh gigi. Mikrognati kadang tidak berdiri sendiri, misalnya pada sindrom pierre robin gejalanya mikrognati, hipoglossus, dan cleft palatum. Pada trisomi 18 gejalanya kelainan pada telinga, mikrognati, benjolan pada oksipital, panggul yang sempit, kaki rocker bottom. Pemeriksaan penunjang mungkin diperlukan seperti skull ray dan foto gigi.
Jika ada gejala lain yang mengindikasikan adanya faktor keturunan, dan sudah mengganggu pembedahan atau peralatan ortodontik mungkin dianjurkan.

PENYEBAB
Mikrognati bisa diwariskan secara genetik atau disebabkan oleh mutasi genetik. Pada sebagian kasus yg langka, penyebabnya masih belum diketahui.

SIMPTOM
Anak dengan mikrognati seringkali menunjukkan tanda gagal tumbuh (failure to thrive), suatu kondisi yg digambarkan dengan grafik pertumbuhan (growth chart) yg kurvanya memotong 2 garis.
Simptom mikrognati bisa bervariasi pada setiap anak,tapi bisa meliputi :
• apnea (henti nafas sementara saat tidur).
• kesulitan makan/minum.
• pemberian makan/minum yg membutuhkan waktu lama).
• nafas yg berisik (stridor).
• sulit tidur.
• kenaikan berat badan yg lambat atau sangat lambat.
• dalam beberapa kasus yg jarang, anak akan menjadi biru saat makan/minum atau saat tidur sbg akibat dr kesulitan bernafas.

PENANGANAN MIKROGNATI
Sebagian besar anak dg mikrognati tidak membutuhkan tindakan operasi. Penanganan mikrognati tanpa operasi meliputi :
• posisi tidur yg tepat yaitu tengkurap agar lidahnya tidak menutup jalan nafas
• Nasopharyngeal airways — berupa tuba fleksibel dg corong di ujungnya, dan bisa dimasukkan ke dalam saluran pernafasan untuk membuka jalan nafas. Jika cara sederhana ini tidak membantu,maka mungkin diperlukan tindakan operasi. Tindakan operasi meliputi :
• tongue-lip adhesion procedure.
• mandibular distraction osteogenesis (MDO).
• tracheostomy..

Sumber :
https://doktermaya.wordpress.com/2011/11/04/mikrognatia/?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C6368539257 • http://www.chop.edu/service/plastic-and-reconstructive-surgery/conditions-we-treat/craniofacial-conditions/micrognathia.html

Semua sumber diakses tanggal 28/9/2014
-----------------------

Kirana sendiri tidak melakukan tindakan apapun terkait micrognathia-nya, cukup dengan wait and see, memperhatikan posisi tidur terutama di awal kehidupannya, dan kini dagunya pun catch up sendiri, terlihat dari hasil MRI di November 2015, bahwa dagunya dinyatakan normal.

Mengenai defek lainnya, akan coba dibahas di artikel selanjutnya yaah.

Rabu, 30 November 2016

DISIPLIN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Saat kita memiliki anak berkebutuhan khusus (ABK), mungkin kita akan bertanya-tanya,"Apakah anakku bisa melakukan hal tersebut?", termasuk dalam hal disiplin, mungkin kita akan memberikan lebih banyak 'keringanan' karena khawatir ABK kita tidak mampu melakukan suatu hal dengan disiplin.
Lalu pertanyaannya adalah apakah ABK bisa didisiplinkan?

If you feel that your son or daughter doesn't deserve discipline, it's like telling your child, "I don't believe you can learn." And if you don't believe it, how will your child? (Sumber : kidshealth)
Jika kamu berpikir bahwa anakmu tidak bisa disiplin, ini seperti mengatakan pada mereka,"Aku tidak percaya kamu bisa belajar.", Dan jika kamu tidak percaya, bagaimana anakmu bisa percaya bahwa mereka mampu?
Discipline — correcting kids' actions, showing them what's right and wrong, what's acceptable and what's not — is one of the most important ways that all parents can show their kids that they love and care about them. (Sumber : kidshealth)
Disiplin - mengkoreksi perilaku anak, menunjukkan pada anak, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang bisa diterima, mana yang tidak bisa diterima - hal ini merupakan salah satu hal terpenting, di mana orang tua bisa menunjukkan kepada anak bahwa mereka mencintai dan peduli terhadap anak-anaknya.

Di kidshealth juga dijelaskan bagaimana cara mendisiplinkan ABK, jadi aku gak akan banyak cerita soal teori, melainkan lebih ke praktek, karena kebetulan aku juga punya ABK.
Kirana, lahir dengan segudang kelainan, dia juga mengalami keterlambatan tumbuh kembang.

Saat ini disiplin paling nyata yang bisa kulakukan adalah pola makan, pola tidur, dan beberapa hal kecil seperti main.
Kirana sejak kecil sudah didisiplinkan, disiplin pertamanya adalah disiplin minum tiap 3 jam sekali, dan ini dilakukan dengan konsisten.
Disiplin lainnya adalah terkait dengan cara makan, Kirana di awal kehidupannya menggunakan oral-gastric tube (OGT), karena dia memang mengalami feeding difficulty plus menjadi biru (cyanosis) setiap minum menggunakan mulutnya, tapi aku diajarkan oleh suster di NICU untuk tetap mengajarinya minum melalui mulut, diberikan pelan-pelan dan hentikan jika Kirana membiru, maka aku pun mengikuti pesan tersebut secara konsisten sambil terus mengajak Kirana komunikasi, aku setuju dengan ucapan salah seorang suster,"Jika tidak dilatih, bagaimana mungkin dia akan bisa?", dan aku pun percaya Kirana bisa.

Secara disiplin, Kirana juga aku pijat 'senam wajah' sesuai petunjuk, meski kadang dia tidak kooperatif, namun pijatan tersebut tetap kulakukan, sambil terus aku ajak komunikasi.
Hingga akhirnya tepat 1 hari setelah menggangi OGT-nya, Kirana berhasil menarik sondenya tersebut, dan akhirnya tidak lagi cyanosis saat minum per oral.
Sejak itu, Kirana terus konsisten menggunakan mulutnya untuk makan, minum.
Kirana juga berdisiplin untuk melakukan terapi.

Hal lain yang nyata bahwa ABK juga bisa didisiplinkan adalah pola makan.
Tidak jarang orang akan bilang :
"Wah sudah makan nasi? Pinter yah."
"Enak yaah anaknya gampang makan, anakku sih susah bla bla bla."
"Beruntung banget Kirana makannya linter gitu, iri deh."
Dll dll
Aku akan sedikit menceritakan bagaimana hingga bisa Kirana memiliki keterampilan makan seperti saat ini.
Seperti sudah kujelaskan sebelumnya bahwa Kirana mengalami feeding difficulty jadi tentu saja ini bukan hal mudah apalagi enak, semuanya melalui proses yang tidak instant, aku bahkan harus melakukan usaha, kejelian, kewaspadaan, disiplin yang extra ketat jika dibandingkan dengan saat Kasih memulai makan pertamanya.
Kirana memulai MPASI dengan makanan yang bertekstur encer, meski memang tak diblender, aku harus jeli mengevaluasi reaksi Kirana untuk lalu memutuskan menaikkan tekstur makanannya, perlahan tapi pasti.
Ya, dia memang sering tersedak, karena memang begitulah anak PRS, rentan sekali tersedak, maka aku harus sangat waspada dan jeli menilai kondisi Kirana saat makan.
Tekstur aku naikkan sesuai pengamatanku, jika adaptasinya bagus, tekstur kunaikkan setiap 1-2 hari sekali, dan ini dilakukan dengan konsisten.
Kirana harus tetap belajar mengunyah, menelan, makan dengan mulutnya meski mungkin tak mudah baginya, dan ini salah satu bentuk disiplin yang aku terapkan, toh kemampuan menelan Kirana baik, dan dia tidak mengalami aspirasi, hal ini terbukti dengan evaluasi menelan, melalui tes FEES. Selain itu, aku hampir tidak pernah mundur tekstur selama kulihat Kirana bisa mengatasi tekstur yang dia konsumsi, dan juga mengatasi kesulitannya saat makan, aku percaya bahwa Kirana bisa, meski memang tampak jelas bahwa kemampuan oromotoriknya kurang mumpuni, tapi dia harus tetap belajar.
Saat ini Kirana sudah bisa makan dengan tekstur seperti makanan orang dewasa.
Selain itu, pada Kirana aku juga terapkan hal yang sama persis pada Kasih, yaitu jika lapar yah harus makan makanan yang tersaji, jika menolak makan maka tidak ada makanan lain, dan kamu akan lapar bahkan merasa kelaparan.

Di usia jelang 19 bulan, Kirana harus menjalani operasi, dan paska operasi tersebut dia harus puasa total selama 5 hari, di mana jika tambah dengan puasa pre operasi, total sekitar 6 hari Kirana puasa full dan hanya mengandalkan infus.
"Emang Kirana gak rewel yah?"
Banyak yang bertanya demikian. Kirana ada juga lah rewelny, wajar saja kan rewel, karena infus sepertinya gak bikin kenyang, Kirana juga sudah paham waktu makan dan rasa lapar. Apalagi jika dia lihat aku makan di depannya, dia akan merajuk dan wajahnya menunjukkan bahwa dia juga ingin makan, hingga akhirnya aku membalikkan badan jika makan di dekatnya.
Dalam masa ini, rasanya agak sedih karena tidak bisa memberikan makan untuk Kirana, padahal dia menginginkannya, namun aku paham betul bahwa Kirana wajib berdisiplin untuk menjalani masa puasanya, agar dia bisa pulih. Jika aku melanggar, dan memberinya makan, bisa saja Kirana jadi lebih menderita.
"Sabar yaah Kirana, makannya nanti, kalau sudah diijinkan dokter, sekarang Kirana harus puasa, biar cepat sehat lagi. Nanti kalau Kirana makam sekarang, usus Kirana bisa sakit, jadi kita tunggu instruksi dokter yaah, Kirana pasti bisa.", kurang lebih inilah yang setiap hari aku katakan pada Kirana, sambil mencoba menyamankan dia dengan pelukan, elusan, memberinya benda berbunyi (baca : plastik kresek hahahahahaha) untuk dipegang, karena saat itu aku belum berani menggendong Kirana, membayangkan luka operasi yang cukup panjang di perutnya, dan ada infus di pahanya, aku lakukan hal lain yang bisa membuat Kirana lebih nyaman.
Kirana pun berhasil melalui masa puasanya dengan baik.
Ini bukan pengalaman puasa pertama bagi Kirana, karena sebelumnya dia sudah pernah beberapa kali puasa sebagai persiapan pembiusan, namun ini adalah masa puasa terlama yang harus Kirana jalani selama 19 bulan pertama kehidupannya. Tak pernah sekali pun aku melakukan 'kecurangan' saat Kirana harus melakukan puasa, aku paham betul resikonya jika melanggar instruksi puasa yang diberikan dokter, bahkan nyawa pun menjadi taruhan, apalagi dengan airways issue yang dialami Kirana, aku selalu yakin dan meyakinkan Kirana bahwa dia bisa, dan hal ini selalu aku komunikasikan.

Selepas masa puasa, Kirana tidak boleh langsung makan makanan padat, tapi bertahap, dimulai dengan sedikit minum (hanya boleh 20ml per 3 jam, lalu dievaluasi kembali), lalu boleh minum dengan jumlah bebas, mulai makan makanan cair selama beberapa hari, bertahap kemudian boleh makan makanan padat dengan tekstur lembek seperti bubur, hingga akhirnya bisa kembali makan makanan padat dengan tekstur biasa.
Kirana mulai mengkonsumsi makanan cair yang berkalori tinggi, aku mengevaluasi kembali pola makannya, rupanya Kirana suka minum makanan cair tersebut, dan juga membuat kenyang dalam jangka waktu yang lama, waktu itu dokter memang menginstruksikan tetap memberikannya pada Kirana dengan porsi yang dihitung dokter, namun karena Kirana jadi enggan makan, maka aku pun memutuskan hal yang berbeda.
Jika Kirana minum pagi, dia jadi menolak makan sampai menjelang sore, jika dia minum malam, maka pagi harinya dia jadi enggan makan sampai siang. Awalnya aku memutuskan untuk memberikan di malam hari, setelah Kirana selesai makan, awalnya Kirana juga menolak makan, dia mau makanan cairnya, tapi aku katakan kepadanya bahwa dia baru akan mendapatkan minuman tersebut jika sudah menghabiskan seluruh makanan yang disajikan, butuh waktu kembali untuk beradaptasi, aku harus konsisten, hingga akhirnya Kirana mengikuti pola yang aku terapkan.
Akhirnya setelah sekitar setahun aku memberikan makanan cair sebagai tambahan, kebetulan saat akan membeli yang baru, di toko tidak ada stok, dan ini membuat Kirana total stop minum makanan cair tersebut. Rupanya setelah dia berhenti total, terlihat nyata perubahan nafsu makannya, yang biasanya dia enggan makan di pagi sampai siang hari, setelah stop, baru bangun tidur pun dia sudah tampak lapar dan mau makan dengan lahap, porsi makan pun jadi lebih banyak, dan justru kenaikan bb juga relatif sedikit lebih baik, maka aku pun memutuskan untuk menghentikan pemberian makanan cair tersebut, toh setelah bertemu salah satu dokter yang lain, dia juga sudah menganjurkan untuk stop. Kembali Kirana harus beradaptasi, sempat dia mogok makan total, dan ketika melihat botol minum yang biasa digunakan untuk minum makanan cair, dia tampak bersemangat, rupanya dia 'nagih'. Seperti biasa, aku mengkomunikasikan bahwa Kirana harus makan yang baik dan bahwa minuman tersebut sudah di stop, Kirana akan lebih baik jika makan menu yang disediakan. Butuh waktu kembali untuj adaptasi, dan tentunya komitmem serta disiplin, hingga akhirnya pola makan Kirana kembali normal, dan dia tidak lagi 'nagih'. Rupanya minum makanan cair tersebut benar-benar membuat Kirana ketagihan dan kenyang untuk waktu yang cukup lama. Sekarang dia sudah tidak pernah lagi minum makanan cair tersebut, dan nafsu makannya sangat baik. Jika saja aku tidak dapat memegang komitmen dan mendisiplinkan Kirana, mungkin aku akan 'kalah' dengan minuman ajaib tersebut, dan mungkin Kirana juga malah jadi gak mau makan, ini akan menambah masalah baru hehehehehe.
Prinsipnya : ANAK YANG NORMAL DAN SEHAT, TIDAK AKAN MEMBIARKAN DIRINYA KELAPARAN. Dan hal ini bahkan bisa berlaku pada Kirana yang spesial pada saat dia dalam kondisi sehat.

Ini hanyalah beberapa contoh bahwa ABK pun bisa didisiplinkan, tak jauh berbeda dengan yang perlu dilakukan dengan saat kita ingin mendisiplinkan anak pada umumnya.
Dimulai dengan komitmen kita sebagai orangtua, disiplinkan diri kita terlebih dahulu, terutama untuk hal-hal yang kita ingin anak kita juga menjadi disiplin.
Yakinlah bahwa anak kita mampu melakukannya, meski mungkin butuh waktu dan usaha yang lebih banyak, tapi milikilah keyakinan positif untuk anak kita.
Biasakan mengkomunikasikan apa yang kita ingin anak kita lakukan, dan apa yang kita ingin anak kita tidak lakukan.
Pemberian reward akan membuat anak semakin bersemangat, maka berikanlah reward, sesederhana tepuk tangan, senyuman, pelukan, pujian, saat anak melakukan hal baik.
Jangan lupa untuk mengenal anak kita serta kemampuan yang dia miliki, jangan sampai kita meletakkan standart harapan yang terlalu tinggi, hingga membuat dia jadi stress karena belum bisa memenuhi harapan kita, dan juga jangan kita terlalu meremehkan kemampuan anak, kita tidak yakin bahwa anak kita mampu, sehingga kita tidak memberikan kesempatan pada anak untuk mencoba, anak tidak akan pernah bisa jika dia tidak kita berikan kesempatan mencoba, berlatih. 
Dan tentu saja kita harus konsisten dalam hal mendisiplinkan anak, jika memang menerapkan aturan maka terapkan aturan tersebut dengan konsisten. Kita sebagai orangtua yang akan membentuk pola anak.

Kamis, 10 November 2016

Menyusui Kirana : Tantangan Langka Part 2

Baca juga : Menyusui Kirana : Tantangan Langka part 1


7 Maret 2014 akhirnya aku bisa membawa Kirana pulang ke rumah, lega rasanya, meski saat itu Kirana masih memakai OGT dan aku masih belum paham betul soal menyusui bayi PRS, aku masih berharap bisa menyusui dia secara langsung, aku pun mencari info, bertanya kepada beberapa teman yang adalah konselor laktasi, hingga aku mengetahui bahwa dalam literatur dikatakan bahwa hampir mustahil menyusui anak PRS karena ada resiko tertutup jalan nafas, sehingga fokus utamanya bukanlah agar Kirana bisa menyusu langsung namun bagaimana agar Kirana bisa terus mendapatkan ASI, hingga aku harus rela memutuskan untuk memilih exclusive pumping atau disingkat EPing.
Aku memang masih terus berusaha untuk melatih Kirana menyusu langsung, hingga aku mendapatkan saran untuk mencoba posisi dancer hand, posisi tersebut cukup membantu, aku mengkombinasikan dengan posisi cross-cradle hand, namun mengingat resiko besar yang mengintai ditambah dengan laju pertumbuhannya yang lambat, aku tetap memilih EPing, dan sesekali melatih Kirana menyusu, meski sangat jarang, namun aku berharap Kirana mampu mengingat bagaimana caranya menyusu, aku masih berharap Kirana bisa menyusu langsung di usia 1 tahun, ketika kebutuhannya terhadap ASI juga sudah tinggal sekitar 30% karena makanan lah yang utama dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dan kalorinya, aku masih berharap Kirana bisa mendapatkan manfaat lebih dari proses menyusu.
EPing bukanlah hal mudah bagiku, aku harus patuh terhadap jadwal perah setiap 2-3 jam sekali, selama 24 jam, setiap hari, durasi sesi perah selama 30-60 menit per sesi, padahal aku juga harus menyuapi Kirana, mengurus Kasih, masak, dan hal lainnya tanpa asisten rumah tangga yang menetap. Kirana dijadwalkan minum setiap 3 jam sekali atau 8 sesi minum dalam 24 jam. Kadang aku tertidur saat sesi perah, saking lelahnya diriku, untunglah aku menggunakan breastpump elektrik.
Kebutuhan ASIP Kirana kuhitung sesuai berat badannya, berdasarkan informasi yang kudapatkan dari konselor laktasi, yaitu 150 ml per kg bb untuk 24 jam.
Meski Kirana menggunakan OGT, aku tetap melatihnya minum per oral (menggunakan mulutnya), sedikit saja, hanya sekitar 5-10 ml, diberikan menggunakan cup feeder dengan sangat perlahan dan hati-hati, sambil terus memperhatikan reaksi Kirana, jika dia membiru (cyanosis), maka harus segera dihentikan, dan dilanjutkan dengan pemberian melalui OGT.
Seminggu lamanya aku menyuapi dengan cara ini, Kirana masih terus mengalami cyanosis sehingga OGT masih menempel manis di mulutnya, namun durasi pemberian minum masih terasa ringan, tidak terlalu lama. Aku selalu berkata,"Ayo Kirana, minum pakai mulut yah, biar sondenya bisa dibuang saja.".
Saat tiba waktunya OGT harus diganti, aku minta tolong suster agar mengijinkanku mencoba menyusui Kirana, kupikir dia tak bisa menyusu karena ada OGT di mulutnya sehingga perlekatan pun jadi kurang baik.
Suster memberikan ijin dan aku pun mencoba menyusui Kirana, namun kurasakan memang Kirana kesulitan melakukan perlekatan karena dagunya yang mundur, dan lidahnya yang seperti tidak bisa 'mengunci' saat perlekatan, hingga akhirnya aku pun memutuskan untuk kembali memasangkan OGT yang baru, karena dia tak bisa menyusu langsung dan juga masih mengalami cyanosis.
Malam itu aku ketiduran saking lelahnya, aku memang kurang tidur, karena harus perah ASI setiap 3 jam sekali, dan melakukan kegiatan lainnya, betapa terkejutnya aku saat terbangun dan menemukan OGT Kirana terlepas!
Aku segera menghubungi 3 RS yang tidak jauh dari rumah, UGD-nya, namun 2 diantaranya, menyatakan tidak bisa menggantikan OGT pada bayi.
Aku bersiap berangkat, namun entah mengapa, aku ingin mencoba menyuapi Kirana per oral, daaaaaaan ternyata kali itu, Kirana tak lagi cyanosis, aku pun membatalkan niat berangkat untuk memasang kembali OGT-nya, dan mencoba terus menyuapi Kirana dengan cup feeder hingga ASIP jatah 2 sesi bisa habis, maka sejak itu Kirana tidak pernah lagi menggunakan OGT maupun NGT untuk menerima asupan, karena kupikir Kirana bisa bisa menggunakan mulutnya untuk minum dan makan, apalagi di usianya sekitar 7,5 bulan, Kirana melakukan tes FEES untuk mengevaluasi kemampuannya menelan, dan hasilnya menunjukkan bahwa kemampuan menelan Kirana adekuat dan tidak terjadi aspirasi.
Aku tetap menyuapi Kirana pakai cup feeder maupun pipet, sesuai jadwal sebelumnya yaitu setiap 3 jam sekali, yang berbeda adalah durasi pemberian ASIP, jika selama pakai OGT durasinya tidak terlalu lama, hanya sekitar 10-15 menit, itu pun karena aku masih menyuapi dengan cup feeder sekitar 5-10 ml, setelah Kirana tak lagi memakai OGT, durasi pemberian ASIP menjadi lama, rata-rata sekitar 1-2 jam, karena pemberiannya harus perlahan dan hati-hati, Kirana sering tersedak, dan aku harus jeli memperhatikan apakah dia menjadi cyanosis lagi atau tidak, aku juga menepuk pelan dadanya seperti yang diajarkan suster saat Kirana masih di perina.

Rasanya lelah sekali, aku masih harus perah ASI sesuai jadwal dengan durasi 30-60 menit per sesi perah, masih harus masak, mengurus Kasih, dll, hingga aku hampir tak punya waktu tidur atau sekedar beristirahat, bahkan otakku seperti sedang balapan liar, rasanya tak ada waktu untuk berhenti berpikir,"Mau apa dulu? Perah? Nyuapi Kirana? Masak? Atau tidur?", biasanya aku memilih untuk tidak beristirahat karena tak ada orang lain yang akan membantuku, jika aku istirahat maka jadwal lainnya bisa terbengkalai.
Aku merasa nyaris kehilangan akal sehat, semuanya terasa ngebut dan harus didahulukan, itu pun masih ditambah dengan rencana-rencana ke RS. Kondisi Kirana yang tak menyenangkan, nafasnya sesak, ada retraksi di leher, suara nafasnya grok-grok (stridor) sepanjang hari, terkadang juga terdengar suara ngik, dan kondisi tersebut tampak memburuk saat Kirana aktif, sehingga dia tampak semakin sesak namun wajahnya happy, semua itu karena Kirana juga mengalami laryngomalacia.
Aku mungkin hanya bisa tidur sekitar 1-3 jam per hari, itupun tidak dalam 1 sesi tidur nyenyak, tidak, tidurku tak pernah nyenyak, mataku terpejam, tapi rasanya otakku masih terus beripikir,"Berikutnya apa?", bahkan saat sakit pun aku tetap harus melakukan semua itu.
Kirana semakin besar, aku merasa aneh karena dia tak merespon mainan berwarna cerah, tak merespon suara-suara pelan, namun suamiku selalu berusaha menenangkan aku dengan berkata,"Jangan disamain dengan yang lain, Kirana lahir saja kecil. Udah deh, gak apa-apa.".
Suatu hari, seorang teman mampir dan mengatakan bahwa gerakan Kirana terlihat kaku, dan menyarankan agar aku memeriksakan Kirana ke dokter tumbuh kembang atau dokter syaraf khusus anak.
Di usia Kirana sekitar 4 bulan, aku baru sempat membawanya ke dokter, dan Kirana terdiagnosa microcephaly, lingkar kepalanya berukuran jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan jenis kelamin dan usia yang sama, hal ini membuat kami harus melanjutkan perjalanan medis bagi Kirana.
Di usia Kirana sekitar 5 bulan, aku bertemu dengan seorang DSA yang kemudian mendiagnosa Kirana dengan gagal tumbuh, sebenarnya sih bukan hal yang mengejutkan bagiku karena aku sudah menduganya, namun tetap saja rasanya sedih dan down mengingat bahwa usahaku untuk mempertahankan pemberian ASI bagi Kirana sangat tak mudah, namun diagnosa ini tetap harus kuterima.
Ya Kirana memang mengalami gagal tumbuh, namun aku tetap tak menyerah, aku terus mengusahakan pemberian ASI baginya, semaksimal aku mampu. Aku tahu Kirana microcephaly, ini artinya dia butuh nutrisi terbaik bagi otaknya, dan aku yakin bahwa ASI-lah nutrisi terbaik bagi otak.
Seorang teman menawarkan haberman feeder (HBF), botol yang memang dirancang khusus bagi bayi yang terlahir dengan bibir sumbing, celah langit mulut, PRS, Down Syndrome, dan beberapa kondisi istimewa lainnya, botol ini harganya terbilang mahal bagiku, namun temanku membelikannya bagi Kirana, dan aku menggunakannya setelah diskusi dengan beberapa konselor laktasi yang kukenal.
Haberman feeder 

Awal menggunakan HBF, aku harus belajar dulu, karena penggunaannya berbeda dengan botol biasa, aku harus memindahkan ASIP dari botol ke teat dengan cara memencet 'leher' teat-nya, membalikkan botol dan melepas pencetan di 'leher' teat-nya, ASIP akan berpindah. Kirana pun tampak kesulitan, teat-nya memang masih keras, sehingga aku pun membantunya dengan memencet bagian 'leher' teat-nya, tepat di garis paling panjang agar ASIP yang dikeluarkan lebih banyak, awalnya dia tampak tak suka menggunakan HBF, namun setelah beberapa kali pakai teat mulai lembut, Kirana mulai lebih mudah menghisap, dan akhirnya dia bisa minum menggunakan HBF, ini cukup membantuku mengefisienkan waktu. kadang saking lelahnya, aku menyuapi Kirana sambil tertidur, sering aku menyuapi Kirana sambil perah, kadang Kasih yang menyuapi Kirana (Kasih memang sering membantu menyuapi Kirana sejak masih menggunakan pipet).
Di usia Kirana sekitar 8 bulan, aku menerima hibahan breastpump dengan sistem double pump, aku menerimanya dari seorang ibu dari komunitas EPing di luar negeri, dan ini membantuku semakin mengefisienkan waktu, yang awalnya butuh 30-60 menit untuk 1 sesi perah, sejak menerima breastpump tersebut, aku hanya butuh 15-30 menit untuk 1 sesi perah.
Waktu yang lebih luang, memungkinkan aku untuk lebih santai memasak, meneman Kasih, atau bahkan tidur sejenak, kelelahanku sedikit berkurang, rasanya kewarasanku juga sedikit kembali hehehehehe.
Kirana semakin besar, di usianya sekitar 11 bulan atau menjelang usia 1 tahun, Kirana mulai menunjukkan keinginannya untuk menyusu langsung. Saat Kirana ingin menyusu, dia akan buang muka jika disodori HBF, dan tampak semangat saat aku menyodorkan payudara. Yes, dia mulai mau menyusu langsung, meski dengan posisi yang sedikit ajaib.
Aku mulai lebih intens menyusui Kirana, sambil terus mengevaluasi proses menyusuinya, aku tahu bahwa kemungkinan Kirana menyusu lebih demi kenyamanan, tapi aku meyakini bahwa Kirana tetap akan mendapat manfaat pentingnya yaitu manfaat psikologis (bonding), stimulasi oromotorik dan stimulasi pertumbuhan rahang.
Betapa aku merasa bahagia, hal yang aku tunggu, yang kupikir hampir mustahil bisa dilakukan Kirana yang PRS, ternyata bisa dilakukan, Kirana menyusu langsung ke payudaraku, dia bisa dan mau, meski mungkin lebih demi kenyamanan, namun dia bisa.
Di usia Kirana sekitar 15 bulan, aku berhenti perah ASI dan full menyusui Kirana secara langsung, toh di usia Kirana yang sudah lebih dari 15 bulan, dia hanya butuh sekitar 30% ASI untuk memenuhi kebutuhannya, sementara 70% didapat dari makan padat gizi seimbang.
Aku bertekad untuk terus menyusuinya, tanpa menyapih Kirana, hingga Kirana yang berhenti sendiri, natural weaning saja, mengingat usaha mempertahankan pemberian ASI bagi Kirana bukanlah hal mudah.
Kini usia Kirana sudah 2 tahun 9 bulan, dia sudah berhenti menyusu, dia telah menyapihku di usianya sekitar 2 tahun 8 bulan.
Kirana, anak yang terlahir dengan PRS non isolated, yang dikatakan hampir mustahil bisa menyusu langsung, namun dia buktikan bahwa dia bisa.
12 November 2016

Kamis, 01 September 2016

SENAM WAJAH UNTUK BAYI

Waktu Kirana di NICU aku diajarin senam wajah untuk merangsang reflek hisap bayi. Ini adalah stimulasi oromotor yang pertama sekali aku diajari.
Hhhmmmmm. Tapi bagaimana jelasinnya yaah? Aku diajarinnya dengan peragaan sih.

Baca juga : Stimulasi Oromotor dan Program Stimulasi Oral

Tapi dicoba deh.
Tangan harus bersih yah, pijatnya pakai jari saja, gerakannya tekan lembut, tiap gerakan di wajah 5 titik, kalau yang di dalam mulut bisa 3 titik saja, lakukan pengulangan masing-masing sebanyak 3x, lakukan sekitar 10menit sebelum menyusu.

1. Dari tengah dahi mengarah ke sudut bibir (dahi, pelipis, tulang pipi, pipi, sudut bibir), pas sampai sudut bibir tekan seperti kalau kita bikin mulut ikan (monyongin bibir gitu deeeh).
2. Dari pangkal hidung (di bawah sudut mata sisi dalam), mengarah ke sudut bibir, akhiri dengan mulut ikan.
3. Dari sudut cuping hidung ke arah sudut bibir, akhiri dengab mulut ikan.
4. Dari dagu ke sudut bibir, akhiri dengan mulut ikan.
5. Bagian 'kumis' (antara bawah hidung dan bibir) mengarah ke sudut bibir, akhiri dengan mulut ikan.
6. Seluruh bibir.
7. Dinding dalam pipi kanan dan kiri.
8. Gusi bawah.
9. Bagian bawah lidah.
10. Bagian atas lidah, tekan lembut dari ujung ke arah pangkal lidah (jangan terlalu dalam yah nanti malah muntah, sampai 1/2 lidah saja).
11. Gusi atas.
12. Langit2 mulut, gerakannya sama seperti di bagian atas lidah.

Semoga bisa dimengerti penjelasannya yaah, dan semoga pengarahanku juga benar hehehe.

Senin, 29 Agustus 2016

PROGRAM STIMULASI ORAL oleh Dr. Luh K. Wahyuni, Sp.RM

Ada beberapa program stimulasi oral yang pernah diajarkan kepadaku, fungsinya merangsang reflek menghisap, mengunyah dan menelan.

Stimulasi oral penting dilakukan kepada sebagian anak istimewa yang mengalami gangguan oromotor, tentu saja agar anak-anak ini bisa menggunakan mulutnya untuk makan dan minum, yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi kemampuan bicara.

Tentu saja untuk mengetahui apakah anak kita memiliki gangguan oromotorik atau tidak, dan agar stimulasi yang diberikan juga lebih tepat, mendaoatkan arahan langsung dari dokter, kita harus konsultasi dengan dokter, seperti dokter anak, dokter tumbuh kembang, atau dokter rehab medik anak.

Berikut adalah salah satu program stimulasi oral, yang diajarkan oleh seorang dokter residen di poli rehab medik anak RSCM. Ketika itu, usia Kirana sekitar 7,5 bulan.
Lakukan dengan tangan yang telah dicuci bersih pakai sabun, sehari minimal 2-3x.

PROGRAM STIMULASI ORAL
Dr.Luh K. Wahyuni,Sp.RM/Tim Poli Anak Rehabilitasi Medik - RSCM

I. Pipi→4x sehari→selama 2menit
1. Jari telunjuk taruh di dasar hidung
2. Tekan,lalu gerakkan jari secara memutar ke arah telinga lalu gerakkan turun ke arah sudut bibir
3. Ulang pada sisi yang lain

II. Bibir atas→4x sehari→selama 1menit
1. Jari telunjuk taruh di sudut bibir atas
2. Tekan
3. Gerakkan jari melingkar dari sudut ke tengah dan ke arah sudut yang lain
4. Gerakkan ke arah yang berlawanan

III. Bibir bawah→4x sehari→selama 1menit
1. Jari telunjuk taruh di sudut bibir bawah
2. Tekan
3. Gerakkan jari melingkar dari sudut ke tengah dan ke arah sudut yang lain
4. Gerakkan ke arah yang berlawanan

IV. Bibir atas dan bawah→2x untuk masing-masing bibir→1menit
1. Taruh jari telunjuk pada tengah bibir
2. Tekan,renggangkan ke bawah pada garis tengah
3. Ulangi pada bibir bawah,renggangkan ke atas

V. Gusi atas→2x sehari→1menit
1. Taruh jari telunjuk pada tengah gusi atas dengan tekanan lunak,gerakkan pelan ke belakang mulut
2. Kembali ke pusat mulut
3. Ulangi pada sisi sebelahnya

VI. Gusi bawah→2x sehari→1menit
1. Taruh jari telunjuk pada tengah gusi bawah dengan tekanan lunak,gerakkan pelan ke belakang mulut
2. Kembali ke pusat mulut
3. Ulangi pada sisi sebelahnya

VII. Pinggir lidah→2x sehari→1menit
1. Taruh jari pada pinggir lidah antara gigi molar dan gusi bawah
2. Gerakkan jari ke arah garis tengah,dorong lidah ke arah yg berlawanan
3. Segera gerakkan jari ke segala arah dalam pipi dan renggangkan

VIII. Pipi dalam
1. Taruh jari pada sudut dalam bibir
2. Tekan,gerakkan ke arah garis tengah,dorong lidah ke arah yang berlawanan
3. Segera gerakkan jari ke segala arah dalam pipi dan renggangkan

IX. Tengah lidah→4x sehari→1menit
1. Taruh jari telunjuk pada bagian tengah mulut
2. Tekan ke arah palatum durum selama 3detik
3. Gerakkan jari ke bawah,menyentuh bagian tengah lidah
4. Tekan lidah ke bawah dengan tekanan ringan
5. Segera gerakkan jari menyentuh pusat mulut pada palatum durum

X. Merangsang menelan
Taruh jari telunjuk pada bagian tengah mulut,pusat palatum kemudian usap secara lembut untuk merangsang menelan

Minggu, 21 Agustus 2016

STIMULASI OROMOTOR

Ini merupakan salah satu stimulasi oromotorik yang diajarkan kepadaku, dan menurutku yang ini paling simple dan mudah dilakukan hehehehehe.
Fungsinya adalah untuk merangsang reflek mengunyah, menelan.
Stimulasi ini diajarkan oleh terapis wicara, dilakukan sekitar 10 menit sebelum mulai makan, sebanyak minimal 2 kali per hari.

Aku coba menggambarkan dan menjelaskan dengan kata-kata, semoga bisa dipahami dan bermanfaat.
Namun demikian, jika anak mengalami gangguan oromotorik, sebaiknya tetap konsultasikan dengan dokter dan terapi agar mendapat arahan dan saran yang lebih tepat.

Sebelum mulai memijat, cuci tangan agar tangan bersih, minta ijin pada anak untuk memijat, lalu balur dengan minyak (bisa pakai EVOO, VCO, baby oil, dll), usapkan ke wajah anak.
Lakukan pijatan lembut dengan menggunakan ujung jari jempol, kira-kira sekitar 3 kali pengulangan setiap gerakannya, tidak perlu terlalu lama, berikut langkahnya :
1. Pijat area dahi, dari titik tengah ke arah ke luar (pelipis).
2. Pijat dari cuping hidung ke arah telinga, dengan mengikuti bentuk tulang pipi.
3. Pijat dari pelipis ke arah dagu, mengikuti bentuk wajah.
4. Pijat area bawah dagu (otot lidah), dari arah dagu ke arah leher (sedikit saja, jangan sampai kena tenggorokan).
5. Tekan lembut dagu hingga mulut mengatup, dan pijat lembut dagunya.
6. Pijat lembut area bawah hidung ke arah garis senyum dan ke arah bawah (bibir).

Pijatan ini hanya membutuhkan waktu sebentar, bisa dilakukan sambil ajak anak ngobrol, 
bisa sambil menyebutkan nama area yang di pijat, agar bisa sekalian jadi ajang mengenalkan nama anggota tubuh 
Jangan lupa agar tetap konsultasikan dengan dokter dan terapis agar mendapatkan arahan yang lebih tepat.
Videonya bisa cek di sini

Jumat, 12 Agustus 2016

Menyusui Kirana : Tantangan Langka part 1

Dalam rangka ikut meramaikan Pekan ASI Sedunia, maka saya akan menceritakan kisah menyusui dengan tantangan langka, dan inilah bagian pertama, memberikan ASI bagi Kirana selama dirawat di Rumah Sakit.
Setelah berhasil menyusui Kasih hingga sekitar usia 2 tahun 8 bulan dengan beberapa tantangan umum seperti flat nipple, inverted nipple, ngantor, pas-pasan supplier, aku merasa percaya diri, bahwa menyusui anak ke 2 akan lebih mulus, IMD akan dilakukan dengan baik.
Aku pun mulai melakukan 'belanja' faskes dan nakes, hingga sepakat untuk melakukan delayed cord clamping (DCC), IMD (Inisiasi Menyusu Dini), dan rooming in, namun apa daya, ternyata perkiraanku salah total.
Kirana terdiagnosa PJT (Pertumbuhan Janin Terhambat) menjelang akhir masa kehamilanku, dan akhirnya kehamilanku pun diterminasi saat gestasi 37-38 minggu, Kirana lahir tanggal 8 Februari 2014, tak menangis, maka buyarlah harapanku untuk melakukan DCC dan IMD, karena Kirana segera dibawa ke NICU, saat itu aku masih belum membayangkan bahwa aku akan menghadapi tantangan menyusui dari sebuah kelainan langka.
Awalnya aku hanya mendengar pirobin, tanpa aku tahu tantangan apa yang akan kuhadapi, hingga akhirnya aku mengenal Pierre Robin Sequence (PRS), tapi aku masih belum tahu bahwa PRS akan membuat usahaku menyusui Kirana menjadi sebuah pengalaman luar biasa.
Pierre Robin Sequence adalah suatu kelainan langka dengan angka kejadian sekitar 1:8500, ditandai dengan dagu yang sangat kecil (micrognathia) dan atau lebih mundur (retrognathia), lidah yang 'jatuh' dan menutup jalan nafas (glossotopsis), serta langit mulut yang bercelah (cleft palate) atau tinggi (high-arched palate), hal ini membuat Kirana beresiko tertutup jalan nafasnya, apalagi dia juga mengalami laryngomalacia.
Setelah terlahir, dia segera dibawa ke NICU karena asfiksia, aku berusaha mengusir rasa gundah di hatiku, ibu mana yang bisa 100% tenang saat mengetahui anaknya berada di ruang ICU? Aku ingin segera memerah ASI ku agar produksi ASI terstimulasi sekaligus mengalihkan pikiranku, namun aku belum menyiapkan apapun, belum ada botol, apalagi breastpump, sementara tanganku yang memang mudah sekali ngilu akibat sering kena tendang saat dulu aku masih menjadi atlet, membuatku agak kesulitan jika harus memerah pakai tangan atau marmet, akhirnya aku menunggu sampai ada suster yang datang ke ruangan.
Siang itu, seorang suster datang, aku menanyakan cara agar aku bisa meminjam botol dan juga breastpump, suster pun bertanya,"ASI-nya sudah keluar bu?", sambil memeriksa payudaraku, lalu kembali berkata,"Ini sih belum ada isinya bu, dipijit saja dulu yaah.", namun karena aku tetap bertanya, maka suster memberikan info bahwa aku bisa meminjam botol di ruang NICU, maka saat jam jenguk sore, aku pun meminjam beberapa botol dari ruang NICU, dan segera di malam harinya aku mencoba memerah ASI, perah pakai tangan atau tehnik marmet, dan ternyata payudaraku yang sempat dibilang masih 'kosong', bisa menghasilkan 10ml kolostrum, cairan emas yang memiliki manfaat luar biasa.
Saat itu Kirana masih dipuasakan, saat aku perah pun hari sudah malam, kalau tidak salah, sudah sekitar jam 23.00, sehingga ASIP aku simpan di kulkas yang berada di nurse station ruang rawatku, sejak malam itu aku mulai rutin perah setiap 2-3jam sekali, toh aku tak ada kesibukan lain, sehingga perah ASI bisa mengisi waktu kosongku, dan hasilnya pun aku kumpulkan untuk Kirana.
Keesokan harinya sekitar jam 12, dengan sumringah aku menuju ruang NICU, aku membawa beberapa botol ASIP yang masih tampak sangat kuning, untuk Kirana, aku menyerahkan kepada suster yang merawat, suster pun berkata,"Bayinya sudah boleh minum ma, ini untuk nanti sesi jam 15.", aku terkejut, mengapa disimpan untuk jam 15, padahal Kirana sudah boleh minum? Rupanya seorang suster yang merawat Kirana, telah memberikan susu formula, tanpa seijinku ataupun suamiku, padahal aku masih berada di ruang perawatan yang hanya berbeda lantai dengan ruang NICU, aku pun marah, karena memberikan susu formula tanpa ijin itu menyalahi aturan, namun suster berkelit, bahwa dokter telah menginstruksikan Kirana boleh minum baik ASI ataupun susu formula.
Jujur, saat itu aku sangat kesal, padahal ASIP sudah siap sejak malamnya, tapi aku kecolongan, Kirana diberikan susu formula tanpa ijin, sebanyak 2cc. Rasanya ingin memproses kejadian tersebut, namun suamiku mengingatkan aku untuk tidak terlalu keras karena Kirana masih dirawat di sana, sehingga aku pun menahan diri, lagipula jujur, aku pun saat itu tidak tahu harus mengadu ke mana. Aku menegur suster yang melakukan hal tersebut, dan meminta agar hal tersebut jangan sampai terulang.
Seminggu aku berada di ruang perawatan, semua masih terasa 'mudah', makan minum selalu terjamin, aku tak punya kegiatan lain selain perah ASI sambil menunggu waktu untuk menjenguk Kirana di NICU, sehingga perah rutin setiap 2-3jam sekali juga relatif mudah dilakukan, aku bisa jelas melihat perubahan warna ASI sejak hari pertama kelahiran, mulai dari berwarna sangat kuning hingga akhirnya menjadi putih gading seperti warna susu pada umumnya, demikian juga kuantitas hasil perahku, mulai dari 10ml hingga menjadi 100ml bahkan lebih, dan semua itu lebih dari cukup untuk asupan Kirana, aku bahkan membuat kulkas penuh sampai beberapa suster bertanya bagaimana caranya aku bisa mengumpulkan ASIP sebanyak itu, padahal aku ini bukan tipe over supplier, aku justru tipe pas-pasan supplier heheehheehee. Namun komitmen dan disiplin perah membuat ASIP-ku tampak banyak.
Akhirnya tiba saat aku tak bisa lagi tinggal di ruang perawatan paska persalinan di RS, aku harus pulang, sementara Kirana masih harus berada di RS. Saat itu tentunya aku masih dalam masa nifas, aku menumpang di rumah mertuaku agar jarak ke RS sedikit lebih dekat jika dibandingkan dari rumahku sendiri, namun setiap 3-4 hari sekali aku pulang ke rumahku sendiri, dan 'libur' mengunjungi Kirana. Jadwal perahku mulai sedikit terganggu namun masih cukup rutin, setiap hari aku bolak-balik ke RS, namun bukan untuk setor ASIP, karena stok ASIP Kirana sangat cukup yang aku tinggalkan di kulkas RS, aku membawa stok ASIP hanya jika stok di RS sudah menipis, aku setiap hari menempuh jarak sekitar 24 km, menggunakan angkutan umum demi mengunjungi Kirana meski hanya bisa menjenguk sesuai jadwal, tidak bisa menemani sepanjang hari, dan jika aku 'libur' untuk kembali ke rumahku dan meluangkan waktu bersama Kasih, aku akan sampaikan hal ini kepada Kirana, aku yakin dia memahami pesanku, dan ayahnya juga akan datang menjenguk dia.
Hari terus berlalu, Kirana masih terus menggunakan OGT untuk minum, dia akan membiru (cyanosis) jika minum melalui mulutnya, namun sebagian perawat di RS terus berusaha melatih dia minum per oral, meski ada sebagian yang tidak berani melakukannya. Ada senam wajah yang juga dilakukan untuk merangsang reflek menghisap, menelan, aku pun diajari untuk melakukan terapi ini.
Aku dilatih untuk memberikan minum melalui OGT, sebagai persiapan membawa pulang Kirana, hingga akhirnya Kirana diijinkan pulang tepat 1 bulan kurang 1 hari Kirana dirawat, aku membawa Kirana pulang, dengan OGT yang masih menempel manis di mulutnya, dengan tubuhnya yang tampak mungil dalam pelukanku, beratnya saat pulang adalah 2,6kg, sementara tubuhku besar, sehingga orang seringkali berkata,"Anaknya umur berapa? Kecil yah, padahal ibunya besar.", tapi tak mengapa, Kirana ku memang mungil, dia seperti peri imut yang cantik, aku senang bisa memeluknya dan membawanya pulang setelah hampir 1 bulan aku harus bolak-balik ke RS, meski aku tak tahu tantanganku masih panjang membentang, demikian juga tantangan menyusuiku, sebuah tantangan langka, yang akan kulanjutkan kisahnya nanti.

Minggu, 26 Juni 2016

Kelainan Langka Itu Bernama Pierre Robin Sequence

8 Februari 2014, Kirana lahir, suamiku bilang bahwa semua suster menyebut-nyebut pirobin, yang aku sendiri tak tahu apa itu pirobin, saat itu aku dan suamiku memilih nama indah baginya, sebuah nama yang mengandung doa, Kirana Aisha Putri Wibowo, kami berharap putri kami yang cantik dan bercahaya akan selalu sehat dan ceria.

Saat itu, aku belum bisa melihat wajah putriku, ya, dia segera dibawa pergi tanpa sempat aku memandang wajahnya, Kirana mengalami asfiksia, semua begitu cepat, setelah dia lahir, tim medis segera membawanya ke NICU, sementara aku masih berada di ruang VK, dan beberapa saat kemudian baru dipindahkan ke ruang perawatan, ruang rawat kelas 3 berkapasitas 4 pasien, namun saat itu aku hanya sendiri, belum ada pasien lainnya.

Akhirnya waktu menunjukkan jam 11, artinya aku bisa bertemu putriku, aku pun tak sabar menemuinya, aku pun segera menuju ruang NICU, dan untuk pertama kalinya aku bisa memandang wajahnya, namun ini bukan pemandangan yang biasa dan menyenangkan, putri kecilku tampak seperti putri tidur, dia mungil, tubuhnya dipenuhi kabel alat pantau, jarum infus, di mulutnya terdapat sebuah selang kecil, dan dia berada di dalam sebuah kotak kaca bernama inkubator.
Aku tak dapat memeluknya apalagi menggendongnya, aku hanya bisa memasukkan tanganku melalui 'jendela' kecil di sisi inkubator dan mengusap pelan kepalanya, memegang lembut tangannya, aku hanya bisa berkata dalam hati,"Anak cantik, yang kuat yah, cepat sehat agar kita bisa pulang ke rumah.", aku yakin dia akan merasakannya.

Ibu mana yang tak bersedih saat menyaksikan buah hatinya dalam keadaan seperti itu?
Demikian juga denganku, rasanya sesak dan ingin menangis, namun aku tahu aku harus tetao kuat dan tersenyum, Kirana butuh energi positif, dia butuh kekuatan.

Selama berada di NICU, aku tak bisa menemani Kirana selama 24jam, aku hanya diperkenankan menjenguknya sesuai jadwal yang ditentukan.
Saat bertemu dengan salah satu dari tim dokter, beliau mengatakan,"Anak ibu dagunya kecil, dia pirobin.", aku pun bingung, aku tak pernah mendengar istilah tersebut sebelumnya, hingga akhirnya aku mencoba mencari info dengan cara browsing, aku memakai kata kunci 'dagu kecil, pirobin', dan akhirnya muncul lah beberapa info mengenai Pierre Robin Syndrome atau Pierre Robin Sequence, akhirnya aku mengetahui bahwa kelainan langka itu bernama Pierre Robin Sequence/Syndrome (PRS), meski saat itu kupikir PRS bukanlah masalah besar, karena kala itu yang kubaca di sebuah situs lokal, dagu kecil pada PRS akan berkembang dan mencapai ukuran normal di usia sekitar 3-18 bulan,"OK, it's not a big deal, i can handle it. Nanti akan berkembang dan semuanya akan baik-baik saja.", aku sama sekali tak menyangka bahwa PRS akan membawaku pada perjalanan panjang, teka-teki rumit dalam mencari 'diagnosa besar' bagi Kirana si peri imutku yang langka.

Senin, 03 Agustus 2015

MEDIA PEMBERIAN ASI PERAH (ASIP)

Seringkali seorang ibu pergi meninggalkan bayinya untuk waktu tertentu dengan suatu alasan, seperti bekerja, sekolah, ada leperluan yang tidak bisa mengajak bayi untuk ikut serta, dan sebagainya.
[Mabes TATC - Mari Belajar Sama-sama, Tambah ASI Tambah Cinta]
2 Agustus 2015
Masih dalam rangkaian Pekan ASI Sedunia yang tahun ini mengambil tema 'Breastfeeding and Work, Let's Make It Work', kali ini yuk kita kupas media penyajian Air Susu Ibu Perah (ASIP). ASI adalah hak anak, tetapi bagaimana ketika ibu dan bayi harus terpisah jarak atau ada kondisi lain yang membuat bayi tak bisa menyusu langsung? Pemberian ASIP menjadi jawabannya.
Nah, untuk menyajikan ASIP yang telah disiapkan agar bisa diminum oleh bayi tentunya perlu sarana atau media. Beberapa media yang bisa dipilih adalah:
1. Cangkir kecil atau sloki. Tidak harus yang bermerk/dikhususkan untuk itu sebenarnya (yang biasanya disebut cup feeder), tetapi bisa juga manfaatkan yang sudah ada. Seorang teman kuliah saya memilih gelas beling biasa, sedangkan salah satu admin di sini menggunakan tutup botol dot.
2. Sendok. Jika ada, pilih yang bahannya empuk untuk mengurangi kemungkinan menyakiti gusi atau rongga mulut bayi. Praktis dan biasanya di setiap rumah ada, sehingga cocok juga untuk yang pemberian ASIP-nya hanya temporer atau mendadak.
3. Botol sendok, ada botol sendok yang sebetulnya ditujukan untuk penyajian MPASI dengan tekstur lebih kental ketimbang ASIP, sehingga beberapa sumber tidak menyarankan untuk ASIP yang akan mengalir lebih cepat dengan ukuran lubang seperti itu.
4. Ada pula semacam botol sendok yang memang fungsinya untuk kasih ASIP, biasanya disebut dengan soft cup feeder. Ujungnya tidak selalu mirip dengan sendok memang, tapi cara kerjanya lebih kurang sama dengan botol sendok yaitu bagian badan/botol penampung ASIP atau leher 'sendok'-nya dipencet agar cairan dalam badan/botolnya keluar.
5. Pipet tetes, bisa pakai yang sering disertakan dalam kemasan obat untuk bayi, atau beli di apotek.
6. Spuit suntikan tanpa jarum, ini juga bisa dicari di apotek. Berhubung saya tidak punya, di foto ini diwakili dengan medicine feeder yang cara kerjanya sistem piston untuk disemprotkan juga seperti suntikan.
7. Cangkir dengan corot dari bahan tidak kenyal (sippy cup/training cup dengan hard spout). Pastikan keterangan usia di kemasan sesuai dengan umur bayi saat cangkirnya akan dipakai, dan pilih yang ada katup antisedaknya.
8. Media khusus untuk kondisi tertentu seperti Haberman feeder yang diperuntukkan bagi bayi dengan bibir/langit-langit mulut yang berbeda. Terdapat pula alat bantu menyusui berupa selang kecil yang ditempelkan di payudara untuk mengalirkan ASIP saat proses relaktasi agar bayi kembali bisa menyusu langsung atau menyusu ke ibu adopsi misalnya.
Lalu, bagaimana dengan dot?









Dot adalah media penyajian untuk bayi yang tampaknya paling umum dipakai, entah itu isinya sufor, ASIP, air putih, sari buah, maupun minuman lainnya. Namun, pemakaian dot sejatinya tidak disarankan karena berbagai risiko yang ada. Jika dulu semasa saya menyusui anak pertama yang sering dikhawatirkan dan ditanyakan ibu-ibu lalu mendorong munculnya berbagai saran adalah 'bagaimana agar bayi tidak bingung puting?' dalam arti tips supaya bayi tetap mau menyusu langsung meskipun saat berjauhan dari ibu diberi dot, belakangan risiko lain mengemuka (atau sayanya saja yang kurang gaul ya sampai telat tahunya, hehehe). Jadi, ada yang diistilahkan sebagai bingung puting silent, kondisi di mana bayi tidak menolak menyusu pada payudara ibunya, tetapi produksi ASI ibu menurun. Ini dikarenakan dot merusak daya isap bayi, walhasil ASI yang terambil tidak maksimal dan 'pengosongan' payudara yang seharusnya mendorong ASI dibuat lagi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Belum lagi dampak lain terhadap kesehatan yang mengintai gara-gara pakai dot, antara lain infeksi telinga, masalah gigi, dan obesitas. Oh ya, cangkir bayi dengan corot kenyal/soft spout juga baiknya dihindari karena mekanismenya mirip dot. Berlaku juga untuk dot yang diklaim mirip payudara ibu, ya. Toh payudara tiap ibu (bahkan kanan-kiri pada orang yang sama) kan beda-beda ya bentuk dan ukurannya. Lagipula, irama isapan bayi yang di awal menyusu pendek-pendek cepat untuk nantinya diperlambat dan diperdalam juga tidak bisa diterapkan pada dot, termasuk dot yang dipromosikan jika dibalik isinya tidak tumpah.
Selanjutnya, bagaimana agar bayi lancar minum ASIP dengan media yang sudah dipilih? Beberapa tips di bawah ini bisa diterapkan:
1. Cari tahu dulu bagaimana cara penggunaan media yang dipilih dengan tepat. Misalnya untuk cangkir dan sendok, tempelkan ke mulut bayi agar bayi menjilat atau menyeruput sendiri, bukan ASIP-nya yang dituang ke mulut bayi. Sedangkan untuk pipet dan spuit, semprotkan ke dinding pipi bagian dalam, bukan ke kerongkongan. Posisi bayi tentu cenderung tegak, tidak boleh berbaring. Yang dikhawatirkan biasanya adalah potensi tersedak. Perlu ketelatenan dan kesabaran memang. Media penyajian ini juga bisa cocok-cocokan, oleh karenanya jika memungkinkan cobalah beberapa jenis media (yang aman), mana yang lebih nyaman bagi bayi maupun yang mengasuhnya.
2. Kalau perlu, cari video contohnya, misalnya di youtube agar bayangannya lebih jelas. Ajak orang yang nanti akan rutin menyajikan atau melatih minum ASIP-nya nonton bareng.
3. Kenapa harus nonton bareng? Karena yang (melatih) menyuapi ASIP idealnya bukan ibu. Apabila ada 'gentong' aslinya, bahkan sekadar tercium aromanya, bayi cenderung akan menolak ASIP. Jadi selama dilatih, ibu ngumpet dulu ya, kalau perlu keluar rumah. Seringkali perlu juga membangun bonding terlebih dahulu antara bayi dengan yang akan menyajikan ASIP-nya sehari-hari.
4. Sampaikan apa yang ibu inginkan terkait penyajian ASIP ini ke orang-orang di rumah/pengasuh (mungkin di tempat penitipan) sedini mungkin. Bisa dipahami bahwa ada kemungkinan penolakan, jadi sekali lagi sabar ya untuk menjelaskan baik-baik (atau galak-galak, hehehe, ibu yang lebih tahu karakter lawan bicara). Latih juga bayi minum ASIP sejak awal, bahkan jika belum dapat-dapat pengasuh. Setidaknya bayi sudah akrab dengan media tersebut sehingga kalaupun pengasuh baru didapat di saat-saat terakhir menjelang ibu masuk kerja (saya banget, ini!), adaptasinya tidak sulit.
5. Tawarkan ASIP ke bayi saat bayi belum lapar benar. Prinsipnya hampir sama dengan menawarkan menyusu langsung, jadi kalau bayi sudah telanjur nangis gara-gara tanda laparnya terlambat direspon, usahakan pengasuhnya tenang dulu agar bisa menenangkan bayi. Berikan ASIP setelah tangis bayi reda.
6. Sounding alias sampaikan ke bayi dengan kata-kata positif, misalnya "Anak pinter yuk kalau bunda pergi minum ASIP-nya pakai ini ya...". Usia semuda itu bukan berarti bayi bakal tak mengerti apa yang kita sampaikan.
7. Sekali lagi, sabar dan semangat. Jika ibu menemui kesulitan, tidak tidak ada salahnya minta tolong pihak yang kompeten seperti konselor laktasi untuk mengajari.
8. Doa, tentunya.

Sumber : copas tulisan mba Leila Rizki Niwanda di grup Tambah ASI Tambah Cinta
==============================================================================
Kirana minum menggunakan Haberman feeder

Haberman feeder
Kirana menggunakan OGT.
Ada tambahan media pemberian ASIP,tapi untuk anak yang mempunyai kesulitan menyusu karena kondisi medis dan atau pada ABK (sepertinya ada juga ibu dari anak-anak seperti ini yang tetap bekerja),seperti anak dengan CBL,PRS,DS,dsb (jika tidak memungkinkan menggunakan media yang sudah disebutkan di atas) :
- special needs feeder (kalau di Indonesia setahu saya ada merk Medela dan Pigeon saja,tapi di LN juga ada merk Mead Jhonson,dr.Brown.) → ini wujudnya tampak seperti dot,tapi saya pernah diinformasikan oleh salah seorang KL bahwa ini tidak termasuk golongan dot,melainkan feeder.
- OGT (Oral-Gastric Tube) → selang kecil (sonde) yang dimasukkan melalui mulut,jadi asupan langsung menuju ke lambung
- NGT (Naso-Gastric Tube) → selang kecil (sonde) yang dimasukkan melalui hidung,jadi asupan langsung menuju ke lambung
- Gtube (Gastric Tube) → selang kecil (sonde) yang dimasukkan langsung dari perut,jadi asupan langsung menuju ke lambung (yang ini saya belum tahu apa diterapkan juga di Indonesia atau tidak,tapi yang umum saya lihat yah OGT dan NGT)

Note : sonde hanya digunakan dalam kondisi yang cukup parah,anak tidak bisa menggunakan mulutnya untuk makan dan minum. Sonde juga punya resiko seperti resiko infeksi,resiko perlukaan,anak juga berkurang kesempatan belajar mengunyah,menelan,menghisap,menggunakan oromotornya,dsb. Cmiiw

Mengapa tidak dianjurkan memakai dot?
Karena dot menyimpan resiko, seperti bingung puting, over feeding, dsb.
Untuk selengkapnya silakan cek di sini