Tampilkan postingan dengan label kelainan bawaan lahir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kelainan bawaan lahir. Tampilkan semua postingan

Senin, 05 Februari 2018

ANOPTHALMIA dan MICROPTHALMIA

Tak terasa, lama tak menjamah blog ini, tampaknya sudah berdebu, bulukan dan bisa panen jamur hehehehehehe.

Februari telah datang kembali, dunia akan menyambut Rare Disease Day yang dirayakan di hari terakhir bulan Februari, dan seperti tahun sebelumnya, aku ingin mengajak untuk mengenal penyakit langka.

Kali ini, aku akan membahas anopthalmia dan micropthalmia, ini adalah hutang ke seorang teman, sudah lama janji mau bahas ini, eeeh baru dilaksanakan sekarang.


Apa sih anopthalmia dan micropthalmia?



Anophthalmia and microphthalmia describe, respectively, the absence of an eye and the presence of a small eye within the orbit.
Sumber : NCBI

Anophthalmia dan microphthalmia dideskripsikan sebagai absennya mata dan tampilnya mata yang berukuran kecil di orbit.

Anophthalmia and microphthalmia are birth defects of a baby’s eye(s). Anophthalmia is a birth defect where a baby is born without one or both eyes. Microphthalmia is a birth defect in which one or both eyes did not develop fully, so they are small.
Anophthalmia and microphthalmia develop during pregnancy and can occur alone, with other birth defects, or as part of a syndrome. Anophthalmia and microphthalmia often result in blindness or limited vision.
Sumber : CDC

Anophthalmia dan microphthalmia adalah kelainan bawaan lahir pada mata.
Anophthalmia adalah kelainan bawaan lahir di mana bayi terlahir tanpa salah satu atau kedua matanya.
Microphthalmia adalah kelainan bawaan lahir di mana salah satu atau kedua matanya tidak berkembang dengan baik, sehingga berukuran kecil.
Anophthalmia dan microphthalmia terjadi selama masa kehamilan dan bisa menjadi kelainan tunggal atau bersamaan dengan kelainan bawaan lahir lainnya atau menjadi bagian dari suatu sindrom.
Anophthalmia dan microphthalmia seringkali menyebabkan kebutaan atau gangguan penglihatan.

Anophthalmia can be challenging to treat. Patients with anophthalmia often require a team of specialists for proper care. Considerations include identifying associated abnormalities (eg, microcephalia) that may present additional risks to the patient.
Anophthalmia may lead to serious problems in a child due to not only the absence of a seeing eye but also the secondary disfigurement of the orbit, the lids, and the eye socket. Early treatment with various expanders or surgery, when necessary, will help decrease the orbital asymmetry and cosmetic deformities in these children.
Sumber : Medscape

Mengatasi anopthalmia bisa menjadi sangat menantang. Pasien anopthalmia seringkali membutuhkan tim spesialis untuk perawatan yang tepat. Perhatian juga meliputi indentifikasi abnormalitas yang terasosiasi (contohnya : mikrosefali) yang mungkin menimbulkan tambahan resiko pada pasien.
Anopthalmia mungkin menyebabkan masalah serius pada anak, tidak hanya karena ketiadaan mata tapi juga pengrusakan sekunder pada orbit, kelopak mata dan soket mata. Penanganan dini dengan berbagai variasi pemekaran atau tindakan operasi jika dibutuhkan, akan membantu mengurangi orbit yang asimetri dan kelainan bentuk pada anak.


PENEGAKKAN DIAGNOSA

Anophthalmia and microphthalmia can either be diagnosed during pregnancy or after birth. During pregnancy, doctors can often identify anophthalmia and microphthalmia through an ultrasound or a CT scan (special x-ray test) and sometimes with certain genetic testing. After birth, a doctor can identify anophthalmia and microphthalmia by examining the baby. A doctor will also perform a thorough physical exam to look for any other birth defects that may be present.
Sumber : CDC

Anophthalmia dan microphthalmia bisa terdiagnosa selama masa kehamilan maupun setelah bayi dilahirkan. Selama masa kehamilan, seringkali dokter bisa mengidentifikasikan anophthalmia dan microphthalmia melalui USG atau CT scan (pemeriksaan X-ray yang khusus) dan kadang dengan pemeriksaan genetik.
Setelah bayi terlahir, dokter bisa mengidentifikasikan anophthalmia dan microphthalmia dengan melakukan pemeriksaan pada bayi. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik bayi secara seksama dan menyeluruh untuk kemungkinan adanya kelainan bawaan lahir lainnya.


Prevalensi (sumber : Medscape)

United States
Congenital anophthalmos is a very rare condition that has a reported prevalence rate of 0.18 per 10,000 births.
International
European rates are similar to those seen in the United States and have been reported as 0.19 case per 10,000 births.
Australian rates are reported as 0.06-0.42 case per 10,000 births and 0.2-1.7 cases per 10,000 births for anophthalmia and microphthalmia, respectively.

Anopthalmos kongenital adalah kondisi yang sangat langka.
Di US dilaporkan prevalensinya 0,18 per 10.000 kelahiran
Di Eropa seruoa dengan di US, prevalensinya 0,19 per 10.000 kelahiran.
Sementara di Australia angka kejadian anopthalmia adalah 0,06-0,42 kasus per 10.000 kelahiran dan 0,2-1,7 kasus per 10.000 kelahiran untuk micropthalmia


Treatment

Treatment is directed towards maximising existing vision and improving cosmesis through simultaneous stimulation of both soft tissue and bony orbital growth. Mild to moderate microphthalmia is managed conservatively with conformers. Severe microphthalmia and anophthalmia rely upon additional remodelling strategies of endo-orbital volume replacement (with implants, expanders and dermis-fat grafts) and soft tissue reconstruction. The potential for visual development in microphthalmic patients is dependent upon retinal development and other ocular characteristics.
Sumber : NCBI

Perawatannya adalah langsung memaksimalkan fungsi penglihatan yang masih ada dan meningkatkan cosmesis melalui stimulasi yang simultan antara jaringan lunak dengan perkembangan tulang orbit

There is no treatment available that will create a new eye or that will restore complete vision for those affected by anophthalmia or microphthalmia. A baby born with one of these conditions should be seen by a team of special eye doctors:
  • An ophthalmologist, a doctor specially trained to care for eyes
  • An ocularist, a healthcare provider who is specially trained in making and fitting prosthetic eyes
  • An oculoplastic surgeon, a doctor who specializes in surgery for the eye and eye socket

Sumber : CDC

Tidak ada perawatan yang tersedia untuk membuat mata baru atau untuk mengembalikan fungsi penglihatan secara utuh pada mata yang mengalami anophthalmia atau microphthalmia. Bayi yang terlahir dengan kondisi ini harus melakukan konsultasi dengan tim dokter spesialis mata yang khusus, yaitu :
  • Opthalmologist, dokter spesialis yang terlatih untuk merawat mata
  • Ocularist, tenaga kesehatan yang terlatih secara khusus untuk membuat mata prostetik.
  • Oculoplastic surgeon, dokter spesialis bedah mata dan soket mata.


If anophthalmia or microphthalmia affects only one eye, the ophthalmologist can suggest ways to protect and preserve sight in the healthy eye. Depending on the severity of anophthalmia and microphthalmia, children might need surgery. It is important to talk to their team of eye specialists to determine the best plan of action.
Babies born with these conditions can often benefit from early intervention and therapy to help their development and mobility.
Sumber : CDC

Jika anophthalmia atau microphthalmia hanya mengenai salah satu mata, opthalmologist bisa menyarankan untuk melindungi dan menjaga fungsi penglihatan pada mata yang sehat. Tergantung pada seberapa berat kondisi anophthalmia atau microphthalmia, anak mungkin saja memerlukan tindakan operasi.
Sangat penting mendiskusikan dengan tim spesialis mata untuk menentukan rencana tindakan terbaik.
Bayi yang terlahir dengan kondisi ini, seringkali mendapatkan manfaat dari intervensi dini dan terapi untuk membantu perkembangan dan mobilitas anak.

Jumat, 17 Februari 2017

MICROTIA

MICROTIA



Ada banyak sekali jenis kelainan langka, yang nampak maupun tidak nampak.
Pernahkah kamu melihat orang yang telinganya kecil atau bahkan tidak ada telinga?
Ini bukan hoax, memang ada loh orang yang telinganya mungil, atau bahkan tidak punya telinga, namanya microtia dan anotia
Penasaran?
Kita bahas yuks hehehehehe.

Microtia adalah.............

Microtia is a congenital malformation of variable severity of the external and middle ear. (Sumber : Medscape)
Microtia adalah malformasi kongenital dari telinga bagian luar (daun telinga) dan telinga bagian tengah, dengan berbagai variasi tingkat keparahan.

Microtia is a congenital anomaly of the ear that ranges in severity from mild structural abnormalities to complete absence of the ear, and can occur as an isolated birth defect or as part of a spectrum of anomalies or a syndrome. (Sumber : NCBI)
Microtia adalah anomali kongenital pada telinga dengan tingkat keparahan mulai dari abnormalitas struktur yang ringan hingga tidak ada telinga sama sekali, dan bisa merupakan kelainan bawaan lahir yang terisolasi (tanpa kelainan lainnya) atau merupakan bagian dari spektrum suatu anomali atau sindrom.

Anotia and microtia are birth defects of a baby’s ear. Anotia happens when the external ear (the part of the ear that can be seen) is missing completely. Microtia happens when the external ear is small and not formed properly. (Sumber : CDC)
Anotia dan microtia adalah kelainan bawaan lahir pada telinga bayi. Anotia adalah ketika tidak ada daun telinga sama sekali. Microtia adalah ketika daun telinga berukuran kecil dan tidak terbentuk dengan baik.

Anotia/microtia usually happens during the first few weeks of pregnancy. These defects can vary from being barely noticeable to being a major problem with how the ear formed. Most of the time, anotia/microtia affects how the baby’s ear looks, but usually the parts of the ear inside the head (the inner ear) are not affected. However, some babies with this defect also will have a narrow or missing ear canal. (Sumber : CDC)
Anotia/microtia biasanya terjadi saat beberapa minggu pertama kehamilan. Defek ini bisa bervariasi mulai dari hampir tidak tampak hingga menjadi masalah mayor dengan bentuk telinga. Seringkali anotia/microtia mempengaruhi bentuk telinga bayi, tapi biasanya bagian telinga yang di dalam kepala (telinga bagian dalam) tidak terpengaruh. Bagaimana pun, beberapa bayi dengan defek ini juga akan memiliki kanal telinga yang kecil atau tidak memiliki kanal telinga.

Microtia is often associated with hearing loss and patients typically require treatment for hearing impairment and surgical ear reconstruction. (Sumber : NCBI)
Microtia biasanya diasosiasikan dengan gangguan pendengaran dan pasien biasanya membutuhkan penanganan untuk gangguan pendengaran dan operasi rekonstruksi telinga.

Ada 4 tipe microtia, yaitu tipe 1 sampai tipe 4.
Tipe 1 adalah bentuk paling ringan, di mana telinga memiliki bentuk normal, namun ukurannya lebih kecil dari telinga normal.
Tipe 4 adalah bentuk paling berat, di mana daun telinga sama sekali tidak ada (anotia).
Kondisi ini bisa mempengaruhi salah satu (lebih sering terjadi) atau kedua telinga


Microtia biasanya akan terlihat jelas saat bayi lahir, dan dokter mungkin perlu melakukan pemeriksaan seperti Ct scan untuk mengetahui struktur dalam telinga, dan juga pemeriksaan lainnya secara menyeluruh untuk mendeteksi ada atau tidak ada kelainan lainnya.

Seberapa sering sih Microtia terjadi?

from 0.83 to 17.4 per 10,000 births and the prevalence is considered to be higher in Hispanics, Asians, Native Americans, and Andeans. (Sumber : NCBI)
Bervariasi dari 0,83 sampai 17,4 per 10.000 kelahiran.

Recently, state birth defects tracking systems have estimated that anotia/microtia range from less than 1 in 10,000 live births to about 5 in 10,000 live births. (Sumber : CDC)
Diperkirakan kejadian anotia/microtia kurang dari 1 dalam 10.000 kelahiran hidup hingga 5 dalam 10.000 kelahiran hidup.

Severe anomalies, such as microtia, occurred in approximately 3 in 10,000 live births. Occurrence has been reported to be 1 in 4000 in the Japanese population and as high as 1 in 900 to 1 in 1200 in the Navajo population. (Sumber : Medscape)
Microtia diperkirakan terjadi mendekati angka 3 dalam 10.000 kelahiran hidup, di Jepang dilaporkan terjadi 1:4.000, dan 1 dalam 900 hingga 1 dalam 1.200 di Navajo.

Microtia occurs more frequently in males, with an estimated 20-40% increased risk compared to females. Microtia can occur bilaterally, although 77–93% of affected individuals have unilateral involvement. (Sumber : NCBI)
Microtia lebih sering terjadi pada laki-laki, dengan estimasi 20-40% peningkatan resiko jika dibandingkan pada perempuan.
Microtia bisa terjadi bilateral (di ke dua telinga), meskipun 77-93% dari penyintas mengalami unilateral (hanya terjadi pada 1 telinga).

Kenapa microtia bisa terjadi? (Sumber : CDC)

The causes of anotia/microtia among most infants are unknown. Some babies have anotia/microtia because of a change in their genes. In some cases, anotia/microtia occurs because of an abnormality in a single gene, which can cause a genetic syndrome. Another known cause for anotia/microtia is taking a medicine called isotretinoin (Accutane®) during pregnancy.
Penyebab terjadinya anotia/microtia pada mayoritas bayi masih belum diketahui. Beberapa bayi terlahir dengan anotia/microtia karena karena perubahan pada gen. Pada sebagian kasus, anotia/microtia terjadi karena abnormalitas salah 1 gen, yang bisa menyebabkan sindrom genetik. Penyebab lainnya yang telah diketahui adalah konsumsi obat bernama isotretinoin (Accutane®) selama kehamilan.

Recently, CDC reported on important findings about some factors that increase the risk of having a baby with anotia or microtia:
  • Diabetes ― Women who have diabetes before they get pregnant have been shown to be more at risk for having a baby with anotia/microtia, compared to women who did not have diabetes.
  • Maternal diet—Pregnant women who eat a diet lower in carbohydrates and folic acid might have an increased risk for having a baby with microtia, compared to all other pregnant women.

Baru-baru ini, CDC melaporkan penemuan penting tentang beberapa faktor yang meningkatkan resiko melahirkan bayi dengan anotia atau microtia :
  • Diabetes
  • Diet selama kehamilan (diet rendah karbohidrat dan asam folat)


Bagaimana penanganannya? (Sumber : CDC)

Treatment for babies with anotia/microtia depends on the type or severity of the condition. A healthcare provider or hearing specialist called an audiologist will test the baby’s hearing to determine any hearing loss in the ear(s) with the defect. Even a hearing loss in one ear can hurt school performance. All treatment options should be discussed and early action may provide better results. Hearing aids may be used to improve a child’s hearing ability and to help with speech development.
Penanganan bayi dengan anotia/microtia tergantung dari tipe atau tingkat keparahan kondisinya. Audiologist atau spesialis THT akan melakukan tes pendengaran (screening pendengaran) untuk mengetahui ada atau tidak ada gangguan pendengaran pada telinga yang mengalami anotia/microtia.
Seluruh jenis tindakan harus didiskusikan dan tindakan yang dilakukan lebih awal mungkin akan memberikan hasil yang lebih baik. Alat bantu dengar mungkin bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan mendengar dan membantu perkembangan wicara.

Surgery is used to reconstruct the external ear. The timing of surgery depends on the severity of the defect and the child’s age. Surgery is usually performed between 4 and 10 years of age. Further treatment may be necessary if the child has other birth defects present.
Operasi bisa dilakukan untuk rekonstruksi daun telinga. Operasi dilakukan tergantung tingkat keparahan defek dan usia anak. Operasi biasanya dilakukan saat anak berusia antara 4-10 tahun.
Tindakan lainnya mungkin juga diperlukan jika anak memiliki kelainan bawaan lahir lainnya.

Kontraindikasi (Sumber : Medscape)

The only absolute contraindication to ear reconstruction is a health condition preventing the patient from undergoing a series of 2-3 surgeries under general anesthesia. The remaining contraindications to ear reconstruction are relative.
As in all plastic surgery, the outcome of surgery depends on patient selection. Relative contraindications to surgery include lack of family support, inability to follow through with surgical care, and unwillingness of the child.
Satu-satunya kontraindikasi absolut dilakukannya rekonstruksi telinga adalah kondisi kesehatan yang membuat pasien tidak dapat menerima tindakan operasi sebanyak 2-3 kali, dengan anastesi umum.

Prognosis

In the absence of other conditions, children with anotia/microtia can develop normally and lead healthy lives. Some children with anotia/microtia may have issues with self-esteem if they are concerned with visible differences between themselves and other children. Parent-to-parent support groups can prove to be useful for new families of babies with birth defects of the head and face, including anotia/microtia. (Sumber : CDC)
Anak yang lahir dengan anotia/microtia tanpa kondisi lainnya akan berkembang normal dan memiliki hidup yang sehat.
Beberapa anak dengan anotia/microtia mungkin mengalami isu dengan kepercayaan diri jika mereka peduli dengan perbedaan yang tampak pada dirinya jika dibandingkan dengan anak lainnya.

Rabu, 08 Februari 2017

KISTA DUKTUS KOLEDOKUS



Hari itu tiba-tiba aku menyadari bahwa Kirana mengalami ikterus, telapak kaki dan tangannya tampak jelas berwarna kuning, sehari sebelumnya urine Kirana berwarna kuning kecoklatan, hampir mirip teh, dan ketika aku lihat matanya, tamlak semburat kuning, masih tak tampak jelas,"Ada apa ini? Matanya kuning, ini bukan karena kelebihan karoten. Liver problem? Ya Allah, apa lagi ini?", perasaan tak enak menyeruak, bad feeling, terasa jauh lebih berat dari yang pernah ada, rasanya seperti ada sesuatu yang beraaaaattttt sekali, mengerikan, mengkhawatirkan, aku tahu itu bukan hal sepele, tapi aku tak mampu menebak apakah itu.

Aku membawa Kirana ke DSA dekat rumah, dari bahasa tubuhnya aku lihat keraguan, apakah memang Kirana kuning atau tidak, namun dia menyarankan untuk melakukan pemeriksaan lab.
Beberapa hari kemudian aku melakukan kunjungan ke poli gastro-hepato yang biasa kami kunjungi, pemeriksaan lab dilakukan, dan hasilnya cukup mencengangkan, fungsi hatinya kacau balau, SGOT, SGPT, alkali phosphate, gamma gt, semuanya tinggi, jauh di atas nilai normal, bahkan ada yang hampir mencapai 100x lipat nilai normal, namun sayangnya dokter sudah terlanjur pulang, sehingga komunikasi dilalukan melalui telepon, dokter hanya mengatakan,"Ada kelainan hati, tapi kita perlu USG hati untuk mengetahui kelainan apa itu.".

Keesokan harinya, aku membawa Kirana ke RS yang berbeda untuk menemui DSA langganan, kebetulan dokter tidak di tempat saat kami datang , sehingga kami menemui dokter lain yang juga sudah tahu riwayat Kirana, dan kebetulan adalah konsulen gastro di RS tersebut.
"Rawat inap yah bu, ini sudah emergency, kita harus segera mencari tahu apa yang terjadi. Hasil lab seperti ini, dan sudah ada pembesaran hepar, ini sudha emergency, harus rawat inap.", demikian instruksi dokter, dan beliau merujuk Kirana ke RS yang biasa kami datangi dengan alasan, kelengkapan alat dan obat.
Hari itu Kirana langsung opname, masuk melalui UGD, dan akhirnya kami tahu apa yabg terjadi.
"Ini kista bu, bawaan lahir. Memang kadang tidak bergejala"
"What?! Kista? Bawaan lahir? Yaa ampuun, ke mana aja kamu selama ini Nanda? Kamu yang 24/7 mengurus Kirana, kenapa sampai tidak menyadari hal ini?", aku menggerutu dalam hati, hatiku berkecamuk antara terpukul, sedih, marah, kecewa dan hampir tak percaya.
"Lalu apa yang bisa dilakukan dok?"
"Pilihannya hanya operasi atau tidak, nanti tergantung hepatolog-nya yah bu."
Rasanya ingin berteriak atau menangis sejadinya, saat itu juga, namun gengsi mengalahkannya, aku menangis saat sudaj kembali ke kamar, aku melihat bagaimana suamiku tampak terpukul, suaranya bergetar saat mendengar bahwa ada kista di tubuh Kirana.
Namun tak lama, aku tahu aku harus bergerak cepat, ada bom waktu yang harus dijinakkan segera, tanpa salah langkah, maka aku memilih segera mencari informasi tentang kista duktus koledokus, apa itu, bagaimana penanganannya, apakah ada opsi selain operasi, dll.
Akhirnya 2 September 2015, Kirana dioperas, kistanya diangkat, isinya cairan sebanyak 150ml, dan sudah terjadi sirosis bilier tahap awal.

Kista koledokus didefenisikan sebagai suatu dilatasi terlokalisasi atau difus dari traktus bilier yang dapat terjadi secara kongenital maupun akuisita. Adanya dilatasi ini mengganggu aliran empedu ekstrahepatik, aliran empedu intrahepatik, maupun keduanya nantinya akan menyebabkan obstruksi saluran empedu dan bahkan duodenum. Dilatasi paling sering terjadi pada duktus koledokus (common bile duct), tapi dilatasi saluran empedu intra hepatik saja atau berkombinasi dengan abnormalitas saluran ekstrahepatik juga mulai banyak ditemukan. (Sumber : arifsanjaya45).
Penyebab kista duktus koledokus masih belum diketahui.

Choledochal cysts are relatively rare in Western countries. Reported frequency rates range from 1 case per 100,000-150,000 to 1 case per 2 million live births.
International statistics
Choledochal cysts are much more prevalent in Asia than in Western countries. Approximately 33-50% of reported cases come from Japan, where the frequency in some series approaches 1 case per 1000 population (as described by Miyano and Yamataka).11 x
(Sumber : WebMD)
Kista duktus koledokus relatif lebih langka di negara barat, angka kejadiannya dilaporkan beragam dengan rentang 1 kasus per 100.000 - 150.000 sampai 1 kasus per 2 juta kelahiran hidup.
Namun di negara Asia cenderung lebih sering terjadi, diperkirakan sekitar 33-50% kasus terjadi di Jepang, frekuensinya diperkirakan sekotar 1 kasus per 1.000 populasi.

Kista koledokus adalah penyebab paling sering ikterus obstruktif pada anak-anak, namun dapat juga gejala awalnya muncul pada usia dewasa. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh kista koledokus lebih sering merupakan gejala dari komplikasi-komplikasi yang ditimbulkannya, termasuk kolangitis, sirosis bilier, hipertensi portal, batu, dan pecahnya kista. Kista koledokus memiliki karakteristik gejala berupa nyeri perut berulang, ikterus episodik dan teraba massa dikuadran kanan atas abdomen.

Diagnosis
"Test
No laboratory studies are specific for the diagnosis of a choledochal cyst, but some may be used to narrow the differential diagnosis. The following tests may be helpful:
  • Complete blood count with differential: Elevated white blood cell count with increased numbers of neutrophils and immature neutrophil forms may be noted in the presence of cholangitis.
  • Liver function studies: Elevated hepatocellular enzyme and alkaline phosphatase levels are nonspecific for choledochal cysts.
  • Serum amylase and lipase levels: Both may be elevated in the presence of pancreatitis, but they can also be elevated in the presence of biliary obstruction and cholangitis.
  • Serum chemistry levels: Results may be abnormal if the patient is vomiting (hypochloremic, hypokalemic metabolic alkalosis)

Imaging studies
The following imaging studies may be used to assess patients with suspected choledochal cysts:
  • Abdominal ultrasonography: Test of choice for the diagnosis of a choledochal cyst; can be useful for antenatal diagnosis.
  • Abdominal computed tomography (CT) scanning and magnetic resonance imaging (MRI): Help to delineate the anatomy of the lesion and the surrounding structures; can also assist in defining the presence and extent of intrahepatic ductal involvement
  • Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP): Useful for defining anomalous pancreatobiliary junctions and pancreatobiliary anomalies
(Sumber : WebMD)
Tidak ada pemeriksaan laboratorium spesifik untuk penegakkan diagnosa kista duktus koledokus, namun beberapa tes mungkin bisa dilakukan untuk mempersempit diferensiasi diagnosa, yaitu :
• Hema rutin
• Pemeriksaan fungsi hati
• Serum amilase dan lipase levels
• Serum chemistry levels

Dan ada beberapa pemeriksaan dengan pencitraan yang juga hisa digunakan untuk menilai pasien yang diduga mengalami kista duktus koledokus, yaitu :
• USG abdomen
• CT dan MRI abdomen
• MRCP

Surgery (operasi)
The treatment of choice for choledochal cysts is complete excision with construction of a biliary-enteric anastomosis to restore continuity with the gastrointestinal tract.
Pilihan penanganan untuk kista duktus koledokus adalah operasi yang sesuai dengan tipe kista duktus koledokus.
Ada 5 tipe kista duktus koledokus (untuk lengkapnya bisa dilihat di WebMD).

Kirana sendiri menjalani operasi, sehingga saat ini kista tersebut sudah tidak ada di tubuhnya, dan Kirana menunjukkan progress tumbuh kembang yang lebih baik.
Kirana paska operasi pengangkatan kista duktus koledokus

Rabu, 04 Januari 2017

LARINGOMALASIA (LARYNGOMALACIA)



Satu lagi diagnosa yang dimiliki Kirana.
Karena Laringomalasia ini, nafas Kirana berbunyi kencang, grok-grok seperti sedang pilek.
Memang sih nafas bayi muda, banyak yang 'berisik', grok-grok, dan hal ini WAJAR yang akan hilang seiring pertumbuhan bayi, karena memang organ pernafasan anak yang belum sempurna, meski seringkali hal ini membuat sebagian orang tua menjadi khawatir.
Dulu Kasih waktu bayi juga nafasnya bunyi grok-grok, dan sempat membuat aku juga khawatir. Namun hal ini tidak berbahaya.

Lalu apa bedanya dengan suara 'berisik' pada Laringomalasia?
BEDA.
Suara grok-grok pada anak dengan Laringomalasia disebut stridor (kalau mau tahu suaranya seperti apa, coba cari di YouTube, ada macam-macam tipe suara nafas patologis : stridor, ronchi, wheezing, rales), terjadi diiringi nafas yang berat, sehingga anak mengalami retraksi, dan bisa juga diiringi suara melengking (mengi).

Kalau pada Kirana sih terjadi 'berisik'-nya terjadi terjadi sepanjang hari, terus-menerus, memburuk saat dia sedang aktif.
Tapi apa sih Laringomalasia itu?
Yuk kita sama-sama sedikit mengenal Laringomalasia.

-------------------------------
Apakah Laringomalasia?
Laringomalasia adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan mengempisnya jaringan laring ke dalam saluran nafas ketika pasien, kebanyakan anak-anak, menarik nafas. Hal ini menimbulkan pernafasan yang berisik.

Gejala laringomalasia biasanya muncul sewaktu lahir, dan dapat menjadi semakin jelas dalam 2 minggu pertama kehidupan. Hal ini terjadi sebagai akibat bagian yang lunglai dari laring (pita suara) belum memiliki kekuatan untuk menyokong saluran pernafasan agar kokoh.

Sewaktu menarik nafas (inhalasi), tekanan negatif relatif terhadap atmosfir terbentuk sepanjang laring, sehingga mengakibatkan pengempisan struktur-struktur ini ke dalam saluran nafas dan mempersempit jalan nafas. Sumbatan sebagian adalah penyebab timbulnya suara berisik sewaktu bernafas. Hal ini seringkali memburuk ketika bayi berbaring, karena jaringan yang lunglai dapat dengan mudah menutupi saluran nafas yang terbuka pada posisi ini.

Laringomalasia berat menyebabkan suara nafas yang tidak terputus (suara mengi yang melengking) dan meningkatkan kerja pernafasan. Hal ini juga sering berhubungan dengan kegagalan pernafasan sehingga memerlukan oksigen atau bantuan pernafasan, perkembangan yang terhambat dan/atau kegagalan untuk tumbuh.
Pembedahan (supraglotoplasti) sering dilakukan untuk mengurangi kerja pernafasan.

Sumber : http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/laringomalasia-_-951000103621 diakses pada 24 Desember 2015
------------------------------------

Kirana baru diduga Laringomalasia ketika pertama kali konsul dengan dr. Arifianto, Sp. A (ini sih DSA kesayangan Kirana, tapi jarang dikunjungi, datang cuma kalau mau perpanjang rujukan atau Kirana sakit yang uncommon hihihihihi), lalu terdiagnosa pertama saat berjumpa Sp. THT di usia sekitar 4 atau 5 bulan gitu (lupa persisnya), dan tegak diagnosa Laringomalasia tipe 1 saat melakukan tes FEES di usia sekitar 7,5 bulan.

Kabar baiknya sih, sebagian besar kasus Laringomalasia akan membaik sendiri seiring pertumbuhan anak, meski ada sekitar 5% (kasus berat) yang memerlukan tindakan operasi.
Kirana sendiri selama ini hanya wait and see, dan dengan memperhatikan posisi tidur (tidak boleh tidur terlentang), posisi makan, minum.

Namun suara Kirana dulu sangat kecil, tangisannya terdengar kemayu sendu halus menyayat hati hehehehehehe, dia terkesan anteng karena jarang menangis, yah kalaupun menangis pun, suara tangisannya toh tidak menggelegar, sehingga dulu si bude sebelah rumah yang dagang nasi uduk, sering nanya,"Bayinya anteng yah? Gak pernah nangis yah?", padahal sih Kirana nangis juga, cuma yaah gitu deeeh, gak terdengar ke luar, lah wong aku yang cuma di depan pintu kamar saja belum tentu dengar suara tangisnya koq hehehehehehe. Ketawa pun dia tanpa suara, hanya tampak wajah yang tertawa, plus suara 'kkkkrrrrkkkkkk'.

Seiring pertumbuhan Kirana, Laringomalasia-nya membaik, suaranya mulai lebih keluar, tangisnya lebih kuat, tawanya lebih bersuara, nafasnya sudah nampak lebih baik, tidak retraksi seperti dulu waktu bayi.
Meski hingga tulisan ini dibuat, nafas Kirana masih 'berisik', namun setidaknya ada perbaikan yang patut disyukuri.

Bekasi, 5 Januari 2017
Nanda

Minggu, 01 Januari 2017

HIGH-ARCHED PALATE

Setelah sebelumnya aku sudah coba sedikit membahas soal micrognathia, kali ini aku akan coba sedikit membahas tentang trias PRS yang lainnya, yaitu high-arched palate.

Kirana juga mengalami ini, high-arched palate atau palatum (langit mulut) letak tinggi.
Awalnya ketika Kirana masih berada di NICU, aku sempat tanyakan pada dokter mengenai kondisi langit mulutnya, namun kala itu, dokter menyampaikan bahwa langit mulutnya normal, tidak bercelah, tapi ternyata ketika Kirana berusia sekitar 5 bulan, untuk pertama kalinya kami membawanya konsultasi ke poli gizi dan dokter di poli gizi lah yang menyampaikan bahwa langit mulut Kirana itu tinggi, ini yang kemudian aku ketahui namanya adalah high-arched palate.

Apa sih high-arched palate?
Berikut sedikit pembahasannya.

----------------------------------
HIGH-ARCHED PALATE

Merupakan suatu kondisi di mana palato (langit mulut) lebih tinggi dan sempit dibanding ukuran normal.
Biasanya high-arched palate merupakan kondisi istimewa yang mungkin terisolasi ataupun terkait dengan sejumlah kondisi lain.

High-arched palate yang terisolasi bukanlah suatu masalah,merupakan variasi normal,namun bisa juga merupakan bagian dari manifestasi fisik dari sindrom yang memiliki kondisi kepala dan leher yang abnormal,serta gangguan pendengaran.
High-arched palate mungkin menyebabkan saluran nafas menyempit dan gangguan bernafas saat tidur,seperti mengorok,sleep apnea.

Beberapa kondisi yang mungkin terkait dengan high-arched palate :
- Crouzon syndrome
- Down syndrome
- Apert syndrome
- Treacher Collins syndrome
- Marfan syndrome
- Incontinentia pigmenti
- Pierre Robin Sequence
Dsb

Sumber :
https://en.m.wikipedia.org/wiki/High-arched_palate
https://www.healthtap.com/topics/what-does-a-high-arched-palate-mean

Diakses tanggal 3 Juli 2015
---------------------------

Kabar baiknya adalah dari hasil MRI Kirana, yang dilakukan pada November 2015, tampak palatum yang normal, aku sempat bertanya kepada seorang dokter spesialis bedah mulut soal ini, beliau pun membenarkan bahwa semua kondisinya memang bisa berkembang ke arah yang lebih baik.
Maka aku anggap high-arched palate Kirana, juga sudah catch up.

MICROGNATHIA

Pierre Robin Sequence (PRS) memiliki trias, yaitu
• micrognathia dan atau retrognathia
• glossotopsis
• cleft palate atau high-arched palate

Penjelasan singkat tentang PRS bisa dibaca di sini.

Jadi ceritanya gini, saat anak masih berupa janin, di dalam kandungan ibu, rahang bawahnya (dagu) gagal bertumbuh sehingga ukuran dagunya pun menjadi sangat kecil (atau disebut micrognathia), dan atau juga mundur (retrognathia), lalu karena dagunya gagal tumbuh, sementara lidahnya terus bertumbuh, maka lidah yang semakin besar akan mendorong palatum (langit mulut), hal ini menyebabkan palatum menjadi tinggi (high-arched palate) atau bahkan bolong (cleft palate), dan lidahnya yang berukuran normal pun jadi 'jatuh' di saluran nafas (glossotopsis), menutup jalan nafasnya.
Demikianlah kira-kira alkisah seorang bayi akhirnya terlahir dengan Pierre Robin Sequence, karena serangkain kejadian di dalam rahim ibu, sehingga disebut sequence.

PRS bisa berdiri sendiri, hanya trias PRS, tanpa kondisi penyerta maupun penyulit lainnya, atau disebut PRS isolated.
Namun PRS bisa juga menjadi bagian dari sindrom lainnya, atau biasa disebut PRS non isolated.
Kirana sendiri mengalami PRS non isolated, dengan beragam kondisi penyerta lainnya.

Oke, sekarang aku akan coba bahas trias PRS secara terpisah, satu per satu, dimulai dengan defek utama PRS yaitu micrognathia, berikut informasinya.

------------------
MIKROGNATI (MICROGNATHIA)
Mikrognati (baca : mi-kro-ge-na-ti) adalah istilah yang menggambarkan sebuah rahang bawah normal yang kecil. Pada mikrognati, rahang yang cukup kecil dapat mengganggu saat makan. Bayi dengan mikrognati mungkin perlu puting khusus sebagai alat bantu. Mikrognati mungkin kelainan yang sering terjadi pada anak. Hal ini juga dapat disebabkan oleh kelainan bawaan dan sindrom tertentu.

Penyebabnya secara umum antara lain :
1.Pierre robin syndrome
2.Sindromhallerman-streiff
3.Trisomi 13
4.Trisomi 18
5.Turner syndrome
6.Progeria
7.Treacher collins syndrome
8.Smith lemli opitz syndrome
9.Russell silver syndrome
10.Sindrom Seckel
11.Sindrom Cri Du Chat
12.Sindrom Marfan

Manifestasi klinis pada mikrognati bisa dilihat dari pemeriksaan fisik. Ditemukannya bentuk serta ukuran rahang bawah yang lebih kecil dari ukuran normal. Pada bayi bisa didapatkan kesusahan dalam meminum sesuatu.

Mikrognati adalah salah satu penyebab abnormal aligment gigi. Hal ini dapat dilihat dengan memperhatikan penutupan gigi karena sering kali tidak akan ada cukup ruang untuk tumbuh gigi. Mikrognati kadang tidak berdiri sendiri, misalnya pada sindrom pierre robin gejalanya mikrognati, hipoglossus, dan cleft palatum. Pada trisomi 18 gejalanya kelainan pada telinga, mikrognati, benjolan pada oksipital, panggul yang sempit, kaki rocker bottom. Pemeriksaan penunjang mungkin diperlukan seperti skull ray dan foto gigi.
Jika ada gejala lain yang mengindikasikan adanya faktor keturunan, dan sudah mengganggu pembedahan atau peralatan ortodontik mungkin dianjurkan.

PENYEBAB
Mikrognati bisa diwariskan secara genetik atau disebabkan oleh mutasi genetik. Pada sebagian kasus yg langka, penyebabnya masih belum diketahui.

SIMPTOM
Anak dengan mikrognati seringkali menunjukkan tanda gagal tumbuh (failure to thrive), suatu kondisi yg digambarkan dengan grafik pertumbuhan (growth chart) yg kurvanya memotong 2 garis.
Simptom mikrognati bisa bervariasi pada setiap anak,tapi bisa meliputi :
• apnea (henti nafas sementara saat tidur).
• kesulitan makan/minum.
• pemberian makan/minum yg membutuhkan waktu lama).
• nafas yg berisik (stridor).
• sulit tidur.
• kenaikan berat badan yg lambat atau sangat lambat.
• dalam beberapa kasus yg jarang, anak akan menjadi biru saat makan/minum atau saat tidur sbg akibat dr kesulitan bernafas.

PENANGANAN MIKROGNATI
Sebagian besar anak dg mikrognati tidak membutuhkan tindakan operasi. Penanganan mikrognati tanpa operasi meliputi :
• posisi tidur yg tepat yaitu tengkurap agar lidahnya tidak menutup jalan nafas
• Nasopharyngeal airways — berupa tuba fleksibel dg corong di ujungnya, dan bisa dimasukkan ke dalam saluran pernafasan untuk membuka jalan nafas. Jika cara sederhana ini tidak membantu,maka mungkin diperlukan tindakan operasi. Tindakan operasi meliputi :
• tongue-lip adhesion procedure.
• mandibular distraction osteogenesis (MDO).
• tracheostomy..

Sumber :
https://doktermaya.wordpress.com/2011/11/04/mikrognatia/?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C6368539257 • http://www.chop.edu/service/plastic-and-reconstructive-surgery/conditions-we-treat/craniofacial-conditions/micrognathia.html

Semua sumber diakses tanggal 28/9/2014
-----------------------

Kirana sendiri tidak melakukan tindakan apapun terkait micrognathia-nya, cukup dengan wait and see, memperhatikan posisi tidur terutama di awal kehidupannya, dan kini dagunya pun catch up sendiri, terlihat dari hasil MRI di November 2015, bahwa dagunya dinyatakan normal.

Mengenai defek lainnya, akan coba dibahas di artikel selanjutnya yaah.

Minggu, 25 Desember 2016

MENGENAL PIERRE ROBIN SEQUENCE (PRS)




Kirana Aisha Putri Wibowo, putri ke 2 kami, lahir 8 Februari 2014.
Beberapa saat setelah Kirana terlahir, suamiku berkata,"Suster pada bilang kalau dagunya kecil, pirobin atau apa gitu, aku juga gak dengar jelas.", itulah kali pertama aku mendengar kata 'pirobin', tanpa tahu apakah itu pirobin.

Pelan-pelan aku mencari informasi, mencoba memahami apa itu pirobin, hingga aku tahu bahwa yang dimaksud adalah Pierre Robin Sequence (PRS), ada juga yang menyebutnya sebagai sindrom, bagiku apapun istilahnya tak menjadi masalah, yang penting penanganan bisa diberikan dengan tepat.

Dulu aku hanya menemukan sedikit informasi seputar PRS, dan hanya ada 1 artikel dalam bahasa Indonesia, dari sebuah situs.
Namun akhirnya aku menemukan PRS Foundation, sebuah NPO yang berpusat di Cape Town, hingga berkenalan dengan founder-nya, dan dari PRS Foundation lah akhirnya aku mendapatkan beberapa informasi mengenai PRS, berikut adalah salah 1 informasi singkat tentang PRS.

APAKAH PIERRE ROBIN SEQUENCE (PRS)?
PRS adalah suatu kondisi yang akan terlihat saat lahir,di mana bayi memiliki ukuran rahang bawah yang lebih kecil daripada ukuran normal atau lebih mundur dibandingkan dengan rahang atas, lidah yang jatuh di dalam tenggorokan dan menutup jalan nafas sehingga menyebabkan kesulitan bernafas. Sebagian besar bayi, namun tidak semua, juga akan memiliki langit-langit mulut yang tidak menutup sempurna (celah langitan/cleft palate), yang umumnya membentuk huruf U.

APA PENYEBABNYA?
Penyebab dasarnya adalah kegagalan perkembangan rahang bawah dengan normal sebelum lahir. Sekitar minggu ke 7-10 kehamilan, rahang bawah akan berkembang pesat, memungkinkan lidah terposisi dengan tepat di rongga mulut. Jika karena alasan tertentu, rahang bawah tidak berkembang dengan baik, lidah dapat menghambat penutupan langit-langit mulut, mengakibatkan celah langitan. Rahang bawah yang kecil atau terposisi tidak tepat juga menyebabkan lidah terposisi di belakang mulut, mungkin menyebabkan kesulitan bernafas saat lahir. Serangkaian kejadian ini yang menjadi alasan mengapa kondisi ini diklasifikasikan sebagai rangkaian deformasi. Pada beberapa pasien, karakteristik fisik ini bisa merupakan ciri dari sindrom lain atau kondisi kromosom. Yang paling umum adalah Stickler Syndrome.

SEBERAPA SERING PRS TERJADI?
PRS agak jarang terjadi dan diklasifikasikan sebagai penyakit langka. Sebuah studi prospektif Jerman melaporkan kejadian 12,4 per 100.000 kelahiran hidup. Sebaliknya, celah bibir dan/atau langitan terjadi 1 setiap 700 kelahiran hidup

PROGNOSA
Anak-anak yang terkena PRS biasanya mencapai perkembangan dan ukuran penuh. Namun, telah ditemukan dalam skala internasional bahwa anak-anak ini seringkali berukuran sedikit di bawah ukuran rata-rata, memperhatikan perkembangan yang tidak lengkap karena hipoksia kronis terkait dengan obstruksi jalan nafas serta kekurangan nutrisi karena kesulitan makan di awal atau gangguan perkembangan oral. Namun, prognosa umum cukup baik jika kesulitan makan dan bernafas teratasi saat bayi. Sebagian besar bayi PRS tumbuh menjadi dewasa yang sehat dan hidup normal.

GEJALA
• Cleft soft palate
• High-arched palate
• Rahang yang sangat kecil dengan dagu kecil (mundur)
• Rahang yang jauh ke belakang di tenggorokan
• Infeksi telinga berulang
• Lubang kecil di langit-langit mulut yang menyebabkan tersedak
• Lidah yang besar dibandingkan dengan rahang

Jika ingin tahu lebih banyak tentang PRS, bisa bergabung di grup FB Sahabat Pierre Robin Sequence (PRS)