Tampilkan postingan dengan label birth defect. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label birth defect. Tampilkan semua postingan

Jumat, 17 Februari 2017

MICROTIA

MICROTIA



Ada banyak sekali jenis kelainan langka, yang nampak maupun tidak nampak.
Pernahkah kamu melihat orang yang telinganya kecil atau bahkan tidak ada telinga?
Ini bukan hoax, memang ada loh orang yang telinganya mungil, atau bahkan tidak punya telinga, namanya microtia dan anotia
Penasaran?
Kita bahas yuks hehehehehe.

Microtia adalah.............

Microtia is a congenital malformation of variable severity of the external and middle ear. (Sumber : Medscape)
Microtia adalah malformasi kongenital dari telinga bagian luar (daun telinga) dan telinga bagian tengah, dengan berbagai variasi tingkat keparahan.

Microtia is a congenital anomaly of the ear that ranges in severity from mild structural abnormalities to complete absence of the ear, and can occur as an isolated birth defect or as part of a spectrum of anomalies or a syndrome. (Sumber : NCBI)
Microtia adalah anomali kongenital pada telinga dengan tingkat keparahan mulai dari abnormalitas struktur yang ringan hingga tidak ada telinga sama sekali, dan bisa merupakan kelainan bawaan lahir yang terisolasi (tanpa kelainan lainnya) atau merupakan bagian dari spektrum suatu anomali atau sindrom.

Anotia and microtia are birth defects of a baby’s ear. Anotia happens when the external ear (the part of the ear that can be seen) is missing completely. Microtia happens when the external ear is small and not formed properly. (Sumber : CDC)
Anotia dan microtia adalah kelainan bawaan lahir pada telinga bayi. Anotia adalah ketika tidak ada daun telinga sama sekali. Microtia adalah ketika daun telinga berukuran kecil dan tidak terbentuk dengan baik.

Anotia/microtia usually happens during the first few weeks of pregnancy. These defects can vary from being barely noticeable to being a major problem with how the ear formed. Most of the time, anotia/microtia affects how the baby’s ear looks, but usually the parts of the ear inside the head (the inner ear) are not affected. However, some babies with this defect also will have a narrow or missing ear canal. (Sumber : CDC)
Anotia/microtia biasanya terjadi saat beberapa minggu pertama kehamilan. Defek ini bisa bervariasi mulai dari hampir tidak tampak hingga menjadi masalah mayor dengan bentuk telinga. Seringkali anotia/microtia mempengaruhi bentuk telinga bayi, tapi biasanya bagian telinga yang di dalam kepala (telinga bagian dalam) tidak terpengaruh. Bagaimana pun, beberapa bayi dengan defek ini juga akan memiliki kanal telinga yang kecil atau tidak memiliki kanal telinga.

Microtia is often associated with hearing loss and patients typically require treatment for hearing impairment and surgical ear reconstruction. (Sumber : NCBI)
Microtia biasanya diasosiasikan dengan gangguan pendengaran dan pasien biasanya membutuhkan penanganan untuk gangguan pendengaran dan operasi rekonstruksi telinga.

Ada 4 tipe microtia, yaitu tipe 1 sampai tipe 4.
Tipe 1 adalah bentuk paling ringan, di mana telinga memiliki bentuk normal, namun ukurannya lebih kecil dari telinga normal.
Tipe 4 adalah bentuk paling berat, di mana daun telinga sama sekali tidak ada (anotia).
Kondisi ini bisa mempengaruhi salah satu (lebih sering terjadi) atau kedua telinga


Microtia biasanya akan terlihat jelas saat bayi lahir, dan dokter mungkin perlu melakukan pemeriksaan seperti Ct scan untuk mengetahui struktur dalam telinga, dan juga pemeriksaan lainnya secara menyeluruh untuk mendeteksi ada atau tidak ada kelainan lainnya.

Seberapa sering sih Microtia terjadi?

from 0.83 to 17.4 per 10,000 births and the prevalence is considered to be higher in Hispanics, Asians, Native Americans, and Andeans. (Sumber : NCBI)
Bervariasi dari 0,83 sampai 17,4 per 10.000 kelahiran.

Recently, state birth defects tracking systems have estimated that anotia/microtia range from less than 1 in 10,000 live births to about 5 in 10,000 live births. (Sumber : CDC)
Diperkirakan kejadian anotia/microtia kurang dari 1 dalam 10.000 kelahiran hidup hingga 5 dalam 10.000 kelahiran hidup.

Severe anomalies, such as microtia, occurred in approximately 3 in 10,000 live births. Occurrence has been reported to be 1 in 4000 in the Japanese population and as high as 1 in 900 to 1 in 1200 in the Navajo population. (Sumber : Medscape)
Microtia diperkirakan terjadi mendekati angka 3 dalam 10.000 kelahiran hidup, di Jepang dilaporkan terjadi 1:4.000, dan 1 dalam 900 hingga 1 dalam 1.200 di Navajo.

Microtia occurs more frequently in males, with an estimated 20-40% increased risk compared to females. Microtia can occur bilaterally, although 77–93% of affected individuals have unilateral involvement. (Sumber : NCBI)
Microtia lebih sering terjadi pada laki-laki, dengan estimasi 20-40% peningkatan resiko jika dibandingkan pada perempuan.
Microtia bisa terjadi bilateral (di ke dua telinga), meskipun 77-93% dari penyintas mengalami unilateral (hanya terjadi pada 1 telinga).

Kenapa microtia bisa terjadi? (Sumber : CDC)

The causes of anotia/microtia among most infants are unknown. Some babies have anotia/microtia because of a change in their genes. In some cases, anotia/microtia occurs because of an abnormality in a single gene, which can cause a genetic syndrome. Another known cause for anotia/microtia is taking a medicine called isotretinoin (Accutane®) during pregnancy.
Penyebab terjadinya anotia/microtia pada mayoritas bayi masih belum diketahui. Beberapa bayi terlahir dengan anotia/microtia karena karena perubahan pada gen. Pada sebagian kasus, anotia/microtia terjadi karena abnormalitas salah 1 gen, yang bisa menyebabkan sindrom genetik. Penyebab lainnya yang telah diketahui adalah konsumsi obat bernama isotretinoin (Accutane®) selama kehamilan.

Recently, CDC reported on important findings about some factors that increase the risk of having a baby with anotia or microtia:
  • Diabetes ― Women who have diabetes before they get pregnant have been shown to be more at risk for having a baby with anotia/microtia, compared to women who did not have diabetes.
  • Maternal diet—Pregnant women who eat a diet lower in carbohydrates and folic acid might have an increased risk for having a baby with microtia, compared to all other pregnant women.

Baru-baru ini, CDC melaporkan penemuan penting tentang beberapa faktor yang meningkatkan resiko melahirkan bayi dengan anotia atau microtia :
  • Diabetes
  • Diet selama kehamilan (diet rendah karbohidrat dan asam folat)


Bagaimana penanganannya? (Sumber : CDC)

Treatment for babies with anotia/microtia depends on the type or severity of the condition. A healthcare provider or hearing specialist called an audiologist will test the baby’s hearing to determine any hearing loss in the ear(s) with the defect. Even a hearing loss in one ear can hurt school performance. All treatment options should be discussed and early action may provide better results. Hearing aids may be used to improve a child’s hearing ability and to help with speech development.
Penanganan bayi dengan anotia/microtia tergantung dari tipe atau tingkat keparahan kondisinya. Audiologist atau spesialis THT akan melakukan tes pendengaran (screening pendengaran) untuk mengetahui ada atau tidak ada gangguan pendengaran pada telinga yang mengalami anotia/microtia.
Seluruh jenis tindakan harus didiskusikan dan tindakan yang dilakukan lebih awal mungkin akan memberikan hasil yang lebih baik. Alat bantu dengar mungkin bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan mendengar dan membantu perkembangan wicara.

Surgery is used to reconstruct the external ear. The timing of surgery depends on the severity of the defect and the child’s age. Surgery is usually performed between 4 and 10 years of age. Further treatment may be necessary if the child has other birth defects present.
Operasi bisa dilakukan untuk rekonstruksi daun telinga. Operasi dilakukan tergantung tingkat keparahan defek dan usia anak. Operasi biasanya dilakukan saat anak berusia antara 4-10 tahun.
Tindakan lainnya mungkin juga diperlukan jika anak memiliki kelainan bawaan lahir lainnya.

Kontraindikasi (Sumber : Medscape)

The only absolute contraindication to ear reconstruction is a health condition preventing the patient from undergoing a series of 2-3 surgeries under general anesthesia. The remaining contraindications to ear reconstruction are relative.
As in all plastic surgery, the outcome of surgery depends on patient selection. Relative contraindications to surgery include lack of family support, inability to follow through with surgical care, and unwillingness of the child.
Satu-satunya kontraindikasi absolut dilakukannya rekonstruksi telinga adalah kondisi kesehatan yang membuat pasien tidak dapat menerima tindakan operasi sebanyak 2-3 kali, dengan anastesi umum.

Prognosis

In the absence of other conditions, children with anotia/microtia can develop normally and lead healthy lives. Some children with anotia/microtia may have issues with self-esteem if they are concerned with visible differences between themselves and other children. Parent-to-parent support groups can prove to be useful for new families of babies with birth defects of the head and face, including anotia/microtia. (Sumber : CDC)
Anak yang lahir dengan anotia/microtia tanpa kondisi lainnya akan berkembang normal dan memiliki hidup yang sehat.
Beberapa anak dengan anotia/microtia mungkin mengalami isu dengan kepercayaan diri jika mereka peduli dengan perbedaan yang tampak pada dirinya jika dibandingkan dengan anak lainnya.

Rabu, 04 Januari 2017

LARINGOMALASIA (LARYNGOMALACIA)



Satu lagi diagnosa yang dimiliki Kirana.
Karena Laringomalasia ini, nafas Kirana berbunyi kencang, grok-grok seperti sedang pilek.
Memang sih nafas bayi muda, banyak yang 'berisik', grok-grok, dan hal ini WAJAR yang akan hilang seiring pertumbuhan bayi, karena memang organ pernafasan anak yang belum sempurna, meski seringkali hal ini membuat sebagian orang tua menjadi khawatir.
Dulu Kasih waktu bayi juga nafasnya bunyi grok-grok, dan sempat membuat aku juga khawatir. Namun hal ini tidak berbahaya.

Lalu apa bedanya dengan suara 'berisik' pada Laringomalasia?
BEDA.
Suara grok-grok pada anak dengan Laringomalasia disebut stridor (kalau mau tahu suaranya seperti apa, coba cari di YouTube, ada macam-macam tipe suara nafas patologis : stridor, ronchi, wheezing, rales), terjadi diiringi nafas yang berat, sehingga anak mengalami retraksi, dan bisa juga diiringi suara melengking (mengi).

Kalau pada Kirana sih terjadi 'berisik'-nya terjadi terjadi sepanjang hari, terus-menerus, memburuk saat dia sedang aktif.
Tapi apa sih Laringomalasia itu?
Yuk kita sama-sama sedikit mengenal Laringomalasia.

-------------------------------
Apakah Laringomalasia?
Laringomalasia adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan mengempisnya jaringan laring ke dalam saluran nafas ketika pasien, kebanyakan anak-anak, menarik nafas. Hal ini menimbulkan pernafasan yang berisik.

Gejala laringomalasia biasanya muncul sewaktu lahir, dan dapat menjadi semakin jelas dalam 2 minggu pertama kehidupan. Hal ini terjadi sebagai akibat bagian yang lunglai dari laring (pita suara) belum memiliki kekuatan untuk menyokong saluran pernafasan agar kokoh.

Sewaktu menarik nafas (inhalasi), tekanan negatif relatif terhadap atmosfir terbentuk sepanjang laring, sehingga mengakibatkan pengempisan struktur-struktur ini ke dalam saluran nafas dan mempersempit jalan nafas. Sumbatan sebagian adalah penyebab timbulnya suara berisik sewaktu bernafas. Hal ini seringkali memburuk ketika bayi berbaring, karena jaringan yang lunglai dapat dengan mudah menutupi saluran nafas yang terbuka pada posisi ini.

Laringomalasia berat menyebabkan suara nafas yang tidak terputus (suara mengi yang melengking) dan meningkatkan kerja pernafasan. Hal ini juga sering berhubungan dengan kegagalan pernafasan sehingga memerlukan oksigen atau bantuan pernafasan, perkembangan yang terhambat dan/atau kegagalan untuk tumbuh.
Pembedahan (supraglotoplasti) sering dilakukan untuk mengurangi kerja pernafasan.

Sumber : http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/laringomalasia-_-951000103621 diakses pada 24 Desember 2015
------------------------------------

Kirana baru diduga Laringomalasia ketika pertama kali konsul dengan dr. Arifianto, Sp. A (ini sih DSA kesayangan Kirana, tapi jarang dikunjungi, datang cuma kalau mau perpanjang rujukan atau Kirana sakit yang uncommon hihihihihi), lalu terdiagnosa pertama saat berjumpa Sp. THT di usia sekitar 4 atau 5 bulan gitu (lupa persisnya), dan tegak diagnosa Laringomalasia tipe 1 saat melakukan tes FEES di usia sekitar 7,5 bulan.

Kabar baiknya sih, sebagian besar kasus Laringomalasia akan membaik sendiri seiring pertumbuhan anak, meski ada sekitar 5% (kasus berat) yang memerlukan tindakan operasi.
Kirana sendiri selama ini hanya wait and see, dan dengan memperhatikan posisi tidur (tidak boleh tidur terlentang), posisi makan, minum.

Namun suara Kirana dulu sangat kecil, tangisannya terdengar kemayu sendu halus menyayat hati hehehehehehe, dia terkesan anteng karena jarang menangis, yah kalaupun menangis pun, suara tangisannya toh tidak menggelegar, sehingga dulu si bude sebelah rumah yang dagang nasi uduk, sering nanya,"Bayinya anteng yah? Gak pernah nangis yah?", padahal sih Kirana nangis juga, cuma yaah gitu deeeh, gak terdengar ke luar, lah wong aku yang cuma di depan pintu kamar saja belum tentu dengar suara tangisnya koq hehehehehehe. Ketawa pun dia tanpa suara, hanya tampak wajah yang tertawa, plus suara 'kkkkrrrrkkkkkk'.

Seiring pertumbuhan Kirana, Laringomalasia-nya membaik, suaranya mulai lebih keluar, tangisnya lebih kuat, tawanya lebih bersuara, nafasnya sudah nampak lebih baik, tidak retraksi seperti dulu waktu bayi.
Meski hingga tulisan ini dibuat, nafas Kirana masih 'berisik', namun setidaknya ada perbaikan yang patut disyukuri.

Bekasi, 5 Januari 2017
Nanda

Minggu, 25 Desember 2016

MENGENAL PIERRE ROBIN SEQUENCE (PRS)




Kirana Aisha Putri Wibowo, putri ke 2 kami, lahir 8 Februari 2014.
Beberapa saat setelah Kirana terlahir, suamiku berkata,"Suster pada bilang kalau dagunya kecil, pirobin atau apa gitu, aku juga gak dengar jelas.", itulah kali pertama aku mendengar kata 'pirobin', tanpa tahu apakah itu pirobin.

Pelan-pelan aku mencari informasi, mencoba memahami apa itu pirobin, hingga aku tahu bahwa yang dimaksud adalah Pierre Robin Sequence (PRS), ada juga yang menyebutnya sebagai sindrom, bagiku apapun istilahnya tak menjadi masalah, yang penting penanganan bisa diberikan dengan tepat.

Dulu aku hanya menemukan sedikit informasi seputar PRS, dan hanya ada 1 artikel dalam bahasa Indonesia, dari sebuah situs.
Namun akhirnya aku menemukan PRS Foundation, sebuah NPO yang berpusat di Cape Town, hingga berkenalan dengan founder-nya, dan dari PRS Foundation lah akhirnya aku mendapatkan beberapa informasi mengenai PRS, berikut adalah salah 1 informasi singkat tentang PRS.

APAKAH PIERRE ROBIN SEQUENCE (PRS)?
PRS adalah suatu kondisi yang akan terlihat saat lahir,di mana bayi memiliki ukuran rahang bawah yang lebih kecil daripada ukuran normal atau lebih mundur dibandingkan dengan rahang atas, lidah yang jatuh di dalam tenggorokan dan menutup jalan nafas sehingga menyebabkan kesulitan bernafas. Sebagian besar bayi, namun tidak semua, juga akan memiliki langit-langit mulut yang tidak menutup sempurna (celah langitan/cleft palate), yang umumnya membentuk huruf U.

APA PENYEBABNYA?
Penyebab dasarnya adalah kegagalan perkembangan rahang bawah dengan normal sebelum lahir. Sekitar minggu ke 7-10 kehamilan, rahang bawah akan berkembang pesat, memungkinkan lidah terposisi dengan tepat di rongga mulut. Jika karena alasan tertentu, rahang bawah tidak berkembang dengan baik, lidah dapat menghambat penutupan langit-langit mulut, mengakibatkan celah langitan. Rahang bawah yang kecil atau terposisi tidak tepat juga menyebabkan lidah terposisi di belakang mulut, mungkin menyebabkan kesulitan bernafas saat lahir. Serangkaian kejadian ini yang menjadi alasan mengapa kondisi ini diklasifikasikan sebagai rangkaian deformasi. Pada beberapa pasien, karakteristik fisik ini bisa merupakan ciri dari sindrom lain atau kondisi kromosom. Yang paling umum adalah Stickler Syndrome.

SEBERAPA SERING PRS TERJADI?
PRS agak jarang terjadi dan diklasifikasikan sebagai penyakit langka. Sebuah studi prospektif Jerman melaporkan kejadian 12,4 per 100.000 kelahiran hidup. Sebaliknya, celah bibir dan/atau langitan terjadi 1 setiap 700 kelahiran hidup

PROGNOSA
Anak-anak yang terkena PRS biasanya mencapai perkembangan dan ukuran penuh. Namun, telah ditemukan dalam skala internasional bahwa anak-anak ini seringkali berukuran sedikit di bawah ukuran rata-rata, memperhatikan perkembangan yang tidak lengkap karena hipoksia kronis terkait dengan obstruksi jalan nafas serta kekurangan nutrisi karena kesulitan makan di awal atau gangguan perkembangan oral. Namun, prognosa umum cukup baik jika kesulitan makan dan bernafas teratasi saat bayi. Sebagian besar bayi PRS tumbuh menjadi dewasa yang sehat dan hidup normal.

GEJALA
• Cleft soft palate
• High-arched palate
• Rahang yang sangat kecil dengan dagu kecil (mundur)
• Rahang yang jauh ke belakang di tenggorokan
• Infeksi telinga berulang
• Lubang kecil di langit-langit mulut yang menyebabkan tersedak
• Lidah yang besar dibandingkan dengan rahang

Jika ingin tahu lebih banyak tentang PRS, bisa bergabung di grup FB Sahabat Pierre Robin Sequence (PRS)