Tampilkan postingan dengan label menyusui. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label menyusui. Tampilkan semua postingan

Minggu, 15 Januari 2017

BOOSTER ASI, PERLUKAH?

Tulisan ini cukup panjang, boleh lah siapin cemilan dulu hehehehehehe.

"Ibu menyusui harus makan banyak, biar ASI-nya banyak."

"Makan katuk, bikin ASI banyak."
"Minum susu kedelai, biar ASI-mu banyak dan lancar."
Dan lain sebagainya.

Pernah mendengar kalimat tersebut?
Aku pernah banget sih hehehehehe.
Ada banyak sekali makanan, minuman bahkan suplemen yang dipercaya mampu memperbanyak ASI atau biasa dikenal sebagai booster ASI, sebut saja daun katuk, kacang-kacangan, fenugreek, daun pepaya, pare, dll, bahkan saat ini variasinya semakin beragam, seperti kukis, coklat, teh, susu, dll.
Namun apakah ibu menyusui memang perlu mengkonsumsi makanan, minuman atau suplemen secara khusus untuk memperbanyak ASI?
Aku akan mencoba sedikit sharing tentang ini.

Kita kenalan dulu yuks dengan booster ASI atau galactogogue
"A galactagogue is something that increases the production of breast milk such as certain herbs, foods, and a few prescription medicines." (Sumber : Breastfeeding Today)
Galactogogue adalah sesuatu yang meningkatkan produksi ASI, seperti beberapa jenis herbal, makanan dan obat yang diresepkan.

Sebenarnya mayoritas ibu TIDAK MEMERLUKAN booster ASI, kenapa? Karena mayoritas ibu mampu memproduksi ASI yang cukup untuk bayinya, TANPA perlu konsumsi booster ASI.
"The average mother does not need galactagogues to increase or maintain supply." (Sumber : kellymom)
"Most mothers won’t need galactagogues (from the Greek “galacta” which means milk) as there are several ways to increase or maintain a milk supply without using herbs or medicines." (Sumber : Breastfeeding Today)

Ingatlah kembali prinsip ASI, yaitu supply by demand, yang artinya produksi akan selalu sesuai dengan permintaan atau kebutuhan, produksi ASI akan semakin banyak jika ibu rajin mengeluarkan ASI, 'mengosongkan' (aku pakai tanda kutip, karena sebenarnya payudara tidak akan benar-benar kosong jika ibu aktif mengeluarkan ASI) payudara, dengan cara menyusui langsung maupun perah ASI.
Selain itu, produksi ASI juga bisa dipengaruhi oleh mindset, sehingga ibu perlu memiliki mindset positif, yaitu yakin bahwa ASI cukup, yakin pasti bisa.

Kapan sebenarnya ibu perlu menggunakan galactogogue?

"If your milk supply is still not responding with skin-to-skin contact, breast compression, good positioning, frequent feeds, and pumping—then it might be a good time to try a galactagogue alongside. However, using a galactagogue on its own won’t normally increase your milk supply without efficient milk removal by your baby or a pump." (Sumber : Breastfeeding Today)

Jika produksi ASI tidak menunjukkan peningkatan dengan skin-to-skin contact, breast compression, posisi (perlekatan) yang baik, sering menyusui dan perah, maka mungkin ini adalah waktu yang baik untuk mencoba menggunakan galactogogue. Namun produksi ASI tidak akan bertambah hanya dengan menggunakan galactogogue tanpa rajin mengeluarkan ASI dengan cara menyusui maupun perah ASI.

Dari penjelasan di atas, maka sebelum memutuskan penggunaan booster ASI, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh dan seksama terhadap proses menyusui atau manajemen laktasi yang telah dilakukan si ibu. Penggunaan booster ASI atau galactogogue juga harus dengan pengawasan dokter atau konselor laktasi, karena penggunaan booster ASI yang salah juga akan mendatangkan resiko, salah satunya adalah abses payudara, dan ini bukan lah hal baik.

Lalu apakah ibu termasuk low supply atau tidak?

Sebelumnya aku ingin menginfokan bahwa mayoritas ibu tidak benar-benar memiliki supply ASI yang sedikit (kembali ingat yaah soal prinsip ASI), tapi karena berbagai alasan akhirnya ibu berpikir bahwa ASI-nya sedikit, ASI-nya kurang, ASI-nya tidak lancar, alasan seperti :
Bayi yang rewel.
1. Bayi tampak ingin terus menyusu.

2. ASI yang tidak rembes.

3. Payudara terasa lembut, lembek, tidak keras.

4. Hasil perah yang tidak sesuai harapan atau sedikit.

5. Tidak merasakan let down reflect (LDR).

6. Doktrin atau tekanan dari lingkungan bahwa ASI ibu tidak cukup untuk bayi.
Dst.

Ibu perlu ingat, bahwa produksi ASI juga dipengaruhi mindset ibu, sehingga jika ibu berpikir ASI sedikit, kurang, gak lancar, maka secara tidak sadar, mungkin ibu akan merasa tertekan, stress, bingung, putus asa sehingga mengganggu produksi ASI, apalagi jika akhirnya ibu memutuskan untuk memberikan tambahan susu formula, maka kesempatan bayi untuk menyusu pun otomatis akan berkurang, dan hal ini tentu saja akan mengganggu produksi ASI (ingat kembali prinsip utama produksi ASI), ditambah lagi jika pemberian suplementasi menggunakan dot (demikian juga halnya dengan empeng, puting sambung), ini bisa menjadi awal bencana baru, karena dot menyimpan resiko bingung puting, baik total (bayi menolak menyusu langsung), maupun laten (bayi tetap mau menyusu, tapi daya hisapnya akan berkurang, seperti jika dia menyusu pada dot, dan hal ini akan mengganggu produksi ASI).

Ibu juga perlu mengetahui bahwa ASI yang tidak rembes, payudara yang terasa lembek, hasil perah yang sedikit, tidak dapat dijadikan ukuran seberapa banyak ASI yang diproduksi.
Payudara ibu kan gak punya jendela, jadi gak bisa diintip isinya, juga bukan galon isi ulang yang akan kosong dan perlu refill agar kembali ada isinya, payudara ibu adalah pabrik ASI yang terus-menerus berproduksi selama ada kebutuhan konsumen alias bayi.
Sementara hasil perah itu hanya bisa menunjukkan seberapa banyak ASI yang bisa ibu keluarkan, bukan seberapa banyak ASI diproduksi. Perah ASI memerlukan keterampilan tersendiri (practice makes perfect), suasana hati serta pikiran yang tenang, positif dan happy, plus lingkungan yang kondusif.

Jika bayi mendadak tampak semakin sering menyusu, mungkin bayi sedang mengalami fase growth spurt. Bayi juga senang sekali saat menyusu, karena dia merasa nyaman, aman, hangat, tentram, dekat dengan ibu, menyusu bagi bayi, lebih dari sekedar mengenyangkan perut, namun juga mengenyangkan jiwanya, yang penting, ibu wajib memantau tanda kecukupan ASI dan pertumbuhan bayi.
Sementara bayi yang rewel belum tentu karena dia merasa lapar, karena menangis adalah satu-satunya cara bayi berkomunikasi sebelum dia mampu bicara, sehingga bayi akan menangis jika merasakan hal yang tidak nyaman, seperti kepanasan, kedinginan, bosan, sakit, lapar, haus, kesal, cari perhatian, ingin dipeluk, takut, dll, pahamilah bahasa tanpa kata atau tangisan bayi ini, jika ibu panik, bayi bisa semakin rewel, karena emosi yang dirasakan ibu akan 'nyetrum' ke bayi.

Payudara yang terasa lembek bukan berarti menjadi tanda produksi ASI yang sedikit, jika ibu aktif mengeluarkan ASI, baik dengan cara menyusui langsung maupun perah ASI, maka payudara yang terasa lembek bisa menjadi pertanda baik, bahwa aliran ASI lancar dan stabil, sehingga tidak ada penumpukan di gudang ASI.
Payudara yang bengkak adalah tanda adanya penumpukan ASI di gudang ASI, bisa karena pengeluaran ASI yang tidak optimal atau karena ibu termasuk over supplier, dan ini sebenarnya bukan 100% kabar baik, karena payudara yang bengkak bisa berujung pada abses payudara.

"Potential causes of low milk supply
These things can cause or contribute to a low milk supply:

- Supplementing. Nursing is a supply & demand process. Milk is produced as your baby nurses, and the amount that she nurses lets your body know how much milk is required. Every bottle (of formula, juice or water) that your baby gets means that your body gets the signal to produce that much less milk.

- Bottle preference. A bottle requires a different type of sucking than nursing, and it is easier for your baby to extract milk from a bottle. As a result, giving a bottle can either cause your baby to have problems sucking properly at the breast, or can result in baby preferring the constant faster flow of the bottle.

- Pacifiers. Pacifiers can affect baby’s latch. They can also significantly reduce the amount of time your baby spends at the breast, which may cause your milk supply to drop.

- Nipple shields can be a useful tool in some cases, but hey can also reduce the stimulation to your nipple or interfere with milk transfer, which can interfere with the supply-demand cycle.

- Scheduled feedings interfere with the supply & demand cycle of milk production and can lead to a reduced supply, sometimes several months later rather than immediately. Nurse your baby whenever she is hungry.

- Sleepy baby. For the first few weeks, some babies are very sleepy and only ask to nurse infrequently and for short periods. Until baby wakes up and begins to breastfeed well, nurse baby at least every two hours during the day and at least every 4 hours at night to establish your milk supply.

- Cutting short the length of nursings. Stopping a feeding before your baby ends the feeding herself can interfere with the supply-demand cycle. Also, your milk increases in fat content later into a feeding, which helps baby gain weight and last longer between feedings.

- Offering only one breast per feeding. This is fine if your milk supply is well-established and your baby is gaining weight well. If you’re trying to increase your milk supply, let baby finish the first side, then offer the second side.

- Health or anatomical problems with baby (including, jaundice, tongue-tie, etc.) can prevent baby from removing milk adequately from the breast, thus decreasing milk supply.

- Mom’s health (uncontrolled anemia or hypothyroidism, retained placenta, postpartum hemorrhage…), previous breast surgery/injury, hormonal problems (e.g. PCOS), anatomical problems, medications she is taking (hormonal birth control, sudafed…), or smoking also have the potential to affect milk supply."
Sumber : Kellymom

Beberapa hal yang berpotensi menyebabkan produksi ASI yang sedikit :
- Suplementasi, pemberian PASI.

- Penggunaan botol dot.

- Penggunaan empeng.

- Penggunaan nipple shield (puting sambung).

- Jadwal menyusui yang tidak tepat.

- Bayi yang sering tidur, sehingga mengurangi jadwal menyusu bayi.

- Memotong durasi saat bayi menyusu (menghentikan proses bayi menyusu sebelum bayi kenyang dan berhenti menyusu)

- Hanya menggunakan 1 payudara saat menyusui. Usahakan tetap menawarkan kedua payudara saat menyusui, atau ibu bisa perah payudara yang belum disusui.

- Masalah kesehatan atau kelainan anatomi bayi (seperti tongue tie, jaundice, dll).

- Masalah kesehatan ibu (anemia yang tidak terkontrol, Hipotiroid, riwayat cidera atau operasi pada payudara, kelainan hormonal, kelainan anatomi, dll).

- Obat-obatan yang dikonsumsi ibu (seperti KB hormonal, dll).

- Merokok.


Tanda-tanda bahwa bayi mendapat cukup ASI

Sindrom ASI kurang jarang terjadi. Hanya 5% ibu yang betul-betul mengalami sindrom ASI kurang.

Untuk mencegah malnutrisi seorang ibu harus mengetahui tanda kecukupan ASI, terutama pada bulan pertama. Setelah bulan pertama tanda kecukupan ASI lebih tergambar melalui perubahan berat badan bayi. Tanda bahwa bayi mendapat cukup ASI adalah :

Produksi ASI akan berlimpah pada hari ke-2 sampai ke-4 setelah melahirkan, nampak dengan payudara bertambah besar, berat, lebih hangat dan seringkali ASI menetes dengan spontan
Bayi menyusu 8 - 12 kali sehari, dengan pelekatan yang benar pada setiap payudara dan menghisap secara teratur selama minimal 10 menit pada setiap payudara.
Bayi akan tampak puas setelah menyusu dan seringkali tertidur pada saat menyusu, terutama pada payudara yang kedua
Frekuensi buang air kecil (BAK) bayi > 6 kali sehari. Urin berwarna jernih, tidak kekuningan. Butiran halus kemerahan (yang mungkin berupa kristal urat pada urin) merupakan salah satu tanda ASI kurang.
Frekuensi buang air besar (BAB) > 4 kali sehari dengan volume paling tidak 1 sendok makan, tidak hanya berupa noda membekas pada popok bayi, pada bayi usia 4 hari sampai 4 minggu. Sering ditemukan bayi yang BAB setiap kali menyusu, dan hal ini merupakan hal yang normal
Feses berwarna kekuningan dengan butiran-butiran berwarna putih susu diantaranya (seedy milk), setelah bayi berumur 4 sampai 5 hari. Apabila setelah bayi berumur 5 hari, fesesnya masih berupa mekoneum (berwarna hitam seperti ter), atau transisi antara hijau kecoklatan, mungkin ini merupakan salah satu tanda bayi kurang mendapat ASI.
Puting payudara akan terasa sedikit sakit pada hari-hari pertama menyusui. Apabila sakit ini bertambah dan menetap setelah 5 - 7 hari, lebih-lebih apabila disertai dengan lecet, hal ini merupakan tanda bahwa bayi tidak melekat dengan baik saat menyusu. Apabila tidak segera ditangani dengan membetulkan posisi dan pelekatan bayi maka hal ini akan menurunkan produksi ASI
Berat badan bayi tidak turun lebih dari 10% dibanding berat lahir
Berat badan bayi kembali seperti berat lahir pada usia 10 sampai 14 hari setelah lahir.
(Sumber : IDAI)

Masih berpikir produksi ASI sedikit dan perlu booster ASI?
Silakan kunjungi klinik laktasi terdekat, temui konselor laktasi agar bisa dievaluasi dengan seksama dan mendapatkan arahan yang tepat.

Aku sendiri telah menyusui 2 orang putri, dengan berbagai problematika yang ada, mulai dari anatomi puting yang tidak normal, PCOS, status karyawati swasta tanpa kebijakan dan fasilitas khusus untuk ibu menyusui, anak yang bingung puting laten, minim dukungan lingkungan (tapi juga tidak ditentang sih), dinyinyirin teman, sampai dengan anak dengan kelainan langka bernama Pierre Robin Sequence non isolated yang menyebabkan bayi tidak bisa menyusu langsung.
Aku pernah mencoba berbagai galactogogue, mulai dari sumber alami (susu kedelai, kacang hijau, katuk, daun pepaya, tape hijau, dll), herbal (fenugreek), teh, obat yang dijual bebas (hampir semua merk terkenal, dan ada juga yang belum terkenal sudah aku coba), kukis laktasi, dan TIDAK ADA satu pun yang bisa menambah produksi ASI dengan spektakuler, karena kenyataannya yah memang tidak ada galactogogue yang bisa menambah produksi ASI secara drastis dan tunggal (hanya minum galactogogue saja).
Umpama kue, galactogogue hanyalah frosting atau hiasan kue saja, yang kalau pun tidak digunakan tidak akan menimbulkan masalah besar hehehehehehe.
Apa yang membuat aku bisa terus memberikan ASI adalah komitmen, disiplin untuk terus mengeluarkan ASI sesuai kebutuhan anak, dan positive thinking bahwa aku pasti bisa, ASI pasti cukup, sesederhana itu koq, gak mahal, gak ribet hehehehehehe.

Bonus, aku copy paste-kan tulisan mba Monik :

==================
Resep Kue Kering Laktasi (Untuk Perbanyak ASI)

Bahan :

- 3 lbs (1,36 kg)  menyusu sesuai keinginan bayi (nursing on demand)

- 2 lbs (0,9 kg)  kontak kulit dengan kulit (skin to skin contact) Ibu & bayi

- 2 c (220 gr)  tekad (Ibu) yang kuat

- 1 c (110 gr)  dukungan ilmu (sebanyak yang diperlukan Ibu)

- 1 c (110 gr) dukungan suami & lingkungan (sebanyak yg diperlukan Ibu -modified recipe)

Cara Pembuatan :

A. Untuk membangun produksi ASI :

- Campur kontak kulit dengan kulit dengan menyusu sesuai keinginan bayi yang banyak. Mulailah sedini mungkin secara sering.

- Pengeluaran ASI sangat penting terutama pada 2 – 3 minggu pertama (pasca persalinan) karena pada saat inilah saat terpenting produksi ASI dibangun.

- Makin banyak ASI yang dikeluarkan dari payudara Ibu maka makin banyak ASI yang diproduksi.

B. Untuk menjaga produksi ASI :

- Selalu berdekatan dengan bayi & biarkan ASI mengalir

- Perhatikan tanda2 bayi ingin menyusu sejak awal (Early Cues) seperti kepala bayi menengok ke kiri kanan (rooting) & memasukkan tangan ke mulut daripada menunggu bayi menangis (Tanda akhir / Late cues)

- Menyusu sesuai keinginan bayi = tidak membatasi waktu menyusu pada payudara / mengikuti jadwal menyusu yang kaku. Tetapi untuk bayi baru lahir (newborn) perlu menyusu setiap 2-3 jam sekali.

Catatan Tambahan saya : Pantau ketat tanda2 kecukupan ASI terutama pertumbuhan (growth bayi per minggu), bisa dibaca di buku ASI saya / :

http://theurbanmama.com/articles/apakah-asi-saya-cukup.html

Pesan Moral :

Kecewa tidak ketemu Kue Kering beneran yang bisa bikin ASI banyak –secara instan- ? :)

Karena pada prinsipnya bila Ibu ingin makan kue kering ya makan saja yang disukai, tidak perlu kue khusus yang ditujukan untuk membuat produksi ASI Ibu banyak.

Bila paham prinsip produksi & pengeluaran ASI serta peran hormon prolaktin & oksitosin akan paham kok gak usah tergantung suplemen, galactagogue ini itu untuk berhasil menyusui / mengeluarkan ASI.

Catatan tambahan lain : Galactagogue / booster ASI secara khusus diperlukan pada kasus2 khusus juga seperti program relaktasi berat & induksi laktasi

Sumber: Buku wajib La Leche League International (LLLI) : Womanly Art of Breastfeeding
Credit untuk rekan2 saya sesama La Leche League (LLL) Leader di Fairfax City - AS

Happy Breastfeeding :)
F.B. Monika
=====================

Jadiiiiii para ibu menyusui, makan dan minum lah apa saja yang ibu suka, yang bisa bikin ibu senang, selama makanan dan minuman itu tidak memiliki kontra indikasi dengan menyusui, tergolong sehat, bersih daaan bergizi seimbang.

Jadikan proses menyusui sebagai proses yang indah, spesial, simple, dan membahagiakan.

Goodluck mommies


Bekasi, 23 Januari 2017

Nanda

Rabu, 04 Januari 2017

EXCLUSIVE PUMPING? Yay or Nay



Aku telah meng-create sebuah supporting group bernama Tambah ASI Tambah Cinta sejak tahun 2011, meski saat ini TATC tidak seaktif dulu, namun aku sedikit banyak ikut memperhatikan perkembangan dunia laktasi.
Dulu masih belum banyak orang yang mengenal istilah exclusive pumping atau EPing, aku sendiri tidak pernah menemukan ada ibu lain yang menyarankan,"EPing saja, gak apa-apa koq, yang penting tetap ASI.", atau saran sejenis itu, namun kini ada perubahan.

Tahun 2014, aku melahirkan Kirana, yang rupanya mengalami kesulitan menyusu, bahkan beresiko tertutup jalan nafasnya jika dia menyusu langsung, karena Kirana mengalami Pierre Robin Sequence non isolated (kisah menyusui Kirana bisa di baca di part 1 dan part 2), sehingga aku pun tidak punya pilihan lain selain melakukan EPing untuk menghindari resiko besar bagi Kirana.
Sejak itu aku mulai mengenal dunia EPing, dan ketika Kirana berusia sekitar 8 bulan, aku menemukan sebuah grup EPing yang berpusat di luar negeri, karena ada seorang ibu dari grup tersebut yang menghibahkan breastpump untukku.

Jujur, aku sangat jarang mampir ke grup tersebut, dan awalnya sih merasa biasa saja, karena dulu yang aku perhatikan nampaknya sebagian member grup tersebut memang anaknya mengalami hambatan menyusu seperti sesama ortu dari anak PRS, bayi tongue tie yang tidak bisa latch on, bayi sakit berat, dll. Rasanya tidak banyak ilmu yang aku dapat di grup tersebut, lebih banyak seperti untuk fun saja, tapi cukup menyenangkan sih, apalagi kan ada perbedaan waktu di sana dengan di Indonesia, jadi pas mereka perah tengah malam, mungkin aku sedang perah pagi atau siang hari, dan butuh hiburan hehehehehehe.

Dan akhirnya entah sejak kapan, tiba-tiba di Indonesia pun membuat grup serupa.
Jujur untuk kali ini, entah mengapa aku agak khawatir sejak awal aku di add ke grup ini, ada kekhawatiran bahwa kampanye EPing di Indonesia akan membawa pemahaman yang salah, apalagi seiring waktu aku perhatikan tidak banyak membernya yang (mengaku) melakukan EPing memang karena alasan resiko medis, melainkan karena hal-hal yang BISA DICEGAH, seperti alasan bentuk puting, bingung puting, bahkan alasan (yang menurut aku) konyol seperti untuk memastikan bahwa ASI-nya benar-benar foremilk dan hindmilk atau malas belajar latch on yang benar.
Dan kini aku mulai sering menemukan ibu lain yang dengan ringan menyarankan,"EPing saja, gak apa-apa koq, yang penting kan tetap ASI, dan kamu gak sendirian.", beserta beberapa hal yang mengikutinya, seperti trend booster ASI dan breastpump.

Atas keresahan yang aku pribadi rasakan, maka aku menuliskan ini, aku akan coba membahas apa sih yang membuat ibu harus EPing, dan mengapa ibu harus memperjuangkan menyusui langsung ke payudara.
Semoga saja bisa dipahami dengan hati yang positif, gak pake baper, gak anggap tulisan ini menghambat LDR hehehehehehe.

Pertama, kita harus pahami dulu, apa sih EPing itu?
Exclusive pumping atau biasa disingkat EPing adalah HANYA perah ASI atau pumping, TANPA menyusui langsung, selama 24 jam, ibu harus melakukan perah ASI atau pumping setiap 2-3 jam sekali, secara terus-menerus selama 24 jam, selama ingin tetap memberikan ASI (anjuran pemberian ASI adalah minimal selama 2 tahun), gak ada libur, gak pake tapi, gak ada cuti hehehehehe.
Jadi kalau kamu masih bisa dan memang masih menyusui langsung bayimu, itu bukan EPing namanya, atau kalau kamu memberikan bayimu BUKAN ASI perah (ASIP), atau kalau kamu memberikan ASIP donor maupun susu formula, TANPA melakukan perah/pumping, itu juga BUKAN EPing yaah.

Nah, sudah paham yah apa yang dimaksud dengan EPing? Jangan bingung istilah lagi nih sekarang.
Lalu apakah EPing menyimpan resiko?
Tentu saja iya.
Aku sendiri melakukan EPing, dan menurut pengalamanku, EPing bukan pekerjaan mudah dan sangat beresiko terhenti di tengah jalan.
EPing juga stressful, dan membuat bayi kehilangan manfaat dari menyusui (apa sih manfaat menyusui langsung? Nanti dibahas di bawaj yaah), apalagi jika pemberian ASIP menggunakan dot, pastilah akan ada resiko dari penggunaan dot juga seperti resiko tersedak, gangguan perkembangan oromotor dan gigi, resiko overfeeding, resiko karies gigi, resiko bayi menelan potongan dot (jika mulai menggigit-gigit dot), resiko kontaminasi kuman penyakit, dll.
Jadi melakukan EPing bukannya problem free yaah, malah bisa menambah masalah dan menyulitkan bagi ibu.

Lalu kenapa sih ada yang namanya EPing?
Tentu saja karena memang ada ibu yang tidak memiliki pilihan lain selain melakukan EPing jika ingin tetap memberikan ASI, contohnya seperti yang aku alami, yaitu anak dengan resiko tinggi jika menyusu langsung.
Ada juga anak-anak yang terlahir dengan kelainan anatomi, sindrom, penyakit (selain PRS tentunya) yang menyebabkan feeding difficulty atau bahkan tidak bisa menggunakan mulut untuk minum, karena misalnya mengalami aspirasi (saat menelan, tidak menuju lambung, namun malah masuk ke paru-paru), tidak atau masih belum memiliki reflek menelan ataupun menghisap yang baik, dan kondisi medis lainnya.
Bayi yang terlahir premature, bblr juga mungkin membuat ibu perlu melakukan EPing sementara atau pun jangka panjang.
Ini adalah contoh-contoh kondisi yang membuat ibu HARUS melakukan EPing jika ingin terus memberikan ASI, dan tidak bisa ditawar, tidak bisa dicegah, karena resiko memaksakan diri untuk menyusui bayi secara langsung akan lebih besar dibanding dengan resiko jika melakukan EPing (gak ada yang lebih penting dari nyawa si kecil kan?).

Lalu bagaimana dengan ibu yang bekerja kantoran? Atau yang kerjanya jauuuuuuh terpisah dari bayi?
Sebenarnya ini bukan indikasi mutlak seorang ibu untuk melakukan EPing, PRINSIPNYA adalah ketika ibu berdekatan dengan bayi, susui bayi langsung dari payudara ibu.
Jika ibu terpisah jauh dari bayi, hingga jarang berkumpul, ada baiknya diusahakan agar ibu bisa tetap berkumpul dengan bayinya, misal ibunya mencari pekerjaan yang bisa berdekatan dengan bayi, atau bayinya diboyong agar bisa berkumpul bersama ibu, karena pada dasarnya anak tidak hanya membutuhkan ASI dan payudara, anak membutuhkan ibu, namun jika memang tidak memungkinkan maka kembali ke prinsip agar anak bisa menyusu langsung saat berdekatan dengan ibu.

Bagaimana dengan ibu yang putingnya abnormal? Putingnya datar, kecil, tenggelam, atau terlalu besar?
Untuk kondisi ini, yang terpenting adalah mencari posisi menyusui yang nyaman bagi ibu dan bayi, serta posisi perlekatan yang tepat.
Aku sendiri mengalami masalah ini koq, dulu juga masih berstatus karyawati saat menyusui Kasih (kisah menyusui Kasih bisa dibaca di sini), namun tidak melakukan EPing, dan tidak terpikirkan sama sekali untuk EPing.

Bagaimana jika ibu mengalami gangguan mood, depresi?
Sejujurnya untuk kasus yang satu ini, aku pun bingung bagaimana menjawabnya, karena EPing jelas bukan pekerjaan mudah yang menyenangkan, dan sangat mungkin membuat ibu yang tidak mengalami gangguan mood menjadi memiliki gangguan mood, karena kelelahan dan stress, lalu bagaimana jika yang memang benar mengalami depresi?
Aku sendiri tentu saja tidak melakukan EPing dengan kondisi mental yang baik (yeah apa bisa ibu menjadi bahagia saat menyaksikan anaknya sakit setiap hari, sakit kronik?), dan melakukan EPing menambah berat beban mentalku.
Apalagi stress bisa mengganggu produksi ASI, gimana ibu yang stress lalu pumping dan melihat,"Duh koq keluarnya cuma sedikit?".
Setahu aku pun, menyusui justru akan mengurangi resiko stress, depresi, kecemasan pada ibu.
Jadi untuk alasan yang satu ini, sampai saat ini masih belum bisa masuk ke logikaku, meski harus diakui, jika ibu benar-benar mengalami gangguan mood, depresi, cemas, dll, maka masalah ini harus diselesaikan untuk agar ibu kemudian bisa kembali menyusui dengan tenang dan bahagia.
IMHO jika pun dengan alasan ini lalu ibu mengatakan bahwa EPing akan menjadi pilihan, sebaiknya pemberian ASIP tidak menggunakan dot untuk mencegah bingung puting (beserta resiko penggunaan dot yang lainnya), dan selama memungkinkan, ibu bisa coba tetap menyusui bayinya sesekali.

Bagaimana jika bayi bingung puting?
Ini cukup sering aku temukan nih, EPing dengan alasan bayi bingung puting, segala cara telah dilakukan, tapi gak berhasil, jadi yah EPing saja.
IMHO bingung puting adalah alasan EPing yang sangat bisa DICEGAH, kenapa? Bingung puting disebabkan penggunaan dot, maka berikanlah ASIP dengan media selain dot (baca tentang media selain dot di sini), jangan coba-coba menggunakan dot jika tidak ingin anak mengalami bingung puting.

Kirana saat menggunakan OGT

Ayah pun bisa menyuapi ASIP menggunakan cup feeder

Bahkan kakak pun bisa membantu menyuapi ASIP menggunakan pipet (Kasih di foto ini berusia 4 tahun)

Ada koq yang pakai dot tapi anaknya tetap bisa menyusu langsung. Iya, tapi tidak ada 1 pun bayi dan tidak ada 1 pun jenis dot yang bisa 100% bebas dari resiko bingung puting, bahkan ada yang disebut bingung puting laten, pada kondisi ini, bayi tetap mau menyusu namun dengan daya hisap yang lebih lemah, karena terbiasa menggunakan dot, akibatnya ASI yang dikeluarkan saat bayi menyusu jadi tidak optimal, sehingga produksi ASI juga akan berkurang (ingat prinsip utama ASI adalah supply by demand), dan ini seringkali membuat ibu merasa 'aman', tidak tahu anaknya bingung puting, nati tiba-tiba supply ASI drop.

Bagaimana jika terlanjur bingung puting?
Ada suatu usaha untuk bisa kembali menyusui bayi, namanya RELAKTASI, maka lakukanlah relaktasi dengan sungguh-sungguh, stop penggunaan dot, keras kepala lah untuk bisa kembali menyusui.
"Bayinya ngamuk, nangis-nangis terus."
Begitulah bayi, dia kan sudah keenakan pakai dot, makanya pas kesenangan, kemudahannya dihilangkan yah dia marah, karena harus berusaha lebih keras saat menyusu dari payudara ibu, maka berjuanglah bersama bayi ibu.
Bayi ibu sedang berusaha untuk kembali mengenali payudara dan belajar kembali menyusu langsung, ini bukan hal mudah yang menyenangkan bagi bayi (pakai dot kan lebih mudah, perut kenyang juga), makanya dia menangis, marah, dan di saat seperti ini, ibu menjadi penyemangat dan tumpuan bayi, ibu perlu tetap tenang, agar bayi tidak semakin senewen (emosinya nyetrum looh dari ibu ke bayi), ibu perlu berjuang bersama bayinya, meski faktanya memang tidak mudah bagi ibu maupun bagi bayi, tapi berjuang bersama, semua akan berlalu dan insya Allah, ibu bisa kembali menyusui bayinya.
Gak berhasil relaktasi? OK lah kali ini ibu tidak berhasil relaktasi, ibu telah melakukan EPing untuk tetap memberikan ASI, it's okay, tapi ibu masih bisa belajar untuk terus memperbaiki diri, dan membantu sesama ibu agar bisa menyusui bayinya dengan optimal, untuk mencegah ibu lain melakukan EPing jika tanpa indikasi kuat.

Apa sih menyusui itu?
Menyusui atau dalam bahasa Inggris disebut BREASTfeeding yang berasal dari breast (dada) dan feeding (makan), maka bisa disimpulkan bahwa BREASTfeeding adalah cara memberikan makanan langsung dari dada, dalam hal ini adalah payudara (sebutan dada untuk wanita).

"Breastfeeding, the method of feeding a baby with milk directly from the mother's breast. Also written breast feeding and breast-feeding." (Sumber : Medical Dictionary)
Menyusui, metode pemberian makan untuk bayi, berupa susu langsung dari payudara ibu.

"Breastfeeding is the normal way of providing young infants with the nutrients they need for healthy growth and development." (Sumber : WHO)
Menyusui adalah cara normal untuk menyediakan nutrisi bagi bayi agar mereka bisa tumbuh dan berkembang dengan sehat (mari kita jawab dalam hati masing-masing, cara yang paling normal yang dimaksud ini seperti apa)

Menyusui lebih dari sekedar memberikan ASI.
Kita tidak akan bisa memungkiri bahwa ASI memang cairan hidup, standar emas bagi anak-anak kita, namun menyusui langsung dari payudara pun memberikan manfaat ekstra yang tidak akan didapat dan pasti berbeda jika ibu tidak menyusui bayi, yaitu manfaat psikologi (bonding, rasa aman, rasa percaya, rasa nyaman, executive function), stimulasi oromotorik (menyusu pada payudara sangat berbeda dengan menggunakan dot, sehingga tentu saja stimulasi yang didapat pun berbeda).
Menyusui mampu meningkatkan kepercayaan diri ibu, mengurangi resiko ibu terkena gangguan mood (depresi, kecemasan), di mana jika ibu melakukan EPing bisa jadi justru menambah beban mental ibu, dan kelelahan fisik.
Ditambah dengan kabar bahwa saat bayi menyusu langsung pada payudara ibu, maka liur bayi saat menyusu, akan menjadi sinyal kebutuhan bayi yang kemudian membuat ASI menyesuaikan dengan kebutuhan bayi tersebut, ini tentu saja tidak akan didapat jika bayi tidak menyusu pada payudara ibu.

Eh kenapa sih aku koq kayaknya ngotot amat mendorong para ibu untuk menyusui langsung dari payudara?
Karena aku pejuang ASI garis keras, ASI nazi hahahahahahahahahaha.
Yah enggak laaah, tapi karena ibu perlu tahu bahwa EPing pun menyimpan resiko, bahwa EPing bukan solusi melainkan pilihan terakhir saat menyusui benar-benar tidak mungkin dilakukan, bahwa menyusui itu lebih dari sekedar memberikan ASI, bahwa menyusui adalah cara paling wajar makhluk mamalia memberikan makan bagi bayinya yang belum bisa makan makanan padat, bahwa menyusui terlalu spesial untuk dilewatkan, bahwa menyusui terlalu indah untuk tidak diperjuangkan.
Selama ada setitik saja peluang untuk bisa menyusui, perjuangkanlah dengan keras kepala.
Seberat apapun tantangan menyusui yang ibu alami, berjuanglah, menyusuilah dengan keras kepala, karena ibu tidak akan pernah sendiri.
Temukan supporting group yang tepat, temui konselor laktasi.

Jadiiii setelah tulisan lumayan panjang ini, kesimpulannya EPing itu menjadi yay jika sesuai indikasi dan nay jika tidak sesuai dengan indikasi, sehingga selama bisa dicegah maka cegahlah, selama bisa berjuang untuk kembali menyusui, maka perjuangkanlah meski peluang itu hanya ada setitik.
Memang siih pada akhirnya keputusan dikembalikan kepada masing-masing, aku sendiri hanya bisa menyampaikan sedikit yang aku tahu dan rasakan sebagai sesama ibu maupun sebagai sesama pelaku EPing.

Ibu yang tangguh dan hebat adalah para ibu yang bersedia terus belajar melakukan yang lebih baik.
Dukunglah sesama ibu untuk menyusui, bantu bayi agar bisa menyusu pada payudara ibu.
Breast is best.
Goodluck mommies.

Bekasi, 4 Januari 2016

Nanda


Kamis, 10 November 2016

Menyusui Kirana : Tantangan Langka Part 2

Baca juga : Menyusui Kirana : Tantangan Langka part 1


7 Maret 2014 akhirnya aku bisa membawa Kirana pulang ke rumah, lega rasanya, meski saat itu Kirana masih memakai OGT dan aku masih belum paham betul soal menyusui bayi PRS, aku masih berharap bisa menyusui dia secara langsung, aku pun mencari info, bertanya kepada beberapa teman yang adalah konselor laktasi, hingga aku mengetahui bahwa dalam literatur dikatakan bahwa hampir mustahil menyusui anak PRS karena ada resiko tertutup jalan nafas, sehingga fokus utamanya bukanlah agar Kirana bisa menyusu langsung namun bagaimana agar Kirana bisa terus mendapatkan ASI, hingga aku harus rela memutuskan untuk memilih exclusive pumping atau disingkat EPing.
Aku memang masih terus berusaha untuk melatih Kirana menyusu langsung, hingga aku mendapatkan saran untuk mencoba posisi dancer hand, posisi tersebut cukup membantu, aku mengkombinasikan dengan posisi cross-cradle hand, namun mengingat resiko besar yang mengintai ditambah dengan laju pertumbuhannya yang lambat, aku tetap memilih EPing, dan sesekali melatih Kirana menyusu, meski sangat jarang, namun aku berharap Kirana mampu mengingat bagaimana caranya menyusu, aku masih berharap Kirana bisa menyusu langsung di usia 1 tahun, ketika kebutuhannya terhadap ASI juga sudah tinggal sekitar 30% karena makanan lah yang utama dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dan kalorinya, aku masih berharap Kirana bisa mendapatkan manfaat lebih dari proses menyusu.
EPing bukanlah hal mudah bagiku, aku harus patuh terhadap jadwal perah setiap 2-3 jam sekali, selama 24 jam, setiap hari, durasi sesi perah selama 30-60 menit per sesi, padahal aku juga harus menyuapi Kirana, mengurus Kasih, masak, dan hal lainnya tanpa asisten rumah tangga yang menetap. Kirana dijadwalkan minum setiap 3 jam sekali atau 8 sesi minum dalam 24 jam. Kadang aku tertidur saat sesi perah, saking lelahnya diriku, untunglah aku menggunakan breastpump elektrik.
Kebutuhan ASIP Kirana kuhitung sesuai berat badannya, berdasarkan informasi yang kudapatkan dari konselor laktasi, yaitu 150 ml per kg bb untuk 24 jam.
Meski Kirana menggunakan OGT, aku tetap melatihnya minum per oral (menggunakan mulutnya), sedikit saja, hanya sekitar 5-10 ml, diberikan menggunakan cup feeder dengan sangat perlahan dan hati-hati, sambil terus memperhatikan reaksi Kirana, jika dia membiru (cyanosis), maka harus segera dihentikan, dan dilanjutkan dengan pemberian melalui OGT.
Seminggu lamanya aku menyuapi dengan cara ini, Kirana masih terus mengalami cyanosis sehingga OGT masih menempel manis di mulutnya, namun durasi pemberian minum masih terasa ringan, tidak terlalu lama. Aku selalu berkata,"Ayo Kirana, minum pakai mulut yah, biar sondenya bisa dibuang saja.".
Saat tiba waktunya OGT harus diganti, aku minta tolong suster agar mengijinkanku mencoba menyusui Kirana, kupikir dia tak bisa menyusu karena ada OGT di mulutnya sehingga perlekatan pun jadi kurang baik.
Suster memberikan ijin dan aku pun mencoba menyusui Kirana, namun kurasakan memang Kirana kesulitan melakukan perlekatan karena dagunya yang mundur, dan lidahnya yang seperti tidak bisa 'mengunci' saat perlekatan, hingga akhirnya aku pun memutuskan untuk kembali memasangkan OGT yang baru, karena dia tak bisa menyusu langsung dan juga masih mengalami cyanosis.
Malam itu aku ketiduran saking lelahnya, aku memang kurang tidur, karena harus perah ASI setiap 3 jam sekali, dan melakukan kegiatan lainnya, betapa terkejutnya aku saat terbangun dan menemukan OGT Kirana terlepas!
Aku segera menghubungi 3 RS yang tidak jauh dari rumah, UGD-nya, namun 2 diantaranya, menyatakan tidak bisa menggantikan OGT pada bayi.
Aku bersiap berangkat, namun entah mengapa, aku ingin mencoba menyuapi Kirana per oral, daaaaaaan ternyata kali itu, Kirana tak lagi cyanosis, aku pun membatalkan niat berangkat untuk memasang kembali OGT-nya, dan mencoba terus menyuapi Kirana dengan cup feeder hingga ASIP jatah 2 sesi bisa habis, maka sejak itu Kirana tidak pernah lagi menggunakan OGT maupun NGT untuk menerima asupan, karena kupikir Kirana bisa bisa menggunakan mulutnya untuk minum dan makan, apalagi di usianya sekitar 7,5 bulan, Kirana melakukan tes FEES untuk mengevaluasi kemampuannya menelan, dan hasilnya menunjukkan bahwa kemampuan menelan Kirana adekuat dan tidak terjadi aspirasi.
Aku tetap menyuapi Kirana pakai cup feeder maupun pipet, sesuai jadwal sebelumnya yaitu setiap 3 jam sekali, yang berbeda adalah durasi pemberian ASIP, jika selama pakai OGT durasinya tidak terlalu lama, hanya sekitar 10-15 menit, itu pun karena aku masih menyuapi dengan cup feeder sekitar 5-10 ml, setelah Kirana tak lagi memakai OGT, durasi pemberian ASIP menjadi lama, rata-rata sekitar 1-2 jam, karena pemberiannya harus perlahan dan hati-hati, Kirana sering tersedak, dan aku harus jeli memperhatikan apakah dia menjadi cyanosis lagi atau tidak, aku juga menepuk pelan dadanya seperti yang diajarkan suster saat Kirana masih di perina.

Rasanya lelah sekali, aku masih harus perah ASI sesuai jadwal dengan durasi 30-60 menit per sesi perah, masih harus masak, mengurus Kasih, dll, hingga aku hampir tak punya waktu tidur atau sekedar beristirahat, bahkan otakku seperti sedang balapan liar, rasanya tak ada waktu untuk berhenti berpikir,"Mau apa dulu? Perah? Nyuapi Kirana? Masak? Atau tidur?", biasanya aku memilih untuk tidak beristirahat karena tak ada orang lain yang akan membantuku, jika aku istirahat maka jadwal lainnya bisa terbengkalai.
Aku merasa nyaris kehilangan akal sehat, semuanya terasa ngebut dan harus didahulukan, itu pun masih ditambah dengan rencana-rencana ke RS. Kondisi Kirana yang tak menyenangkan, nafasnya sesak, ada retraksi di leher, suara nafasnya grok-grok (stridor) sepanjang hari, terkadang juga terdengar suara ngik, dan kondisi tersebut tampak memburuk saat Kirana aktif, sehingga dia tampak semakin sesak namun wajahnya happy, semua itu karena Kirana juga mengalami laryngomalacia.
Aku mungkin hanya bisa tidur sekitar 1-3 jam per hari, itupun tidak dalam 1 sesi tidur nyenyak, tidak, tidurku tak pernah nyenyak, mataku terpejam, tapi rasanya otakku masih terus beripikir,"Berikutnya apa?", bahkan saat sakit pun aku tetap harus melakukan semua itu.
Kirana semakin besar, aku merasa aneh karena dia tak merespon mainan berwarna cerah, tak merespon suara-suara pelan, namun suamiku selalu berusaha menenangkan aku dengan berkata,"Jangan disamain dengan yang lain, Kirana lahir saja kecil. Udah deh, gak apa-apa.".
Suatu hari, seorang teman mampir dan mengatakan bahwa gerakan Kirana terlihat kaku, dan menyarankan agar aku memeriksakan Kirana ke dokter tumbuh kembang atau dokter syaraf khusus anak.
Di usia Kirana sekitar 4 bulan, aku baru sempat membawanya ke dokter, dan Kirana terdiagnosa microcephaly, lingkar kepalanya berukuran jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan jenis kelamin dan usia yang sama, hal ini membuat kami harus melanjutkan perjalanan medis bagi Kirana.
Di usia Kirana sekitar 5 bulan, aku bertemu dengan seorang DSA yang kemudian mendiagnosa Kirana dengan gagal tumbuh, sebenarnya sih bukan hal yang mengejutkan bagiku karena aku sudah menduganya, namun tetap saja rasanya sedih dan down mengingat bahwa usahaku untuk mempertahankan pemberian ASI bagi Kirana sangat tak mudah, namun diagnosa ini tetap harus kuterima.
Ya Kirana memang mengalami gagal tumbuh, namun aku tetap tak menyerah, aku terus mengusahakan pemberian ASI baginya, semaksimal aku mampu. Aku tahu Kirana microcephaly, ini artinya dia butuh nutrisi terbaik bagi otaknya, dan aku yakin bahwa ASI-lah nutrisi terbaik bagi otak.
Seorang teman menawarkan haberman feeder (HBF), botol yang memang dirancang khusus bagi bayi yang terlahir dengan bibir sumbing, celah langit mulut, PRS, Down Syndrome, dan beberapa kondisi istimewa lainnya, botol ini harganya terbilang mahal bagiku, namun temanku membelikannya bagi Kirana, dan aku menggunakannya setelah diskusi dengan beberapa konselor laktasi yang kukenal.
Haberman feeder 

Awal menggunakan HBF, aku harus belajar dulu, karena penggunaannya berbeda dengan botol biasa, aku harus memindahkan ASIP dari botol ke teat dengan cara memencet 'leher' teat-nya, membalikkan botol dan melepas pencetan di 'leher' teat-nya, ASIP akan berpindah. Kirana pun tampak kesulitan, teat-nya memang masih keras, sehingga aku pun membantunya dengan memencet bagian 'leher' teat-nya, tepat di garis paling panjang agar ASIP yang dikeluarkan lebih banyak, awalnya dia tampak tak suka menggunakan HBF, namun setelah beberapa kali pakai teat mulai lembut, Kirana mulai lebih mudah menghisap, dan akhirnya dia bisa minum menggunakan HBF, ini cukup membantuku mengefisienkan waktu. kadang saking lelahnya, aku menyuapi Kirana sambil tertidur, sering aku menyuapi Kirana sambil perah, kadang Kasih yang menyuapi Kirana (Kasih memang sering membantu menyuapi Kirana sejak masih menggunakan pipet).
Di usia Kirana sekitar 8 bulan, aku menerima hibahan breastpump dengan sistem double pump, aku menerimanya dari seorang ibu dari komunitas EPing di luar negeri, dan ini membantuku semakin mengefisienkan waktu, yang awalnya butuh 30-60 menit untuk 1 sesi perah, sejak menerima breastpump tersebut, aku hanya butuh 15-30 menit untuk 1 sesi perah.
Waktu yang lebih luang, memungkinkan aku untuk lebih santai memasak, meneman Kasih, atau bahkan tidur sejenak, kelelahanku sedikit berkurang, rasanya kewarasanku juga sedikit kembali hehehehehe.
Kirana semakin besar, di usianya sekitar 11 bulan atau menjelang usia 1 tahun, Kirana mulai menunjukkan keinginannya untuk menyusu langsung. Saat Kirana ingin menyusu, dia akan buang muka jika disodori HBF, dan tampak semangat saat aku menyodorkan payudara. Yes, dia mulai mau menyusu langsung, meski dengan posisi yang sedikit ajaib.
Aku mulai lebih intens menyusui Kirana, sambil terus mengevaluasi proses menyusuinya, aku tahu bahwa kemungkinan Kirana menyusu lebih demi kenyamanan, tapi aku meyakini bahwa Kirana tetap akan mendapat manfaat pentingnya yaitu manfaat psikologis (bonding), stimulasi oromotorik dan stimulasi pertumbuhan rahang.
Betapa aku merasa bahagia, hal yang aku tunggu, yang kupikir hampir mustahil bisa dilakukan Kirana yang PRS, ternyata bisa dilakukan, Kirana menyusu langsung ke payudaraku, dia bisa dan mau, meski mungkin lebih demi kenyamanan, namun dia bisa.
Di usia Kirana sekitar 15 bulan, aku berhenti perah ASI dan full menyusui Kirana secara langsung, toh di usia Kirana yang sudah lebih dari 15 bulan, dia hanya butuh sekitar 30% ASI untuk memenuhi kebutuhannya, sementara 70% didapat dari makan padat gizi seimbang.
Aku bertekad untuk terus menyusuinya, tanpa menyapih Kirana, hingga Kirana yang berhenti sendiri, natural weaning saja, mengingat usaha mempertahankan pemberian ASI bagi Kirana bukanlah hal mudah.
Kini usia Kirana sudah 2 tahun 9 bulan, dia sudah berhenti menyusu, dia telah menyapihku di usianya sekitar 2 tahun 8 bulan.
Kirana, anak yang terlahir dengan PRS non isolated, yang dikatakan hampir mustahil bisa menyusu langsung, namun dia buktikan bahwa dia bisa.
12 November 2016

Jumat, 12 Agustus 2016

Menyusui Kirana : Tantangan Langka part 1

Dalam rangka ikut meramaikan Pekan ASI Sedunia, maka saya akan menceritakan kisah menyusui dengan tantangan langka, dan inilah bagian pertama, memberikan ASI bagi Kirana selama dirawat di Rumah Sakit.
Setelah berhasil menyusui Kasih hingga sekitar usia 2 tahun 8 bulan dengan beberapa tantangan umum seperti flat nipple, inverted nipple, ngantor, pas-pasan supplier, aku merasa percaya diri, bahwa menyusui anak ke 2 akan lebih mulus, IMD akan dilakukan dengan baik.
Aku pun mulai melakukan 'belanja' faskes dan nakes, hingga sepakat untuk melakukan delayed cord clamping (DCC), IMD (Inisiasi Menyusu Dini), dan rooming in, namun apa daya, ternyata perkiraanku salah total.
Kirana terdiagnosa PJT (Pertumbuhan Janin Terhambat) menjelang akhir masa kehamilanku, dan akhirnya kehamilanku pun diterminasi saat gestasi 37-38 minggu, Kirana lahir tanggal 8 Februari 2014, tak menangis, maka buyarlah harapanku untuk melakukan DCC dan IMD, karena Kirana segera dibawa ke NICU, saat itu aku masih belum membayangkan bahwa aku akan menghadapi tantangan menyusui dari sebuah kelainan langka.
Awalnya aku hanya mendengar pirobin, tanpa aku tahu tantangan apa yang akan kuhadapi, hingga akhirnya aku mengenal Pierre Robin Sequence (PRS), tapi aku masih belum tahu bahwa PRS akan membuat usahaku menyusui Kirana menjadi sebuah pengalaman luar biasa.
Pierre Robin Sequence adalah suatu kelainan langka dengan angka kejadian sekitar 1:8500, ditandai dengan dagu yang sangat kecil (micrognathia) dan atau lebih mundur (retrognathia), lidah yang 'jatuh' dan menutup jalan nafas (glossotopsis), serta langit mulut yang bercelah (cleft palate) atau tinggi (high-arched palate), hal ini membuat Kirana beresiko tertutup jalan nafasnya, apalagi dia juga mengalami laryngomalacia.
Setelah terlahir, dia segera dibawa ke NICU karena asfiksia, aku berusaha mengusir rasa gundah di hatiku, ibu mana yang bisa 100% tenang saat mengetahui anaknya berada di ruang ICU? Aku ingin segera memerah ASI ku agar produksi ASI terstimulasi sekaligus mengalihkan pikiranku, namun aku belum menyiapkan apapun, belum ada botol, apalagi breastpump, sementara tanganku yang memang mudah sekali ngilu akibat sering kena tendang saat dulu aku masih menjadi atlet, membuatku agak kesulitan jika harus memerah pakai tangan atau marmet, akhirnya aku menunggu sampai ada suster yang datang ke ruangan.
Siang itu, seorang suster datang, aku menanyakan cara agar aku bisa meminjam botol dan juga breastpump, suster pun bertanya,"ASI-nya sudah keluar bu?", sambil memeriksa payudaraku, lalu kembali berkata,"Ini sih belum ada isinya bu, dipijit saja dulu yaah.", namun karena aku tetap bertanya, maka suster memberikan info bahwa aku bisa meminjam botol di ruang NICU, maka saat jam jenguk sore, aku pun meminjam beberapa botol dari ruang NICU, dan segera di malam harinya aku mencoba memerah ASI, perah pakai tangan atau tehnik marmet, dan ternyata payudaraku yang sempat dibilang masih 'kosong', bisa menghasilkan 10ml kolostrum, cairan emas yang memiliki manfaat luar biasa.
Saat itu Kirana masih dipuasakan, saat aku perah pun hari sudah malam, kalau tidak salah, sudah sekitar jam 23.00, sehingga ASIP aku simpan di kulkas yang berada di nurse station ruang rawatku, sejak malam itu aku mulai rutin perah setiap 2-3jam sekali, toh aku tak ada kesibukan lain, sehingga perah ASI bisa mengisi waktu kosongku, dan hasilnya pun aku kumpulkan untuk Kirana.
Keesokan harinya sekitar jam 12, dengan sumringah aku menuju ruang NICU, aku membawa beberapa botol ASIP yang masih tampak sangat kuning, untuk Kirana, aku menyerahkan kepada suster yang merawat, suster pun berkata,"Bayinya sudah boleh minum ma, ini untuk nanti sesi jam 15.", aku terkejut, mengapa disimpan untuk jam 15, padahal Kirana sudah boleh minum? Rupanya seorang suster yang merawat Kirana, telah memberikan susu formula, tanpa seijinku ataupun suamiku, padahal aku masih berada di ruang perawatan yang hanya berbeda lantai dengan ruang NICU, aku pun marah, karena memberikan susu formula tanpa ijin itu menyalahi aturan, namun suster berkelit, bahwa dokter telah menginstruksikan Kirana boleh minum baik ASI ataupun susu formula.
Jujur, saat itu aku sangat kesal, padahal ASIP sudah siap sejak malamnya, tapi aku kecolongan, Kirana diberikan susu formula tanpa ijin, sebanyak 2cc. Rasanya ingin memproses kejadian tersebut, namun suamiku mengingatkan aku untuk tidak terlalu keras karena Kirana masih dirawat di sana, sehingga aku pun menahan diri, lagipula jujur, aku pun saat itu tidak tahu harus mengadu ke mana. Aku menegur suster yang melakukan hal tersebut, dan meminta agar hal tersebut jangan sampai terulang.
Seminggu aku berada di ruang perawatan, semua masih terasa 'mudah', makan minum selalu terjamin, aku tak punya kegiatan lain selain perah ASI sambil menunggu waktu untuk menjenguk Kirana di NICU, sehingga perah rutin setiap 2-3jam sekali juga relatif mudah dilakukan, aku bisa jelas melihat perubahan warna ASI sejak hari pertama kelahiran, mulai dari berwarna sangat kuning hingga akhirnya menjadi putih gading seperti warna susu pada umumnya, demikian juga kuantitas hasil perahku, mulai dari 10ml hingga menjadi 100ml bahkan lebih, dan semua itu lebih dari cukup untuk asupan Kirana, aku bahkan membuat kulkas penuh sampai beberapa suster bertanya bagaimana caranya aku bisa mengumpulkan ASIP sebanyak itu, padahal aku ini bukan tipe over supplier, aku justru tipe pas-pasan supplier heheehheehee. Namun komitmen dan disiplin perah membuat ASIP-ku tampak banyak.
Akhirnya tiba saat aku tak bisa lagi tinggal di ruang perawatan paska persalinan di RS, aku harus pulang, sementara Kirana masih harus berada di RS. Saat itu tentunya aku masih dalam masa nifas, aku menumpang di rumah mertuaku agar jarak ke RS sedikit lebih dekat jika dibandingkan dari rumahku sendiri, namun setiap 3-4 hari sekali aku pulang ke rumahku sendiri, dan 'libur' mengunjungi Kirana. Jadwal perahku mulai sedikit terganggu namun masih cukup rutin, setiap hari aku bolak-balik ke RS, namun bukan untuk setor ASIP, karena stok ASIP Kirana sangat cukup yang aku tinggalkan di kulkas RS, aku membawa stok ASIP hanya jika stok di RS sudah menipis, aku setiap hari menempuh jarak sekitar 24 km, menggunakan angkutan umum demi mengunjungi Kirana meski hanya bisa menjenguk sesuai jadwal, tidak bisa menemani sepanjang hari, dan jika aku 'libur' untuk kembali ke rumahku dan meluangkan waktu bersama Kasih, aku akan sampaikan hal ini kepada Kirana, aku yakin dia memahami pesanku, dan ayahnya juga akan datang menjenguk dia.
Hari terus berlalu, Kirana masih terus menggunakan OGT untuk minum, dia akan membiru (cyanosis) jika minum melalui mulutnya, namun sebagian perawat di RS terus berusaha melatih dia minum per oral, meski ada sebagian yang tidak berani melakukannya. Ada senam wajah yang juga dilakukan untuk merangsang reflek menghisap, menelan, aku pun diajari untuk melakukan terapi ini.
Aku dilatih untuk memberikan minum melalui OGT, sebagai persiapan membawa pulang Kirana, hingga akhirnya Kirana diijinkan pulang tepat 1 bulan kurang 1 hari Kirana dirawat, aku membawa Kirana pulang, dengan OGT yang masih menempel manis di mulutnya, dengan tubuhnya yang tampak mungil dalam pelukanku, beratnya saat pulang adalah 2,6kg, sementara tubuhku besar, sehingga orang seringkali berkata,"Anaknya umur berapa? Kecil yah, padahal ibunya besar.", tapi tak mengapa, Kirana ku memang mungil, dia seperti peri imut yang cantik, aku senang bisa memeluknya dan membawanya pulang setelah hampir 1 bulan aku harus bolak-balik ke RS, meski aku tak tahu tantanganku masih panjang membentang, demikian juga tantangan menyusuiku, sebuah tantangan langka, yang akan kulanjutkan kisahnya nanti.

Minggu, 03 Juli 2016

Menyusui Kasih : Flat Nipple, Inverted Nipple, Working Mom

26 Januari 2010, setelah sekitar 10 menit berada di ruang VK, lahirlah Kasih Aulia Putri Wibowo.
Untuk pertama kalinya aku mendengar tangisan bayi yang terlahir dari rahimku, yang sesaat setelah lahir, dia diletakkan di atas tubuhku untuk melakukan IMD, namun sayang, saat itu aku masih minim info, aku berharap bayiku bisa melakukan IMD namun aku belum memahami prosedurnya, namun hal tersebut tidak mengurangi niatku untuk menyusui bayiku.

Beberapa jam setelah kelahiran Kasih, aku pun bisa segera memeluknya, menggendong dan menyusui dia, aku tak pikir panjang, hanyak dengan mendekapnya dan mendekatkan tubuh mungil itu ke dadaku, dia menyusu, aku pun bahagia, aku tak menyangka bahwa untuk berhasil menyusui ternyata membutuhkan niat baja dan ilmu yang tepat.

Hari-hari pertama kelahiran Kasih terasa menyenangkan, hingga aku menyadari bahwa dia menyusu sangat sering, aku pun sempat berpikir,"Jangan-jangan ASI-ku kurang.", namun saat itu aku coba menekan putingku, daaan keluar lah ASI, meski hanya setetes tapi cukup membuatku yakin bahwa ASI-ku ada dan cukup.
Kasih menyusu sangat sering, dia bisa menempel padaku selama 1-2 jam bahkan lebih, dan setelah 1/2 jam lepas, dia akan kembali mencari, dia menempel padaku seperti perangko.
Semakin hari, kurasakan perih di putingku, aku menangis dan ada rasa takut jika saat menyusui tiba, hingga suamiku kasihan melihatku, dia berniat membelikan sufor untuk Kasih, tapi aku menolak, hal tersebut membuatku ngotot untuk bisa menyusui Kasih meski rasanya luar biasa perih.
Ternyata aku memiliki 1 flat nipple dan 1 inverted nipple, ketika itu, aku yang masih minim ilmu menyusui merasa kesulitan, apalagi rasa perih itu terasa menyiksa, terutama di inverted nipple, aku mencoba mengakali dengan breastpump, aku coba pumping sesaat sebelum menyusui, sekedar untuk menarik puting keluar, dan ketika puting sudah sedikit menyembul, aku buru-buru memberikannya pada Kasih, cara ini cukup berhasil, Kasih bisa menyusu dengan lebih baik. Aku memilih breastpump dengan asumsi, jika saat menarik puting ada ASI yang keluar maka ASI tersebut tidak akan terbuang percuma.
Rasa perih saat menyusui belum sepenuhnya hilang, apalagi pada puting yang tenggelam, rasanya memang lebih sulit dan lebih perih, namun aku tetap menyusui, aku tak mau menyerah, hingga suatu hari, rasa perih itu hilang, dan aku bisa menyusui dengan nyaman.

Saat itu, aku masih berstatus sebagai karyawati di sebuah perusahaan swasta, sehingga jika aku ingin tetap memberikan ASI untuk Kasih, aku harus menyediakan stok ASI perah (ASIP), awalnya aku santai saja, hingga seorang kolega menyarankan untuk segera mulai mengumpulkan stok ASIP.
Ketika itu usia Kasih sekitar 2 bulan, aku mulai membuat stok, awal mencoba perah ASI, aku hanya bisa membasahi pantat botol, ASI yang keluar hanya sekitar 10ml, namun aku tetap bersyukur, tak terpikir,"Koq sedikit banget sih?", aku terus melakukan perah ASI, hasil perah selama 24jam, yang sedikit-sedikit itu kukumpulkan hingga menjadi 100ml/botol, kugabungkan setelah suhunya disamakan terlebih dahulu dengan cara sama-sama kusimpan di kulkas sebelum digabungkan.
Menjelang masa cuti habis, aku memiliki stok ASIP sebanyak 40 botol @100ml, dan stok itulah yang kupakai selama aku bekerja.

Saat aku mulai kembali bekerja, aku perah ASI secara rutin, sekitar 3-4jam sekali, malam hari pun setelah aku pulang dan setelah Kasih tertidur, aku juga melakukan perah ASI, sekitar jam 2 dini hari aku juga perah ASI, demikian juga saat weekend dan libur kantor, aku perah ASI juga.
Pola ini kupertahankan hingga Kasih berusia sekitar 15 bulan, lalu mulai aku kurangi setelah mengevaluasi bahwa input (hasil perah yang kubawa pulang) dengan output (ASIP yang diminum Kasih), sudah selalu lebih banyak input, sehingga stok selalu surplus, dan sempat kudonorkan.

Kasih mendapatkan haknya atas ASI hingga dia lulus weaning with love (WWL) di usia sekitar 2 tahun 8 bulan, tanpa paksaan, tanpa tangisan, tanpa kebohongan, tapi dia lah yang memutuskan untuk berhenti.
Aku bukan tipe ibu dengan supply ASI yang banyak, aku bahkan tidak merasakan ASI yang merembes, payudara yang bengkak karena 'penuh', selama aku ngantor, aku tak menggunakan breastpad, karena toh ASI ku tidak pernah merembes, aku juga tidak memiliki 1 pun puting yang normal, dan kala itu aku masih berstatus karyawati swasta, yang bekerja sangat mobile, sehingga aku harus perah di mana pun kapan pun, bisa di meja kerjaku sendiri, sambil mengetik dan menelpon klien, bisa di mobil saat perjalanan menuju kantor klien, bisa di kantor klien, bisa di gudang, atau bahkan di toilet jika terpaksa. Selama menyusui Kasih, aku merasakan 3 perusahaan, dan tidak ada 1 pun perusahaan ini yang memiliki fasilitas dan kebijakan khusus bagi ibu menyusui, namun semua hal tersebut tidak menghalangiku untuk terus ngASI untuk Kasih, bermodalkan keras kepala, tekad baja, breastpump, nursing apron, hand sanitizer, tissue, cooler bag/box, ice gel, kantong khusus untuk membawa seluruh 'peralatan perang' tersebut, aku berhasil menunaikan kewajibanku untuk memberikan ASI bagi Kasih meski harus menghadapin beberapa tantangan umum bagi ibu menyusui.

Kini Kasih tumbuh menjadi anak yang cerdas, mandiri, kuat dan hebat, dia juga telah menjadi kakak yang hebat bagi adik yang berkebutuhan khusus.

Senin, 03 Agustus 2015

MEDIA PEMBERIAN ASI PERAH (ASIP)

Seringkali seorang ibu pergi meninggalkan bayinya untuk waktu tertentu dengan suatu alasan, seperti bekerja, sekolah, ada leperluan yang tidak bisa mengajak bayi untuk ikut serta, dan sebagainya.
[Mabes TATC - Mari Belajar Sama-sama, Tambah ASI Tambah Cinta]
2 Agustus 2015
Masih dalam rangkaian Pekan ASI Sedunia yang tahun ini mengambil tema 'Breastfeeding and Work, Let's Make It Work', kali ini yuk kita kupas media penyajian Air Susu Ibu Perah (ASIP). ASI adalah hak anak, tetapi bagaimana ketika ibu dan bayi harus terpisah jarak atau ada kondisi lain yang membuat bayi tak bisa menyusu langsung? Pemberian ASIP menjadi jawabannya.
Nah, untuk menyajikan ASIP yang telah disiapkan agar bisa diminum oleh bayi tentunya perlu sarana atau media. Beberapa media yang bisa dipilih adalah:
1. Cangkir kecil atau sloki. Tidak harus yang bermerk/dikhususkan untuk itu sebenarnya (yang biasanya disebut cup feeder), tetapi bisa juga manfaatkan yang sudah ada. Seorang teman kuliah saya memilih gelas beling biasa, sedangkan salah satu admin di sini menggunakan tutup botol dot.
2. Sendok. Jika ada, pilih yang bahannya empuk untuk mengurangi kemungkinan menyakiti gusi atau rongga mulut bayi. Praktis dan biasanya di setiap rumah ada, sehingga cocok juga untuk yang pemberian ASIP-nya hanya temporer atau mendadak.
3. Botol sendok, ada botol sendok yang sebetulnya ditujukan untuk penyajian MPASI dengan tekstur lebih kental ketimbang ASIP, sehingga beberapa sumber tidak menyarankan untuk ASIP yang akan mengalir lebih cepat dengan ukuran lubang seperti itu.
4. Ada pula semacam botol sendok yang memang fungsinya untuk kasih ASIP, biasanya disebut dengan soft cup feeder. Ujungnya tidak selalu mirip dengan sendok memang, tapi cara kerjanya lebih kurang sama dengan botol sendok yaitu bagian badan/botol penampung ASIP atau leher 'sendok'-nya dipencet agar cairan dalam badan/botolnya keluar.
5. Pipet tetes, bisa pakai yang sering disertakan dalam kemasan obat untuk bayi, atau beli di apotek.
6. Spuit suntikan tanpa jarum, ini juga bisa dicari di apotek. Berhubung saya tidak punya, di foto ini diwakili dengan medicine feeder yang cara kerjanya sistem piston untuk disemprotkan juga seperti suntikan.
7. Cangkir dengan corot dari bahan tidak kenyal (sippy cup/training cup dengan hard spout). Pastikan keterangan usia di kemasan sesuai dengan umur bayi saat cangkirnya akan dipakai, dan pilih yang ada katup antisedaknya.
8. Media khusus untuk kondisi tertentu seperti Haberman feeder yang diperuntukkan bagi bayi dengan bibir/langit-langit mulut yang berbeda. Terdapat pula alat bantu menyusui berupa selang kecil yang ditempelkan di payudara untuk mengalirkan ASIP saat proses relaktasi agar bayi kembali bisa menyusu langsung atau menyusu ke ibu adopsi misalnya.
Lalu, bagaimana dengan dot?









Dot adalah media penyajian untuk bayi yang tampaknya paling umum dipakai, entah itu isinya sufor, ASIP, air putih, sari buah, maupun minuman lainnya. Namun, pemakaian dot sejatinya tidak disarankan karena berbagai risiko yang ada. Jika dulu semasa saya menyusui anak pertama yang sering dikhawatirkan dan ditanyakan ibu-ibu lalu mendorong munculnya berbagai saran adalah 'bagaimana agar bayi tidak bingung puting?' dalam arti tips supaya bayi tetap mau menyusu langsung meskipun saat berjauhan dari ibu diberi dot, belakangan risiko lain mengemuka (atau sayanya saja yang kurang gaul ya sampai telat tahunya, hehehe). Jadi, ada yang diistilahkan sebagai bingung puting silent, kondisi di mana bayi tidak menolak menyusu pada payudara ibunya, tetapi produksi ASI ibu menurun. Ini dikarenakan dot merusak daya isap bayi, walhasil ASI yang terambil tidak maksimal dan 'pengosongan' payudara yang seharusnya mendorong ASI dibuat lagi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Belum lagi dampak lain terhadap kesehatan yang mengintai gara-gara pakai dot, antara lain infeksi telinga, masalah gigi, dan obesitas. Oh ya, cangkir bayi dengan corot kenyal/soft spout juga baiknya dihindari karena mekanismenya mirip dot. Berlaku juga untuk dot yang diklaim mirip payudara ibu, ya. Toh payudara tiap ibu (bahkan kanan-kiri pada orang yang sama) kan beda-beda ya bentuk dan ukurannya. Lagipula, irama isapan bayi yang di awal menyusu pendek-pendek cepat untuk nantinya diperlambat dan diperdalam juga tidak bisa diterapkan pada dot, termasuk dot yang dipromosikan jika dibalik isinya tidak tumpah.
Selanjutnya, bagaimana agar bayi lancar minum ASIP dengan media yang sudah dipilih? Beberapa tips di bawah ini bisa diterapkan:
1. Cari tahu dulu bagaimana cara penggunaan media yang dipilih dengan tepat. Misalnya untuk cangkir dan sendok, tempelkan ke mulut bayi agar bayi menjilat atau menyeruput sendiri, bukan ASIP-nya yang dituang ke mulut bayi. Sedangkan untuk pipet dan spuit, semprotkan ke dinding pipi bagian dalam, bukan ke kerongkongan. Posisi bayi tentu cenderung tegak, tidak boleh berbaring. Yang dikhawatirkan biasanya adalah potensi tersedak. Perlu ketelatenan dan kesabaran memang. Media penyajian ini juga bisa cocok-cocokan, oleh karenanya jika memungkinkan cobalah beberapa jenis media (yang aman), mana yang lebih nyaman bagi bayi maupun yang mengasuhnya.
2. Kalau perlu, cari video contohnya, misalnya di youtube agar bayangannya lebih jelas. Ajak orang yang nanti akan rutin menyajikan atau melatih minum ASIP-nya nonton bareng.
3. Kenapa harus nonton bareng? Karena yang (melatih) menyuapi ASIP idealnya bukan ibu. Apabila ada 'gentong' aslinya, bahkan sekadar tercium aromanya, bayi cenderung akan menolak ASIP. Jadi selama dilatih, ibu ngumpet dulu ya, kalau perlu keluar rumah. Seringkali perlu juga membangun bonding terlebih dahulu antara bayi dengan yang akan menyajikan ASIP-nya sehari-hari.
4. Sampaikan apa yang ibu inginkan terkait penyajian ASIP ini ke orang-orang di rumah/pengasuh (mungkin di tempat penitipan) sedini mungkin. Bisa dipahami bahwa ada kemungkinan penolakan, jadi sekali lagi sabar ya untuk menjelaskan baik-baik (atau galak-galak, hehehe, ibu yang lebih tahu karakter lawan bicara). Latih juga bayi minum ASIP sejak awal, bahkan jika belum dapat-dapat pengasuh. Setidaknya bayi sudah akrab dengan media tersebut sehingga kalaupun pengasuh baru didapat di saat-saat terakhir menjelang ibu masuk kerja (saya banget, ini!), adaptasinya tidak sulit.
5. Tawarkan ASIP ke bayi saat bayi belum lapar benar. Prinsipnya hampir sama dengan menawarkan menyusu langsung, jadi kalau bayi sudah telanjur nangis gara-gara tanda laparnya terlambat direspon, usahakan pengasuhnya tenang dulu agar bisa menenangkan bayi. Berikan ASIP setelah tangis bayi reda.
6. Sounding alias sampaikan ke bayi dengan kata-kata positif, misalnya "Anak pinter yuk kalau bunda pergi minum ASIP-nya pakai ini ya...". Usia semuda itu bukan berarti bayi bakal tak mengerti apa yang kita sampaikan.
7. Sekali lagi, sabar dan semangat. Jika ibu menemui kesulitan, tidak tidak ada salahnya minta tolong pihak yang kompeten seperti konselor laktasi untuk mengajari.
8. Doa, tentunya.

Sumber : copas tulisan mba Leila Rizki Niwanda di grup Tambah ASI Tambah Cinta
==============================================================================
Kirana minum menggunakan Haberman feeder

Haberman feeder
Kirana menggunakan OGT.
Ada tambahan media pemberian ASIP,tapi untuk anak yang mempunyai kesulitan menyusu karena kondisi medis dan atau pada ABK (sepertinya ada juga ibu dari anak-anak seperti ini yang tetap bekerja),seperti anak dengan CBL,PRS,DS,dsb (jika tidak memungkinkan menggunakan media yang sudah disebutkan di atas) :
- special needs feeder (kalau di Indonesia setahu saya ada merk Medela dan Pigeon saja,tapi di LN juga ada merk Mead Jhonson,dr.Brown.) → ini wujudnya tampak seperti dot,tapi saya pernah diinformasikan oleh salah seorang KL bahwa ini tidak termasuk golongan dot,melainkan feeder.
- OGT (Oral-Gastric Tube) → selang kecil (sonde) yang dimasukkan melalui mulut,jadi asupan langsung menuju ke lambung
- NGT (Naso-Gastric Tube) → selang kecil (sonde) yang dimasukkan melalui hidung,jadi asupan langsung menuju ke lambung
- Gtube (Gastric Tube) → selang kecil (sonde) yang dimasukkan langsung dari perut,jadi asupan langsung menuju ke lambung (yang ini saya belum tahu apa diterapkan juga di Indonesia atau tidak,tapi yang umum saya lihat yah OGT dan NGT)

Note : sonde hanya digunakan dalam kondisi yang cukup parah,anak tidak bisa menggunakan mulutnya untuk makan dan minum. Sonde juga punya resiko seperti resiko infeksi,resiko perlukaan,anak juga berkurang kesempatan belajar mengunyah,menelan,menghisap,menggunakan oromotornya,dsb. Cmiiw

Mengapa tidak dianjurkan memakai dot?
Karena dot menyimpan resiko, seperti bingung puting, over feeding, dsb.
Untuk selengkapnya silakan cek di sini

Sabtu, 01 Agustus 2015

SERBA SERBI ASI PERAH (ASIP)

[MABES TATC]
1 Agustus 2015
SERBA SERBI ASIP
Dalam rangka turut memeriahkan World Breastfeeding Week 2015 yang bertema  “Breastfeeding and Work: Let's Make it Work!” yang jatuh pada tanggal 1-7 Agustus 2015, MABES TATC akan mengangkat info-info seputar MANAJEMEN LAKTASI IBU BEKERJA yang penting bagi ibu bekerja.
ASI adalah cairan emas yang hidup dan paling pas untuk asupan bayi, merupakan nutria terbaik bagi tumbuh kembang bayi. ASI adalah hak asasi seorang anak, maka ibu perlu memenuhi hak anak atas ASI.
Namun seringkali kondisi ibu yang masih harus bekerja menjadi salah satu alasan ibu menghadapi dilema dan kesulitan untuk tetap memberikan ASI bagi buah hatinya, apalagi berdasarkan Penelitian Basrowi pada 2013 di Indonesia menemukan, hanya 1 dari 6 tempat bekerja yang diteliti memiliki tempat khusus yang layak untuk memerah ASI. Padahal, dalam konvensi Organisasi Pekerja Internasional tercantum bahwa cuti melahirkan selama 14 minggu dan penyedia sarana pendukung ibu menyusui pun wajib tersedia di tempat kerja. Selain itu, Pasal 30 dalam PP no. 33 tahun 2012 tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif menyebutkan, pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui atau memerah ASI, sesuai dengan kondisi perusahaan, dan ada banyak tantangan menyusui bagi ibu berkerja, namun di balik setiap tantangan tentunya akan  ada cara untuk menaklukkannya, seperti yang tertulis dalam http://www.ayahbunda.co.id/kelahiran-tips/laktasi%3a-tantangan-menyusui-ibu-bekerja
Sangatlah penting bagi ibu untuk memahami manajemen laktasi yang baik, yaitu terkait dengan kegiatan memerah ASI, serba serbi ASIP, manajemen stress, manajemen waktu, cara memberikan ASIP bagi bayi, dsb, ,

Sebagai pembuka rangkaian materi MABES TATC seputar manajemen laktasi ibu bekerja, saya akan menginfokan tentang serba-serbi ASIP.
Saat ibu bekerja, ibu tidak berdekatan  dengan bayi dan tidak dapat menyusui langsung , maka ASIP adalah solusi terbaik agar si kecil dapat tetap mendapatkan haknya atas ASI dan tumbuh berkembang lebih optimal, namun saat ibu telah kembali berdekatan dengan bayi, susui bayi sesering mungkin semau bayi, karena menyusui lebih dari sekedar memberikan ASI..
Bagaimana cara menyimpan ASIP?
Bagaimana cara menyajikan ASIP?
Wadah apa yang digunakan untuk menyimpan ASIP?
Dan masih banyak pertanyaan lain seputar ASIP, telah ada jawabannya di https://www.facebook.com/notes/tambah-asi-tambah-cinta/serba-serbi-asi-perah/161429177252560?hc_location=ufi
ASI adalah cairan hidup yang setiap saat akan berubah komposisinya mengikuti kebutuhan bayi, maka jika ibu bekerja, sebaiknya ibu memberikan ASIP segar, sementara ASIP beku hanya menjadi cadangan jika terjadi kondisi darurat, atau misal ibu ingin agar ada perputara ASIP maka bisa di mix antara ASIP segar dan ASIP beku, namun tetap lebih baik jika dominan ASIP segar, misal Bayi minum 5 botol ASIP, maka berikan 4 botol ASIP segar dan 1 botol ASIP beku.

BERAPA BANYAK KEBUTUHAN ASI BAYIKU?

Hal ini juga seringkali menjadi pertanyaan ibu, terutama bagi ibu bekerja, karena ibu tidak bisa 24jam terus bersama anaknya, sehingga harus tetap memberikan ASIP (ASI Perah).
Kebutuhan setiap bayi berbeda, tetapi ada cara untuk memperkirakan kebutuhan ASI bagi bayi.
Penelitian membuktikan bahwa bayi usia 0-6 bulan rata-rata  membutuhkan sekitar 25oz (750ml) per hari. Kebutuhannya akan berbeda masing-masing bayi, tapi umumnya rata-rata minum sekitar 19-30oz (570-900 ml) per hari (dalamhttp://www.kellymom.com/bf/pumping/milkcalc.html).

Dalam http://www.kellymom.com/bf/pumping/milkcalc.html juga menjelaskan bahwa kita bisa menggunakan cara berikut utk menghitung perkiraan kebutuhan ASIP pada bayi :
·         Perkiraan frekuensi bayi menyusu dalam 1hari (24jam).
·         Kemudian jumlah frekuensi menyusu tsb di bagi dengan 25oz (750ml).
·         Kemudian kita akan mendapatkan perkiraan kebutuhan ASIP per sekali minum
Contoh : Jika bayi biasa menyusu 8 kali per hari, maka ibu bisa memperkirakan kebutuhan bayi sktr 3oz (90ml) sekali minum saat ibu tidak berada dekat bayi. (25/8 = 3,1)

Jadi rumus berdasarkan http://www.kellymom.com/bf/pumping/milkcalc.html  (dlm situs ini jg terdapat kakulator penghitungnya) adalah :
25 oz / frekuensi menyusu = kebutuhan ASIP

Senja beratnya 4.7 kilogram, berarti 10.3 pounds. Setelah itu dikalikan 2,5 sampai 3, maka kita dapat angka 25,75 dan 30.9. Dalam sehari Senja kira-kira minum sebanyak 10-12 kali. Berarti setiap kali minum Senja butuh 2,14 sampai 2,5 oz alias 63-74 ml. Yah patokan amannya sekitar 70 ml deh.
Jadi  rumusnya adalah :
·         BB bayi (dlm satuan pounds) x 2,5oz x perkiraan frekuensi menyusu = kebutuhan ASIP (minimal)
·         BB bayi (dlm satuan pounds) x 3oz x perkiraan frekuensi menyusu = kebutuhan ASIP (maksimal)
NOTE : 1kg = 2,2 pounds ;  1oz = 30ml (ini pembulatan looh) ;)

Selain beberapa rumus di atas, saya juga pernah mendapat info dari konselor laktasi tentang cara menghitung kebutuhan ASIP yaitu 150 – 200 ml per kg berat badan bayi/hari dibagi frekuensi menyusu, misal  : bayi A berat 5 kg maka kebutuhan  dalam 24 jam kira-kira 750 – 1000 ml, lalu jika bayi menyusu per 3 jam atau 8 kali dalam 24 jam, maka kebutuhan dalam 24 jam akan dibagi 8, dan perkiraan kebutuhan ASIP per sesi menyusu adalah 93,75 – 125 ml per 3jam. Jika ibu meninggalkan anak bekerja selama 12 jam, berarti ada 4 sesi menyusu sehingga ibu perlu menyediakan stok ASIP sebanyak 375 – 500 ml.

Perhitungan kebutuhan ASIP tersebut tentunya hanya merupakan perkiraan, pada pelaksanaannya ibu perlu jeli dalam mengevaluasi kebutuhan ASIP bagi bayinya selama ibu meninggalkan bayinya untuk bekerja.

Ayo ibu bekerja, tetap semangat memberikan ASI untuk anakmu, menyusuilah dengan keras kepala.
Sesulit apapun tantangan menyusuimu, you’re not alone mom J


Sumber :
Semua diakses tanggal 1 Agustus 2015 dini hari.


Happy World Breastfeeding Week 2015
Breastfeeding and Work: Let's Make it Work!!

Nanda - Creator