Minggu, 03 Juli 2016

Menyusui Kasih : Flat Nipple, Inverted Nipple, Working Mom

26 Januari 2010, setelah sekitar 10 menit berada di ruang VK, lahirlah Kasih Aulia Putri Wibowo.
Untuk pertama kalinya aku mendengar tangisan bayi yang terlahir dari rahimku, yang sesaat setelah lahir, dia diletakkan di atas tubuhku untuk melakukan IMD, namun sayang, saat itu aku masih minim info, aku berharap bayiku bisa melakukan IMD namun aku belum memahami prosedurnya, namun hal tersebut tidak mengurangi niatku untuk menyusui bayiku.

Beberapa jam setelah kelahiran Kasih, aku pun bisa segera memeluknya, menggendong dan menyusui dia, aku tak pikir panjang, hanyak dengan mendekapnya dan mendekatkan tubuh mungil itu ke dadaku, dia menyusu, aku pun bahagia, aku tak menyangka bahwa untuk berhasil menyusui ternyata membutuhkan niat baja dan ilmu yang tepat.

Hari-hari pertama kelahiran Kasih terasa menyenangkan, hingga aku menyadari bahwa dia menyusu sangat sering, aku pun sempat berpikir,"Jangan-jangan ASI-ku kurang.", namun saat itu aku coba menekan putingku, daaan keluar lah ASI, meski hanya setetes tapi cukup membuatku yakin bahwa ASI-ku ada dan cukup.
Kasih menyusu sangat sering, dia bisa menempel padaku selama 1-2 jam bahkan lebih, dan setelah 1/2 jam lepas, dia akan kembali mencari, dia menempel padaku seperti perangko.
Semakin hari, kurasakan perih di putingku, aku menangis dan ada rasa takut jika saat menyusui tiba, hingga suamiku kasihan melihatku, dia berniat membelikan sufor untuk Kasih, tapi aku menolak, hal tersebut membuatku ngotot untuk bisa menyusui Kasih meski rasanya luar biasa perih.
Ternyata aku memiliki 1 flat nipple dan 1 inverted nipple, ketika itu, aku yang masih minim ilmu menyusui merasa kesulitan, apalagi rasa perih itu terasa menyiksa, terutama di inverted nipple, aku mencoba mengakali dengan breastpump, aku coba pumping sesaat sebelum menyusui, sekedar untuk menarik puting keluar, dan ketika puting sudah sedikit menyembul, aku buru-buru memberikannya pada Kasih, cara ini cukup berhasil, Kasih bisa menyusu dengan lebih baik. Aku memilih breastpump dengan asumsi, jika saat menarik puting ada ASI yang keluar maka ASI tersebut tidak akan terbuang percuma.
Rasa perih saat menyusui belum sepenuhnya hilang, apalagi pada puting yang tenggelam, rasanya memang lebih sulit dan lebih perih, namun aku tetap menyusui, aku tak mau menyerah, hingga suatu hari, rasa perih itu hilang, dan aku bisa menyusui dengan nyaman.

Saat itu, aku masih berstatus sebagai karyawati di sebuah perusahaan swasta, sehingga jika aku ingin tetap memberikan ASI untuk Kasih, aku harus menyediakan stok ASI perah (ASIP), awalnya aku santai saja, hingga seorang kolega menyarankan untuk segera mulai mengumpulkan stok ASIP.
Ketika itu usia Kasih sekitar 2 bulan, aku mulai membuat stok, awal mencoba perah ASI, aku hanya bisa membasahi pantat botol, ASI yang keluar hanya sekitar 10ml, namun aku tetap bersyukur, tak terpikir,"Koq sedikit banget sih?", aku terus melakukan perah ASI, hasil perah selama 24jam, yang sedikit-sedikit itu kukumpulkan hingga menjadi 100ml/botol, kugabungkan setelah suhunya disamakan terlebih dahulu dengan cara sama-sama kusimpan di kulkas sebelum digabungkan.
Menjelang masa cuti habis, aku memiliki stok ASIP sebanyak 40 botol @100ml, dan stok itulah yang kupakai selama aku bekerja.

Saat aku mulai kembali bekerja, aku perah ASI secara rutin, sekitar 3-4jam sekali, malam hari pun setelah aku pulang dan setelah Kasih tertidur, aku juga melakukan perah ASI, sekitar jam 2 dini hari aku juga perah ASI, demikian juga saat weekend dan libur kantor, aku perah ASI juga.
Pola ini kupertahankan hingga Kasih berusia sekitar 15 bulan, lalu mulai aku kurangi setelah mengevaluasi bahwa input (hasil perah yang kubawa pulang) dengan output (ASIP yang diminum Kasih), sudah selalu lebih banyak input, sehingga stok selalu surplus, dan sempat kudonorkan.

Kasih mendapatkan haknya atas ASI hingga dia lulus weaning with love (WWL) di usia sekitar 2 tahun 8 bulan, tanpa paksaan, tanpa tangisan, tanpa kebohongan, tapi dia lah yang memutuskan untuk berhenti.
Aku bukan tipe ibu dengan supply ASI yang banyak, aku bahkan tidak merasakan ASI yang merembes, payudara yang bengkak karena 'penuh', selama aku ngantor, aku tak menggunakan breastpad, karena toh ASI ku tidak pernah merembes, aku juga tidak memiliki 1 pun puting yang normal, dan kala itu aku masih berstatus karyawati swasta, yang bekerja sangat mobile, sehingga aku harus perah di mana pun kapan pun, bisa di meja kerjaku sendiri, sambil mengetik dan menelpon klien, bisa di mobil saat perjalanan menuju kantor klien, bisa di kantor klien, bisa di gudang, atau bahkan di toilet jika terpaksa. Selama menyusui Kasih, aku merasakan 3 perusahaan, dan tidak ada 1 pun perusahaan ini yang memiliki fasilitas dan kebijakan khusus bagi ibu menyusui, namun semua hal tersebut tidak menghalangiku untuk terus ngASI untuk Kasih, bermodalkan keras kepala, tekad baja, breastpump, nursing apron, hand sanitizer, tissue, cooler bag/box, ice gel, kantong khusus untuk membawa seluruh 'peralatan perang' tersebut, aku berhasil menunaikan kewajibanku untuk memberikan ASI bagi Kasih meski harus menghadapin beberapa tantangan umum bagi ibu menyusui.

Kini Kasih tumbuh menjadi anak yang cerdas, mandiri, kuat dan hebat, dia juga telah menjadi kakak yang hebat bagi adik yang berkebutuhan khusus.

Minggu, 26 Juni 2016

Kelainan Langka Itu Bernama Pierre Robin Sequence

8 Februari 2014, Kirana lahir, suamiku bilang bahwa semua suster menyebut-nyebut pirobin, yang aku sendiri tak tahu apa itu pirobin, saat itu aku dan suamiku memilih nama indah baginya, sebuah nama yang mengandung doa, Kirana Aisha Putri Wibowo, kami berharap putri kami yang cantik dan bercahaya akan selalu sehat dan ceria.

Saat itu, aku belum bisa melihat wajah putriku, ya, dia segera dibawa pergi tanpa sempat aku memandang wajahnya, Kirana mengalami asfiksia, semua begitu cepat, setelah dia lahir, tim medis segera membawanya ke NICU, sementara aku masih berada di ruang VK, dan beberapa saat kemudian baru dipindahkan ke ruang perawatan, ruang rawat kelas 3 berkapasitas 4 pasien, namun saat itu aku hanya sendiri, belum ada pasien lainnya.

Akhirnya waktu menunjukkan jam 11, artinya aku bisa bertemu putriku, aku pun tak sabar menemuinya, aku pun segera menuju ruang NICU, dan untuk pertama kalinya aku bisa memandang wajahnya, namun ini bukan pemandangan yang biasa dan menyenangkan, putri kecilku tampak seperti putri tidur, dia mungil, tubuhnya dipenuhi kabel alat pantau, jarum infus, di mulutnya terdapat sebuah selang kecil, dan dia berada di dalam sebuah kotak kaca bernama inkubator.
Aku tak dapat memeluknya apalagi menggendongnya, aku hanya bisa memasukkan tanganku melalui 'jendela' kecil di sisi inkubator dan mengusap pelan kepalanya, memegang lembut tangannya, aku hanya bisa berkata dalam hati,"Anak cantik, yang kuat yah, cepat sehat agar kita bisa pulang ke rumah.", aku yakin dia akan merasakannya.

Ibu mana yang tak bersedih saat menyaksikan buah hatinya dalam keadaan seperti itu?
Demikian juga denganku, rasanya sesak dan ingin menangis, namun aku tahu aku harus tetao kuat dan tersenyum, Kirana butuh energi positif, dia butuh kekuatan.

Selama berada di NICU, aku tak bisa menemani Kirana selama 24jam, aku hanya diperkenankan menjenguknya sesuai jadwal yang ditentukan.
Saat bertemu dengan salah satu dari tim dokter, beliau mengatakan,"Anak ibu dagunya kecil, dia pirobin.", aku pun bingung, aku tak pernah mendengar istilah tersebut sebelumnya, hingga akhirnya aku mencoba mencari info dengan cara browsing, aku memakai kata kunci 'dagu kecil, pirobin', dan akhirnya muncul lah beberapa info mengenai Pierre Robin Syndrome atau Pierre Robin Sequence, akhirnya aku mengetahui bahwa kelainan langka itu bernama Pierre Robin Sequence/Syndrome (PRS), meski saat itu kupikir PRS bukanlah masalah besar, karena kala itu yang kubaca di sebuah situs lokal, dagu kecil pada PRS akan berkembang dan mencapai ukuran normal di usia sekitar 3-18 bulan,"OK, it's not a big deal, i can handle it. Nanti akan berkembang dan semuanya akan baik-baik saja.", aku sama sekali tak menyangka bahwa PRS akan membawaku pada perjalanan panjang, teka-teki rumit dalam mencari 'diagnosa besar' bagi Kirana si peri imutku yang langka.

Sabtu, 25 Juni 2016

Hamil dan Melahirkan Putri Langkaku

Kehamilan ke 2 ku memang terasa lebih rewel jika dibandingkan dengan kehamilan pertamaku dulu, aku merasakan sakit saat duduk, sakit di area vagina, dan harus berjalan dengan sangat lambat jika baru bangun dari duduk karena rasa sakit tersebut, sakit ini kurasakan sejak usia kandungan sekitar 2 bulan sampai saat aku melahirkan, aku juga akan merasa mudah pusing dan mual jika terlalu lama berdiri atau kepanasan, aku mudah mimisan, hal yang tidak kurasakan ketika kehamilan pertama.

Kehamilan ke 2 ini juga cukup unik, karena aku bisa merasakan gerakan halus di perutku, sebelum aku tahu aku hamil, padahal ketika kehamilan ini terdeteksi, dokter memperkirakan usia kehamilanku masih kurang dari 4 minggu, hingga aku meyakini bahwa anakku ini adalah anak yang kuat, selain itu saat pertama aku melakukan tes kehamilan, yang awalnya muncul hanya 1 strip hingga aku pikir aku tak hamil, namun beberapa saat kemudian muncul 1 strip lagi yang sangat samar, sehingga aku ragu dan kemudian mengulang tes beberapa hari kemudian, dan hasilnya memang 2 strip.

Kurasa kehamilanku kali ini tidak ada masalah yang berarti, kurasa keluhan yang muncul hanya keluhan yang muncul pada umumnya ibu hamil, dokter pun tidak memberikan rambu adanya kejanggalan pada kehamilanku ini.

Aku memang masih gonta-ganti DSOG, mencari yang bisa membuatku merasa nyaman dan aman, mencari yang komunikatif dan kooperatif, hingga akhirnya aku memutuskan 1 nama, DSOG yang praktek di 2 RS incaranku untuk melahirkan, dan beliau juga yang pertama kali mencurigai ada yang janggal dengan kehamilan ini.
"Koq kayaknya ukuran janin agak kecil yah?", hal ini disampaikan ketika pertama kali aku bertemu beliau, saat itu usia kandunganku kisaran 5 bulan, dan beliau menyarankan untuk makan es krim setiap 3 hari sekali.
Saat itu aku merasa heran, kenapa tiba-tiba dikatakan demikian, aku coba merunut history USG yang ada di buku kesehatanku, dan ternyata memang ada yang janggal, namun saat itu aku masih denial, aku mulai berpikir bahwa ada salah satu dokter yang salah saat melakukan USG, namun aku tetap melakukan saran dokter untuk makan es krim setiap 3 hari sekali, dan rutin ANC (Antenatal Care), kebetulan untuk beberapa kali paska bertemu dokter yang kupilih ini, aku kembali tidak bertemu beliau, aku ANC dengan dokter yang lain, dan kembali tidak ada yang menyampaikan adanya kejanggalan pada kandunganku, hingga akhirnya saat kandunganku berusia sekitar 8 bulan, aku baru bertemu kembali dengan dokterku, dan hari itu beliau mengatakan,"Bu, ini PJT, Pertumbuhan Janin Terhambat, bukan tidak berkembang, hanya saja pertumbuhan janin ibu melambat. Sebaiknya ibu melakukan fetomaternal, saya rujuk yah bu."
Aku mulai merasa khawatir namun rasa denial itu masih ada, aku berusaha untuk terus mengatakan,"Janinku baik-baik saja.", namun sayangnya aku tak sempat melakukan fetomaternal, saat itu sedang musim hujan, banjir di mana-mana, dan suamiku juga sibuk dengan dinasnya.

Hingga hari itu tiba, 5 Februari 2014, tiba-tiba saja suamiku memintaku untuk bersiap-siap ANC, padahal dia sedang dinas jaga, Tuhan memang telah mengatur segalanya sedemikian rupa, hari itu menjadi ANC terakhirku, karena dokter memastikan janinku mengalami PJT, ketuban pun hanya 6, dan menyarankan terminasi, setelah dilakukan pematangan paru selama 3 hari, namun karena diperkirakan bayiku akan membutuhkan NICU (Neonate's Intensive Care Unit), maka beliau merujuk kami ke RS dengan fasilitas NICU, namun sebelumnya terlebih dahulu dilakukan CTG untuk mengetahui aktivitas janin dan denyut jantungnya, jika hasil CTG baik, maka kami diperkenankan berangkat keesokan harinya, namun jika jelek maka hari itu juga kami harus segera berangkat ke RS yang dituju. Alhamdulillah hasil CTG baik, sehingga kami bisa berangkat keesokan harinya.
Malam itu aku, dan suamiku, bertemu iparku yang kebetulan adalah perawat, kami bertemu di sebuah restoran 24jam yang memiliki fasilitas arena bermain agar Kasih juga bisa bersenang-senang, kami membicarakan kemungkinan yang akan terjadi, dan memutuskan memilih sebuah RS di kawasan Jakarta Barat untuk mencari 2nd opinion, malam itu kami ngobrol hingga sekitar jam 00, rasanya aku tak ingin melakukan terminasi, aku masih denial, aku masih ingin bayiku lahir di waktu yang dia inginkan, bukan karena terminasi, semua penolakan tersebut membuatku baru bisa tidur sekitat jam 3 pagi, padahal jam 4 pagi aku sudah kembali terjaga.

6 Februari 2014, kami bergegas berangkat setelah subuh, menuju rumah mertuaku terlebih dahulu untuk menitipkan Kasih, untunglah aku sudah banyak mengkomunikasikan hal ini kepada Kasih, sejak tahu aku hamil, aku sering bilang ke Kasih,"Nanti kalau dedenya mau lahir, mba Kasih sama mbah dulu yah, dedenya harus lahir di RS, mba Kasih kalau ikut nanti malah bisa kena sakit, karena RS banyak kumannya.", itulah yang sering aku ucapkan, aku juga menunjukkan kepada Kasih sebuah video proses persalinan, sambil mengatakan hal yang serupa, sehingga hari itu tak terlalu sulit meninggalkan Kasih di rumah mbahnya, dan kemudian barulah kami menuju RS mengendarai motor.
Hasilnya sama saja, dokter menjelaskan,"Janin ibu mengalami PJT, kemungkinan sejak awal kehamilan karena kecilnya simetris, mungkin karena pembuluh pada tali pusat yang kecil sehingga sulit mengantarkan makanan bagi janin terutama ketika janin semakin besar, makanya pertumbuhannya melambat, aliran darah ke janin juga meningkat, sehingga memang harus terminasi.", bahkan dokter ini menyarankan langsung terminasi hari itu juga, tanpa perlu melakukan pematangan paru, karena kandungan sudah cukup bulan, namun beliau menyerahan keputusan pada kami, dan memberikan kami waktu untuk berpikir. Aku dan suami merundingkan hal ini, rasanya masih tak percaya, aku masih denial, masih berharap tak perlu melakukan terminasi, namun pikiran rasionalku mulai mendesak, hasil pemeriksaan memang menunjukkan indikasi untuk dilakukan terminasi, aku juga bertanya kepada beberapa teman lainnya yang juga memiliki kompetensi di bidang ini, dan semua sarannya sama, aku pun mulai menangis, rasanya berat sekali harus mengalahkan ego dan mengakui bahwa kehamilanku harus diterminasi, hingga akhirnya aku dan suami memutuskan untuk mencari 3rd opinion, kami pun mencoba pergi ke sebuah RS di kawasan Jakarta Selatan.
Pemeriksaan kembali dilakukan, dan hasilnya tetap sama, kehamilanku harus diterminasi, namun karena fasilitas NICU maupun perina di RS tersebut penuh, kami pun memutuskan untuk kembali ke RS di kawasan Jakarta Barat.

Waktu menunjukkan jam 3 dini hari, ketika aku berada di UGD, 7 Februari 2014, aku harus benar-benar mengalahkan egoku, kehamilanku harus diterminasi demi menyelamatkan jiwa anakku, rasanya sesak di dada, aku ingin menangis,"Maafkan mama nak, mama gak bisa memberikan 'rumah' yang nyaman di dalam sana, kamu harus segera dilahirkan, yang kuat yah sayang, kita sama-sama berjuang, bantu mama.", hanya itu yang bisa terus aku katakan di dalam hati, sambil mengusap perutku.
Beberapa saat kemudian aku dipindahkan ke ruang persalinan (VK), dan dikabari bahwa proses induksi akan dilakukan sekitar jam 6, aku sedikit lega karena itu artinya aku bisa tidur sejenak setelah semua perjalanan melelahkan yang telah aku lalui.
Sekitar jam 6.00 proses induksi dimulai, aktivitas janin terus dipantau dengan CTG secara berkala, gelombang cinta itu mulai datang, aku pun tersenyum,"Yang kuat yah nak, ayo bantu mama, buka jalan lahirmu, kita berjuang sama-sama.", aku terus berkata dalam hati, sambil mengusap perutku, aku percaya bahwa anakku akan mendengarkan aku.
Selama proses induksi, aku masih bisa melakukan aktivitas seperti biasa, aku bisa makan, minum, ngobrol, tidur, bercanda, jalan, dsb, semua dijalani dengan santai.
Sekitar jam 13, dilakukan pemeriksaan dan telah ada pembukaan 1 menuju 2, kemudian sekali lagi obat induksi pun diberikan, dan pemantauan CTG terus dilakukan secara berkala, sekitar jam 18 kembali dilakukan pemeriksaan, baru pembukaan 2,"Ayo anak kuat, anak pintar, bantu mama, buka jalan lahirmu."

Waktu terus berlalu, gelombang cinta yang kurasakan terasa semakin kuat, hingga aku mulai sulit beristirahat, namun masih bisa tidur sekitar 15menit, dan aku terbangun, aku merasakan gelombang yang cukup kuat, dan juga ada cairan yang mengalir di vagina, kupikir ketuban pecah, aku pun turun dan berjalan ke kamar mandi untuk memeriksa sekaligus buang air kecil, ternyata bukan ketuban melainkan lendir darah yang cukup banyak, aku kembali ke kasur, kulihat suamiku meringkuk di sisi kasur, dia pasti sangat lelah, aku kembali merebahkan tubuhku, miring, dan aku kembali merasakan gelombang yang sangat kuat hingga tubuhku bergerak gelisah, dan suamiku terbangun, menyadari kondisiku dia langsung mencari bantuan, kemudian segera dilakukan pemeriksaan, dan ternyata sudah pembukaan lengkap,"Ini dia saatnya, terima kasih sayang, anak kuat, sebentar lagi kita akan bertemu.", dokter pun datang memberikan aba-aba dan bantuan, tepat jam 1.35, setelah proses induksi selama sekitar 18,5 jam, tanggal 8 Februari 2014, bayiku lahir, dengan berat hanya 2037gr, panjang 43cm dan lingkar kepala 30cm, tak kudengar suara tangisnya, tak bisa kupandangi wajahnya, aku hanya bisa melihat tubuh mungilnya dikelilingi tenaga kesehatan, entah apa yang mereka lakukan, semua begitu cepat hingga bayiku dibawa pergi ke NICU, dia mengalami asfiksia.

Aku lega sekaligus cemas,"Ada apa dengan bayiku? Mengapa mereka tidak mengijinkan aku memandangnya meski sejenak?", hingga suamiku kembali dan berkata,"Bayinya perempuan, suster pada bilang pirobin, gak tahu apa itu.", sekali lagi aku keheranan, aku tidak pernah tahu apa itu pirobin, namun aku menyimpan keherananku itu untuk memilih nama bagi bayi mungil kami, dan kami pun sepakat memberinya nama Kirana Aisha Putri Wibowo, kami berharap putri kami yang cantik bercahaya, akan selalu sehat dan riang.
Aku tak sabar ingin melihat bayiku, tapi aku harus menunggu hingga jam besuk tiba karena dia berada di NICU, dan kami hanya diperkenankan menjenguknya sesuai waktu yang ditentukan.

Senin, 03 Agustus 2015

MANAJEMEN STRESS PADA IBU BEKERJA

Management Stress Pada Ibu Bekerja yang Menyusui
Materi MABES TATC (Mari Belajar Bersama Tambah Asi Tambah Cinta)
3 Agustus 2015
Masih dalam rangkaian pekan ASI sedunia yang tahun ini mengambil tema “Breastfeeding and Work, Let’s Make It Work”, hari ini mari kita belajar bersama mengenai Management Stress Pada Ibu Bekerja yang Menyusui.
Sebagai Ibu bekerja, pasti tetap ingin memberikan yang terbaik bagi putra putrinya setelah masa bulan madu alias cuti melahirkan selesai. Untuk itu, seorang Ibu harus mengelola time management dalam pumping dan mengelola stress management.
Hari ini, saya akan akan berbicara mengenai mengelola stress management pada Ibu bekerja. Seperti kita tahu bahwa pemberian asi diproduksi sebagai hasil kerja gabungan antara hormon yang terdapat dalam tubuh ibu dan refleksi yang dirangsang oleh hormon tersebut. Perangsangan pada payudara akibat hisapan bayi saat menyusu akan menimbulkan impuls yang menuju hipotalamus, salah satu organ dalam otak kita. Impuls dari hipotalamus akan diteruskan ke hipofisis bagian depan yang mengeluarkan hormon prolaktin dan ke hipofisis bagian belakang yang berfungsi mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon prolaktin di alirkan oleh darah ke kelenjar payudara, maka terjadilah refleks pembentukan ASI.
Refleks pengeluaran ASI lebih rumit dibandingkan refleks pembentukan ASI. Pikiran maupun perasaan ibu akan sangat memengaruhi refleks ini. Idealnya, jika perasaan Ibu tenang dan bahagia maka akan dapat meningkatkan refleks pengeluaran ASI. Sebaliknya stress merupakan hal yang akan menghambat refleks oksitosin.
Seorang Ibu menyusui yang mengalami stress, akan membuat bayinya merasa tidak nyaman dengan suasana hati ibu. Seringkali bayi menolak menyusu sehingga perangsangan payudara tidak terjadi dan produksi ASI pun berhenti. Jika bayi dapat mentolerir suasana hati Ibu, adanya stress akan mengakibatkan refleks oksitosin terhambat sehingga ASI yang diproduksi tidak bisa keluar dengan cukup, yang lama kelamaan akan terhenti produksinya.
Lalu bagaimana dengan Ibu bekerja yang menyusui, dimana para Ibu bekerja ini rentan stress misal stress dari tingkat kesibukan dan kesulitan bekerja, stress dari banyaknya load pekerjaan yang harus diselesaikan sampai stress dengan masalah yang terjadi dalam lingkungan pekerjaan. Ibu bekerja yang dimaksud adalah baik Ibu yang bekerja di kantoran, Ibu yang bekerja di rumah (ber-wiraswasta atau memiliki usaha online) maupun Ibu yang bekerja part-time.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi stress, seperti:
1. Membuat rencana kerja jangka pendek (harian) dan jangka panjang (bulanan). Pengalamanku, untuk hal ini, aku membuat to-do-list. Dimana hal ini membantuku untuk lebih teratur dalam mengerjakan pekerjaan dan lebih terlihat prioritasnya.
2. Bangun iklim tim yang menyenangkan dengan rekan kerja. Dimana iklim yang menyenangkan, walaupun terhadang masalah berat akan membantu melewati masalah yang menghadang.
3. Lakukan break untuk beberapa menit selama bekerja. Santai dan tarik nafas dalam-dalam. Minum coklat panas atau teh hangat juga bisa membantu memperbaiki mood dan mengurangi stress.
4. Mendelegasikan sebagian pekerjaan kepada anak buah.
5. Toleransi kepada sesama rekan kerja, dimana kita harus mengerti bahwa setiap pribadi adalah unik dan setiap orang berbeda-beda dalam hal bagaimana mereka menyelesaikan masalah.
6. Lakukan pemijatan tubuh (body massage), lebih baik lagi suami yang memijat sehingga juga merangsang hormon oksitosin. Pemijatan baik sekali untuk relaksasi dan penormalan tekanan darah.
7. Berolahraga teratur. Berolahraga akan memobilisasi otot-otot kita, mempercepat aliran darah dan membuka paru-paru untuk mengambil oksigen. Dengan berolahraga teratur, maka akan memperbaiki kualitas tidur dan kesehatan yang lebih baik.
8. Lakukan hobi/me time. Minta bantuan suami untuk menjaga anak selama Ibu melakukan hobi/me time. Melakukan hobi/me time akan membuat pikiran Ibu lebih relaks dan memperbaiki mood.
9. Memperbaiki kualitas tidur. Jika tidur cukup waktu maka akan memperbaiki konsentrasi dan lebih mudah dalam mengendalikan stress.
10. Berdoa. Berdoa akan mendekatkan kita kepada Tuhan dan mengurangi tingkatan stress.
11. Bercerita tentang masalah yang dihadapi kepada orang yang dipercaya misal suami atau sahabat dengan harapan tekanan akan berkurang dan mendapat pencerahan dari permasalahan yang dihadapi.
12. Meminta bantuan kepada yang ahli misal psikolog jika dirasa tekanan stress sudah mengganggu.
13. Konsumsi buah yang mengandung vitamin C dimana vitamin C dapat membantu tubuh untuk mengatasi stress. Contoh: Blueberry. Atau konsumsi makanan yang mengandung Triptofan – asam amino yang digunakan tubuh untuk membuat serotonin, neurotransmitter yang memperlambat aktivitas saraf di dalam otak sehingga dapat menenangkan pikiran dan tubuh. Contohnya adalah daging unggas, kacang-kacangan, biji-bijian, kedelai, susu, rumput laut dan buat pisang.
14. Mengatur waktu bersama suami. Selain si kecil, Ibu harus ingat bahwa suami juga membutuhkan kasih sayang dan perhatian. Aturlah waktu yang tepat untuk Ibu berduaan dengan suami sehingga komunikasi akan tetap terjalin dengan baik.
15. Mendengarkan musik yang disukai juga bisa membantu mengurangi stress dan meningkatkan mood.
16. Tambahan 1 lagi dari pengalaman pribadi, aku suka melihat video atau foto anak untuk boost emosi dan mengurangi stress.
Yang perlu diingat adalah you’re not alone mom. Seorang Ibu akan berjuang demi yang terbaik untuk anak-anaknya termasuk dalam menghadapi stress. Tips-tips diatas hanyalah sebagian kecil yang mungkin bisa membantu Ibu, tentu setiap Ibu akan memiliki ciri khas sendiri dalam menyelesaikan masalah dan mengurangi stress.
Tetap semangat menyusui walau bekerja, tetap semangat memberi yang terbaik sampai anak berusia 2 tahun.

MEDIA PEMBERIAN ASI PERAH (ASIP)

Seringkali seorang ibu pergi meninggalkan bayinya untuk waktu tertentu dengan suatu alasan, seperti bekerja, sekolah, ada leperluan yang tidak bisa mengajak bayi untuk ikut serta, dan sebagainya.
[Mabes TATC - Mari Belajar Sama-sama, Tambah ASI Tambah Cinta]
2 Agustus 2015
Masih dalam rangkaian Pekan ASI Sedunia yang tahun ini mengambil tema 'Breastfeeding and Work, Let's Make It Work', kali ini yuk kita kupas media penyajian Air Susu Ibu Perah (ASIP). ASI adalah hak anak, tetapi bagaimana ketika ibu dan bayi harus terpisah jarak atau ada kondisi lain yang membuat bayi tak bisa menyusu langsung? Pemberian ASIP menjadi jawabannya.
Nah, untuk menyajikan ASIP yang telah disiapkan agar bisa diminum oleh bayi tentunya perlu sarana atau media. Beberapa media yang bisa dipilih adalah:
1. Cangkir kecil atau sloki. Tidak harus yang bermerk/dikhususkan untuk itu sebenarnya (yang biasanya disebut cup feeder), tetapi bisa juga manfaatkan yang sudah ada. Seorang teman kuliah saya memilih gelas beling biasa, sedangkan salah satu admin di sini menggunakan tutup botol dot.
2. Sendok. Jika ada, pilih yang bahannya empuk untuk mengurangi kemungkinan menyakiti gusi atau rongga mulut bayi. Praktis dan biasanya di setiap rumah ada, sehingga cocok juga untuk yang pemberian ASIP-nya hanya temporer atau mendadak.
3. Botol sendok, ada botol sendok yang sebetulnya ditujukan untuk penyajian MPASI dengan tekstur lebih kental ketimbang ASIP, sehingga beberapa sumber tidak menyarankan untuk ASIP yang akan mengalir lebih cepat dengan ukuran lubang seperti itu.
4. Ada pula semacam botol sendok yang memang fungsinya untuk kasih ASIP, biasanya disebut dengan soft cup feeder. Ujungnya tidak selalu mirip dengan sendok memang, tapi cara kerjanya lebih kurang sama dengan botol sendok yaitu bagian badan/botol penampung ASIP atau leher 'sendok'-nya dipencet agar cairan dalam badan/botolnya keluar.
5. Pipet tetes, bisa pakai yang sering disertakan dalam kemasan obat untuk bayi, atau beli di apotek.
6. Spuit suntikan tanpa jarum, ini juga bisa dicari di apotek. Berhubung saya tidak punya, di foto ini diwakili dengan medicine feeder yang cara kerjanya sistem piston untuk disemprotkan juga seperti suntikan.
7. Cangkir dengan corot dari bahan tidak kenyal (sippy cup/training cup dengan hard spout). Pastikan keterangan usia di kemasan sesuai dengan umur bayi saat cangkirnya akan dipakai, dan pilih yang ada katup antisedaknya.
8. Media khusus untuk kondisi tertentu seperti Haberman feeder yang diperuntukkan bagi bayi dengan bibir/langit-langit mulut yang berbeda. Terdapat pula alat bantu menyusui berupa selang kecil yang ditempelkan di payudara untuk mengalirkan ASIP saat proses relaktasi agar bayi kembali bisa menyusu langsung atau menyusu ke ibu adopsi misalnya.
Lalu, bagaimana dengan dot?









Dot adalah media penyajian untuk bayi yang tampaknya paling umum dipakai, entah itu isinya sufor, ASIP, air putih, sari buah, maupun minuman lainnya. Namun, pemakaian dot sejatinya tidak disarankan karena berbagai risiko yang ada. Jika dulu semasa saya menyusui anak pertama yang sering dikhawatirkan dan ditanyakan ibu-ibu lalu mendorong munculnya berbagai saran adalah 'bagaimana agar bayi tidak bingung puting?' dalam arti tips supaya bayi tetap mau menyusu langsung meskipun saat berjauhan dari ibu diberi dot, belakangan risiko lain mengemuka (atau sayanya saja yang kurang gaul ya sampai telat tahunya, hehehe). Jadi, ada yang diistilahkan sebagai bingung puting silent, kondisi di mana bayi tidak menolak menyusu pada payudara ibunya, tetapi produksi ASI ibu menurun. Ini dikarenakan dot merusak daya isap bayi, walhasil ASI yang terambil tidak maksimal dan 'pengosongan' payudara yang seharusnya mendorong ASI dibuat lagi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Belum lagi dampak lain terhadap kesehatan yang mengintai gara-gara pakai dot, antara lain infeksi telinga, masalah gigi, dan obesitas. Oh ya, cangkir bayi dengan corot kenyal/soft spout juga baiknya dihindari karena mekanismenya mirip dot. Berlaku juga untuk dot yang diklaim mirip payudara ibu, ya. Toh payudara tiap ibu (bahkan kanan-kiri pada orang yang sama) kan beda-beda ya bentuk dan ukurannya. Lagipula, irama isapan bayi yang di awal menyusu pendek-pendek cepat untuk nantinya diperlambat dan diperdalam juga tidak bisa diterapkan pada dot, termasuk dot yang dipromosikan jika dibalik isinya tidak tumpah.
Selanjutnya, bagaimana agar bayi lancar minum ASIP dengan media yang sudah dipilih? Beberapa tips di bawah ini bisa diterapkan:
1. Cari tahu dulu bagaimana cara penggunaan media yang dipilih dengan tepat. Misalnya untuk cangkir dan sendok, tempelkan ke mulut bayi agar bayi menjilat atau menyeruput sendiri, bukan ASIP-nya yang dituang ke mulut bayi. Sedangkan untuk pipet dan spuit, semprotkan ke dinding pipi bagian dalam, bukan ke kerongkongan. Posisi bayi tentu cenderung tegak, tidak boleh berbaring. Yang dikhawatirkan biasanya adalah potensi tersedak. Perlu ketelatenan dan kesabaran memang. Media penyajian ini juga bisa cocok-cocokan, oleh karenanya jika memungkinkan cobalah beberapa jenis media (yang aman), mana yang lebih nyaman bagi bayi maupun yang mengasuhnya.
2. Kalau perlu, cari video contohnya, misalnya di youtube agar bayangannya lebih jelas. Ajak orang yang nanti akan rutin menyajikan atau melatih minum ASIP-nya nonton bareng.
3. Kenapa harus nonton bareng? Karena yang (melatih) menyuapi ASIP idealnya bukan ibu. Apabila ada 'gentong' aslinya, bahkan sekadar tercium aromanya, bayi cenderung akan menolak ASIP. Jadi selama dilatih, ibu ngumpet dulu ya, kalau perlu keluar rumah. Seringkali perlu juga membangun bonding terlebih dahulu antara bayi dengan yang akan menyajikan ASIP-nya sehari-hari.
4. Sampaikan apa yang ibu inginkan terkait penyajian ASIP ini ke orang-orang di rumah/pengasuh (mungkin di tempat penitipan) sedini mungkin. Bisa dipahami bahwa ada kemungkinan penolakan, jadi sekali lagi sabar ya untuk menjelaskan baik-baik (atau galak-galak, hehehe, ibu yang lebih tahu karakter lawan bicara). Latih juga bayi minum ASIP sejak awal, bahkan jika belum dapat-dapat pengasuh. Setidaknya bayi sudah akrab dengan media tersebut sehingga kalaupun pengasuh baru didapat di saat-saat terakhir menjelang ibu masuk kerja (saya banget, ini!), adaptasinya tidak sulit.
5. Tawarkan ASIP ke bayi saat bayi belum lapar benar. Prinsipnya hampir sama dengan menawarkan menyusu langsung, jadi kalau bayi sudah telanjur nangis gara-gara tanda laparnya terlambat direspon, usahakan pengasuhnya tenang dulu agar bisa menenangkan bayi. Berikan ASIP setelah tangis bayi reda.
6. Sounding alias sampaikan ke bayi dengan kata-kata positif, misalnya "Anak pinter yuk kalau bunda pergi minum ASIP-nya pakai ini ya...". Usia semuda itu bukan berarti bayi bakal tak mengerti apa yang kita sampaikan.
7. Sekali lagi, sabar dan semangat. Jika ibu menemui kesulitan, tidak tidak ada salahnya minta tolong pihak yang kompeten seperti konselor laktasi untuk mengajari.
8. Doa, tentunya.

Sumber : copas tulisan mba Leila Rizki Niwanda di grup Tambah ASI Tambah Cinta
==============================================================================
Kirana minum menggunakan Haberman feeder

Haberman feeder
Kirana menggunakan OGT.
Ada tambahan media pemberian ASIP,tapi untuk anak yang mempunyai kesulitan menyusu karena kondisi medis dan atau pada ABK (sepertinya ada juga ibu dari anak-anak seperti ini yang tetap bekerja),seperti anak dengan CBL,PRS,DS,dsb (jika tidak memungkinkan menggunakan media yang sudah disebutkan di atas) :
- special needs feeder (kalau di Indonesia setahu saya ada merk Medela dan Pigeon saja,tapi di LN juga ada merk Mead Jhonson,dr.Brown.) → ini wujudnya tampak seperti dot,tapi saya pernah diinformasikan oleh salah seorang KL bahwa ini tidak termasuk golongan dot,melainkan feeder.
- OGT (Oral-Gastric Tube) → selang kecil (sonde) yang dimasukkan melalui mulut,jadi asupan langsung menuju ke lambung
- NGT (Naso-Gastric Tube) → selang kecil (sonde) yang dimasukkan melalui hidung,jadi asupan langsung menuju ke lambung
- Gtube (Gastric Tube) → selang kecil (sonde) yang dimasukkan langsung dari perut,jadi asupan langsung menuju ke lambung (yang ini saya belum tahu apa diterapkan juga di Indonesia atau tidak,tapi yang umum saya lihat yah OGT dan NGT)

Note : sonde hanya digunakan dalam kondisi yang cukup parah,anak tidak bisa menggunakan mulutnya untuk makan dan minum. Sonde juga punya resiko seperti resiko infeksi,resiko perlukaan,anak juga berkurang kesempatan belajar mengunyah,menelan,menghisap,menggunakan oromotornya,dsb. Cmiiw

Mengapa tidak dianjurkan memakai dot?
Karena dot menyimpan resiko, seperti bingung puting, over feeding, dsb.
Untuk selengkapnya silakan cek di sini

Sabtu, 01 Agustus 2015

SERBA SERBI ASI PERAH (ASIP)

[MABES TATC]
1 Agustus 2015
SERBA SERBI ASIP
Dalam rangka turut memeriahkan World Breastfeeding Week 2015 yang bertema  “Breastfeeding and Work: Let's Make it Work!” yang jatuh pada tanggal 1-7 Agustus 2015, MABES TATC akan mengangkat info-info seputar MANAJEMEN LAKTASI IBU BEKERJA yang penting bagi ibu bekerja.
ASI adalah cairan emas yang hidup dan paling pas untuk asupan bayi, merupakan nutria terbaik bagi tumbuh kembang bayi. ASI adalah hak asasi seorang anak, maka ibu perlu memenuhi hak anak atas ASI.
Namun seringkali kondisi ibu yang masih harus bekerja menjadi salah satu alasan ibu menghadapi dilema dan kesulitan untuk tetap memberikan ASI bagi buah hatinya, apalagi berdasarkan Penelitian Basrowi pada 2013 di Indonesia menemukan, hanya 1 dari 6 tempat bekerja yang diteliti memiliki tempat khusus yang layak untuk memerah ASI. Padahal, dalam konvensi Organisasi Pekerja Internasional tercantum bahwa cuti melahirkan selama 14 minggu dan penyedia sarana pendukung ibu menyusui pun wajib tersedia di tempat kerja. Selain itu, Pasal 30 dalam PP no. 33 tahun 2012 tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif menyebutkan, pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui atau memerah ASI, sesuai dengan kondisi perusahaan, dan ada banyak tantangan menyusui bagi ibu berkerja, namun di balik setiap tantangan tentunya akan  ada cara untuk menaklukkannya, seperti yang tertulis dalam http://www.ayahbunda.co.id/kelahiran-tips/laktasi%3a-tantangan-menyusui-ibu-bekerja
Sangatlah penting bagi ibu untuk memahami manajemen laktasi yang baik, yaitu terkait dengan kegiatan memerah ASI, serba serbi ASIP, manajemen stress, manajemen waktu, cara memberikan ASIP bagi bayi, dsb, ,

Sebagai pembuka rangkaian materi MABES TATC seputar manajemen laktasi ibu bekerja, saya akan menginfokan tentang serba-serbi ASIP.
Saat ibu bekerja, ibu tidak berdekatan  dengan bayi dan tidak dapat menyusui langsung , maka ASIP adalah solusi terbaik agar si kecil dapat tetap mendapatkan haknya atas ASI dan tumbuh berkembang lebih optimal, namun saat ibu telah kembali berdekatan dengan bayi, susui bayi sesering mungkin semau bayi, karena menyusui lebih dari sekedar memberikan ASI..
Bagaimana cara menyimpan ASIP?
Bagaimana cara menyajikan ASIP?
Wadah apa yang digunakan untuk menyimpan ASIP?
Dan masih banyak pertanyaan lain seputar ASIP, telah ada jawabannya di https://www.facebook.com/notes/tambah-asi-tambah-cinta/serba-serbi-asi-perah/161429177252560?hc_location=ufi
ASI adalah cairan hidup yang setiap saat akan berubah komposisinya mengikuti kebutuhan bayi, maka jika ibu bekerja, sebaiknya ibu memberikan ASIP segar, sementara ASIP beku hanya menjadi cadangan jika terjadi kondisi darurat, atau misal ibu ingin agar ada perputara ASIP maka bisa di mix antara ASIP segar dan ASIP beku, namun tetap lebih baik jika dominan ASIP segar, misal Bayi minum 5 botol ASIP, maka berikan 4 botol ASIP segar dan 1 botol ASIP beku.

BERAPA BANYAK KEBUTUHAN ASI BAYIKU?

Hal ini juga seringkali menjadi pertanyaan ibu, terutama bagi ibu bekerja, karena ibu tidak bisa 24jam terus bersama anaknya, sehingga harus tetap memberikan ASIP (ASI Perah).
Kebutuhan setiap bayi berbeda, tetapi ada cara untuk memperkirakan kebutuhan ASI bagi bayi.
Penelitian membuktikan bahwa bayi usia 0-6 bulan rata-rata  membutuhkan sekitar 25oz (750ml) per hari. Kebutuhannya akan berbeda masing-masing bayi, tapi umumnya rata-rata minum sekitar 19-30oz (570-900 ml) per hari (dalamhttp://www.kellymom.com/bf/pumping/milkcalc.html).

Dalam http://www.kellymom.com/bf/pumping/milkcalc.html juga menjelaskan bahwa kita bisa menggunakan cara berikut utk menghitung perkiraan kebutuhan ASIP pada bayi :
·         Perkiraan frekuensi bayi menyusu dalam 1hari (24jam).
·         Kemudian jumlah frekuensi menyusu tsb di bagi dengan 25oz (750ml).
·         Kemudian kita akan mendapatkan perkiraan kebutuhan ASIP per sekali minum
Contoh : Jika bayi biasa menyusu 8 kali per hari, maka ibu bisa memperkirakan kebutuhan bayi sktr 3oz (90ml) sekali minum saat ibu tidak berada dekat bayi. (25/8 = 3,1)

Jadi rumus berdasarkan http://www.kellymom.com/bf/pumping/milkcalc.html  (dlm situs ini jg terdapat kakulator penghitungnya) adalah :
25 oz / frekuensi menyusu = kebutuhan ASIP

Senja beratnya 4.7 kilogram, berarti 10.3 pounds. Setelah itu dikalikan 2,5 sampai 3, maka kita dapat angka 25,75 dan 30.9. Dalam sehari Senja kira-kira minum sebanyak 10-12 kali. Berarti setiap kali minum Senja butuh 2,14 sampai 2,5 oz alias 63-74 ml. Yah patokan amannya sekitar 70 ml deh.
Jadi  rumusnya adalah :
·         BB bayi (dlm satuan pounds) x 2,5oz x perkiraan frekuensi menyusu = kebutuhan ASIP (minimal)
·         BB bayi (dlm satuan pounds) x 3oz x perkiraan frekuensi menyusu = kebutuhan ASIP (maksimal)
NOTE : 1kg = 2,2 pounds ;  1oz = 30ml (ini pembulatan looh) ;)

Selain beberapa rumus di atas, saya juga pernah mendapat info dari konselor laktasi tentang cara menghitung kebutuhan ASIP yaitu 150 – 200 ml per kg berat badan bayi/hari dibagi frekuensi menyusu, misal  : bayi A berat 5 kg maka kebutuhan  dalam 24 jam kira-kira 750 – 1000 ml, lalu jika bayi menyusu per 3 jam atau 8 kali dalam 24 jam, maka kebutuhan dalam 24 jam akan dibagi 8, dan perkiraan kebutuhan ASIP per sesi menyusu adalah 93,75 – 125 ml per 3jam. Jika ibu meninggalkan anak bekerja selama 12 jam, berarti ada 4 sesi menyusu sehingga ibu perlu menyediakan stok ASIP sebanyak 375 – 500 ml.

Perhitungan kebutuhan ASIP tersebut tentunya hanya merupakan perkiraan, pada pelaksanaannya ibu perlu jeli dalam mengevaluasi kebutuhan ASIP bagi bayinya selama ibu meninggalkan bayinya untuk bekerja.

Ayo ibu bekerja, tetap semangat memberikan ASI untuk anakmu, menyusuilah dengan keras kepala.
Sesulit apapun tantangan menyusuimu, you’re not alone mom J


Sumber :
Semua diakses tanggal 1 Agustus 2015 dini hari.


Happy World Breastfeeding Week 2015
Breastfeeding and Work: Let's Make it Work!!

Nanda - Creator