Selasa, 17 April 2018

ACHONDROPLASIA

Bagi yang kenal dengan kisah Putri Salju, pasti tak asing dengan sosok kurcaci atau dwarf.
Tapi tahu gak, kalau sosok dwarf gak cuma ada di negeri dongeng?
Di kehidupan nyata, mereka benar-benar ada, contoh yang cukup terkenal adalah Ucok Baba.
Nah, sudah ngeh belum, kalau meski mereka langka, tapi mereka ada di sekitar kita?
Kali ini kita akan membahas salah satu jenis dari dwarfism atau kerdil, yaitu Achondroplasia.


ACHONDROPLASIA


Sumber : Pinterest


Achondroplasia adalah gangguan pertumbuhan tulang yang ditandai dengan tubuh kerdil (dwarfisme) dan tidak proporsional. Penderita achondroplasia memiliki ukuran tulang dada normal, namun ukuran lengan dan tungkai pendek. Rata-rata tinggi badan penderita achondroplasia laki-laki dewasa adalah 131 cm, sedangkan untuk wanita dewasa adalah 124 cm. (Sumber : alodok)

Achondroplasia is a form of short-limbed dwarfism. (Sumber : GHR)
Achondroplasia adalah bentuk dari dwarfisme yang memiliki kaki dan tangan yang pendek.

Achondroplasia is a bone growth disorder that causes disproportionate dwarfism. Dwarfism is defined as a condition of short stature as an adult. People with achondroplasia are short in stature with a normal sized torso and short limbs. It’s the most common type of disproportionate dwarfism. (Sumber : healthline)
Achondroplasia adalah kelainan pada pertumbuhan tulang yang menyebabkan dwarfisme yang tidak proporsional.
Dwarfisme didefinisikan sebagai kondisi di mana manusia dewasa memiliki tubuh yang pendek. Orang dengan achondroplasia memiliki tinggi tubuh yang pendek dengan dada berukuran normal dan kaki tangan yang pendek. Ini merupakan tipe paling umum pada dwarfisme yang tidak proporsional.

Achondroplasia is a rare genetic disorder characterized by an unusually large head (macrocephaly) with a prominent forehead (frontal bossing) and flat (depressed) nasal bridge; short upper arms and legs (rhizomelic dwarfism), unusually prominent abdomen and buttocks; and short hands with fingers that assume a "trident" or three-pronged position during extension. (Sumber : NORD)
Achondroplasia merupakan kelainan genetik langka yang ditandai oleh ukuran kepala yang besar (makrosefali) dengan dahi yang menonjol dan pangkal hidung yang datar; lengan atas dan kaki yang pendek, perut dan bokong yang lebih menonjol; dan tangan yang pendek dengan jari mirip trisula.

The word achondroplasia literally means "without cartilage formation." Cartilage is a tough but flexible tissue that makes up much of the skeleton during early development. However, in achondroplasia the problem is not in forming cartilage but in converting it to bone (a process called ossification), particularly in the long bones of the arms and legs. (Sumber : GHR)
Achondroplasia memiliki arti "tanpa formasi tulang rawan". Tulang rawan adalah jaringan kuat namun fleksibel yang banyak membentuk kerangka manusia selama masa pertumbuhan. Namun, masalah pada achondroplasia bukan pada pembentukan tulang rawan, tapi pada proses perubahan tulang rawan menjadi tulang keras (prosesnya disebut osifikasi), terutama di tulang yang panjang pada lengan dan kaki.

Achondroplasia is the most common type of short-limbed dwarfism. The condition occurs in 1 in 15,000 to 40,000 newborns. (Sumber : GHR)
Achondroplasia adalah tipe short-limbed dwarfism paling umum. Kondisi ini terjadi 1 dalam 15.000 sampai 40.000 bayi baru lahir.

Achondroplasia appears to affect males and females in relatively equal numbers.(Sumber : NORD)
Achondroplasia terjadi dengan jumlah yang relatif seimbang pada laki-laki dengan pada wanita.


PENYEBAB DAN POLA PEWARISAN ACHONDROPLASIA

In most cases, achondroplasia appears to occur randomly for unknown reasons (sporadically) with no apparent family history. According to researchers, many such cases may represent new (sporadic) genetic changes (mutations) that may be transmitted as an autosomal dominant trait (i.e., new dominant gene mutations). Investigators indicate that increased age of the father (advanced paternal age) may be a contributing factor in cases of sporadic achondroplasia. (Sumber : NORD)
Umumnya achondroplasia terjadi secara acak, tanpa diketahui penyebab pastinya (sporadis), tanpa riwayat dalam keluarga. Berdasarkan penelitian, banyak kasus yang merupakan perubahan/mutasi genetik yang baru (sporadis), yang mungkin memiliki pola pewarisan autosomal dominan. Peneliti mengindikasikan bahwa peningkatan usia ayah, mungkin merupakan faktor yang berkontribusi pada kasus achondroplasia yang bersifat sporadis.

Pada penderita achondroplasia, mutasi terjadi pada gen FGFR3, yaitu gen yang menghasilkan protein Fibroblast Growth Factor Receptor 3. Protein ini berperan penting dalam proses osifikasi, yaitu proses perubahan tulang rawan menjadi tulang keras. Mutasi pada gen FGFR3 menyebabkan protein tidak berfungsi secara normal, sehingga mengganggu perubahan tulang rawan menjadi tulang. Kondisi ini menyebabkan tulang tumbuh lebih pendek dan memiliki bentuk abnormal, terutama tulang di bagian lengan dan tungkai. (Sumber : alodok)

In more than 80 percent of cases, achondroplasia isn’t inherited, according to the National Human Genome Research Institute (NHGRI). These cases are caused by spontaneous mutations in the FGFR3 gene.

About 20 percent of cases are inherited. The mutation follows an autosomal dominant inheritance pattern. This means that only one parent needs to pass down a defective FGFR3 gene for a child to have achondroplasia.

If one parent has the condition, the child has a 50 percent chance of getting it.

If both parents have the condition, the child has:
  • 25 percent chance of normal stature
  • 50 percent chance of having one defective gene that causes achondroplasia
  • 25 percent chance of inheriting two defective genes, which would result in a fatal form of achondroplasia called homozygous achondroplasia. Infants born with homozygous achondroplasia are usually stillborn or die within a few months of being born.


If there’s a history of achondroplasia in your family, you may want to consider genetic testing prior to becoming pregnant so that you fully understand your future child’s health risks. (Sumber : healthline)

Berdasarkan data National Human Genome Research Institute (NHGRI), lebih dari 80% kasus achondroplasia tidak diwariskan. Kasus ini disebabkan mutasi spontan pada gen FGFR3
Sekitar 20% kasusnya merupakan warisan, dengan pola autosomal dominan. Artinya,  hanya butuh salah 1 orangtua untuk mewariskan gen FGFR 3 yang cacat sehingga anak bisa mengalami achondroplasia.

Jika salah 1 orangtua mengalami Achondroplasia, maka anaknya akan memiliki peluang mewarisi Achondroplasia sebesar 50%.

Jika kedua orangtua mengalami Achondroplasia, maka probabilitas anak mewarisi Achondroplasia adalah sebagai berikut :
  • • 25% peluang memiliki tinggi badan yang normal.
  • • 50% peluang mewarisi 1 gen cacat yang menyebabkan Achondroplasia 
  • • 25% peluang mewariskan 2 gen cacat yang bisa menyebabkan homozygous achondroplasia yang bersifat fatal. Bayi yang lahir dengan homozygous achondroplasia biasanya akan meninggal dalam kandungan, atau meninggal dalam waktu beberapa bulan setelah lahir.

Jika ada riwayat Achondroplasia dalam keluarga, Anda mungkin membutuhkan tes genetika sebelum memutuskan untuk hamil, jadi Anda bisa lebih memahami resiko kesehatan yang akan dialami anak Anda kelak.


CIRI FISIK ACHONDROPLASIA (Sumber : alodok)

Sejak baru lahir, bayi penderita achondroplasia dapat dikenali melalui ciri fisiknya, antara lain:
  • Ukuran lengan, tungkai, dan jari yang pendek.
  • Ukuran kepala lebih besar, dengan dahi yang menonjol.
  • Gigi yang tidak sejajar dan berdempetan.
  • Terdapat ruang antara jari tengah dan jari manis.
  • Mengalami kelainan bentuk tulang belakang, bisa dalam bentuk lordosis (melengkung ke depan) maupun kifosis (melengkung ke belakang).
  • Kanal tulang belakang sempit.
  • Tungkai berbentuk O.
  • Telapak kaki yang pendek dan lebar.
  • Tonus atau kekuatan otot yang lemah.

Ada beberapa gangguan kesehatan yang mungkin dialami oleh penderita achondroplasia, antara lain:
  • Obesitas.
  • Infeksi telinga berulang, karena penyempitan saluran di telinga.
  • Keterbatasan dalam bergerak, akibat penurunan tonus otot.
  • Stenosis spinal, yaitu penyempitan kanal tulang belakang yang mengakibatkan tertekannya saraf dalam sumsum tulang belakang.
  • Hidrosefalus, yaitu penumpukan cairan di rongga (ventrikel) dalam otak.
  • Sleep apnea, yaitu kondisi yang ditandai dengan berhentinya pernapasan saat tidur.


CARA MENDIAGNOSA (Sumber : healthline)

Your doctor may diagnose your child with achondroplasia while you’re pregnant or after your infant is born.
Dokter Anda mungkin akan mendiagnosa anak Anda dengan achondroplasia selama kehamilan atau setelah anak lahir

Diagnosis during pregnancy
Some characteristics of achondroplasia are detectable during an ultrasound. These include hydrocephalus, or an abnormally large head. If your doctor suspects achondroplasia, genetic tests may be ordered. These tests look for the defective FGFR3 gene in a sample of amniotic fluid, which is the fluid that surrounds the fetus in the womb.

Beberapa karakteristik achondroplasia bisa terdeteksi saat USG. Termasuk hidrosefalus, atau besar kepala yang abnormal. Jika dokter Anda menduga achondroplasia, maka tes genetik akan dilakukan untuk mengetahui gen FGFR3 yang cacat, menggunakan sampel cairan amnion (air ketuban).

Diagnosis after your child is born
Your doctor can diagnose your child by looking at his or her features. The doctor may also order X-rays to measure the length of your infant’s bones. This can help confirm a diagnosis. Blood tests may also be ordered to look for the defective FGFR3 gene.

Dokter Anda bisa mendiagnosa anak Anda dengan memperhatikan fitur anak. Dokter mungkin juga akan melakukan rontgen untuk mengukur panjang tulang bayi Anda. Ini bisa membantu menegakkan diagnosa. Tes darah juga bisa dilakukan untuk mengetahui gen FGFR3 yang cacat.

PERAWATAN

Sampai saat ini, belum ada penanganan spesifik untuk achondroplasia, treatment dilakukan jika terjadi komplikasi.

Ultrasonography or magnetic resonance imaging (MRI) of the brain in infancy may be done to determine the presence of hydrocephalus which is sometimes associated with achondroplasia. Orthopedic surgery and physical therapy may be beneficial in the management of this disorder. Genetic counseling may also be useful.(Sumber : NORD)

USG atau MRI kepala mungkin dilakukan saat bayi untuk memastikan kemungkinan terjadinya hidrosefalus yang kadang terasosiasi dengan achondroplasia. Operasi ortopedi dan fisioterapi mungkin akan memberikan manfaat untuk achondroplasia. Konseling genetik juga akan sangat membantu.

Selasa, 10 April 2018

HIJRAHKU SEPANJANG HIDUP

Hijabku, hanya sebagian kecil dari perjalanan hijrahku.

"Mba, sesekali cerita doonk proses hijrahmu."

Beberapa orang memintaku mengisahkan proses hijrahku, sejak mereka melihat aku mengenakan hijab.

"Ceritanya dapat hidayah nih mba, koq sekarang pakai hijab?"
Demikian ujar seorang tukang fotocopy yang biasa kukunjungi, dia tampak menatapku dengan ekspresi takjub.

Tapi apakah hanya karena hijab, lalu baru kau kira aku sedang berhijrah atau dapat hidayah?

Apa sih yang dimaksud hijrah?
Proses hijrah? Seumur hidup sih kalau menurutku, dan ini secuil proses hidupku


Apa sih hijrah itu?

Hijrah adalah mulai kembali kepada kehidupan beragama, berusaha mematuhi perintah Allah, menjauhi larangan-Nya dan berusaha menjadi lebih baik, karena sebelumnya tidak terlalu peduli atau sangat tidak peduli dengan aturan agama. Istilah ini dibenarkan, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa orang yang berhijrah (muhajir) adalah orang yang meninggalkan larangan Allah dan kembali kepada Allah dan agamanya. (Sumber : web muslim)

Dalam Islam, ada dua jenis hijrah: pertama, hijrah zahir (fisik), yaitu berpindah tempat tinggal, dan kedua, hijrah jiwa (spiritual), yaitu berpindahnya keadaan jiwa ke arah yang lebih baik. (Sumber : NU online)

Aku sendiri memaknai hijrah sebagai usaha mengubah diri jadi lebih baik, memperbaiki akhlak.
Maka sejatinya, setiap manusia sedang dalam perjalanan berhijrah, karena pada dasarnya manusia pasti ingin jadi lebih baik.
Siapa sih yang punya cita-cita jadi manusia yang lebih buruk?
Maka bagiku, proses hijrah adalah seluruh proses hidupku, dari kecil hingga kini.


MASA KECILKU

Aku terlahir dari orangtua yang beragama Islam, namun omaku masih beragama Nasrani, dan aku sendiri mengenyam sekolah berbasis agama Nasrani sejak TK hingga SMP, sementara saat SMA, aku masuk SMA negeri, dan memilih tetap mengambil pelajaran agama Nasrani, kenapa? Karena aku sama sekali tidak mengenal agama Islam, tidak bisa membaca huruf Arab, tidak bisa sholat, tidak bisa mengaji, dll.
Mengapa bisa seperti itu?
Karena aku tidak ingin belajar.

Jujur saja, aku merasa trauma dengan Islam, boleh lah kau sebut aku Islamphobia, aku tak suka dengan sikap sebagian orang yang mengaku beragama Islam.
Seperti kusebutkan di atas, aku mengenyam sekolah berbasis pendidikan agama Nasrani, hingga aku tak mengenal apa itu Islam, yang aku tahu, di sekolah guruku mengajarkan bahwa semua manusia sama, sama-sama harus dikasihi, dihargai, dihormati, dan bahwa mereka yang berbuat baik, bisa masuk surga, dan sebaliknya, mereka yang berbuat jahat, bisa masuk neraka, tak ada pengkotakkan berdasarkan agama tertentu, dan itulah yang aku pahami, hingga suatu ketika, aku tahu seseorang diberikan nilai buruk hanya karena mempertanyakan pernyataan bahwa hanya orang Islam yang bisa masuk surga.
Saat itu aku masih kecil, aku hanya berpikir, mengapa ada manusia seangkuh itu? Merasa pasti bisa masuk surga hanya karena suatu agama? Bisa mengatakan bahwa orang lain tak memiliki kesempatan masuk surga karena alasan agama? Bukankah dia juga hanya manusia, bukan Tuhan?
Mungkin saat itu jiwaku terluka, hatiku bingung.

Aku bertumbuh semakin besar, dan mulai bisa berpikir,"Ah itu hanya oknum, agama tak pernah salah koq, agama mengajarkan kebaikan, bukan kesombongan."

Saat SMA, aku mulai berpikir untuk mulai belajar tentang Islam, kebetulan ada seorang guru agama yang aku rasa bersikap baik, dia menunjukkan kelembutan, tidak menyudutkanku sama sekali, dan membuatku tertarik untuk belajar.
Tapi sialnya, ada seorang guru lain yang merusak keinginanku dengan pernyataannya, dan membuatku batal untuk belajar, guru ini membuka luka lamaku, mengingatkanku pada orang-orang yang menyudutkanku.

"Kamu mau, cape-cape ke Gereja, doain orangtuamu, tapi gak didengar Tuhan?"
Ya, demikian dia berucap dengan nada dan ekspresi yang menyudutkanku, saat tahu orangtuaku beragama Islam, sementara aku memilih pelajaran agama Kristen di sekolah.
Ya, aku kembali mundur.

Pernah juga suatu ketika, aku bertanya tentang nabi Muhammad, lalu aku justru dihardik,"Kamu orang Islam bukan? Kalau bukan, jangan banyak bertanya tentang Islam!"
Begitulah..... Itu hanya sebagian....

Tapi sayangnya, semua kejadian itu hanya semakin membuat aku menjadi jauh, jiwaku terluka dan bingung, sementara mereka dengan caranya yang menyudutkanku sama sekali tidak memeluk dan merangkul jiwaku.

Tapi tahukah kamu? Seumur-umur tak ada yang pernah mempengaruhiku untuk pindah agama, dan aku masih meyakini bahwa Tuhan itu 1, tiada sekutu bagi-Nya, dan Dia tidak memiliki anak (dalam arti biologis atau harafiah), aku juga masih meyakini bahwa rencana Tuhan selalu sempurna, tak akan pernah salah, dan tidak bermaksud buruk. Apakah ini iman? Aku juga tak tahu, biarlah Allah yang menilai diriku.


KEHADIRAN LELAKIKU

Tahun 2003, aku mulai menjalin hubungan dengan seorang lelaki, dia tak pernah menggugat keyakinanku, tak pernah memaksaku untuk melakukan ini dan itu, dia pernah kuceritakan traumaku terhadap agama yang tertera di KTP ku, dan dia tak pernah marah atau menyudutkanku karena hal tersebut, meski dia tahu, aku tak bisa sholat, tak mengenal Islam, dia hanya mencoba menunjukkan dari sikapnya.

Lelakiku ini memiliki orangtua yang taat beragama, namun mereka juga tak pernah menyudutkan aku, juga tidak mempengaruhi aku, cukuplah aku menyaksikan mereka dan cara mereka bersikap kepadaku.

Perlahan keinginanku untuk belajar kembali tumbuh, tapi traumaku masih menghalangiku, hingga suatu ketika, di tahun 2004, aku menyampaikan sebuah niat kepada lelakiku itu.

"Kalau nanti aku bisa menunjukkan prestasi terbaikku, aku mau belajar sholat, tolong ajari aku."
"Apa itu artinya, kalau kamu dapat emas? Kalau gak dapat emas, kamu gak mau belajar?"
"Prestasi terbaikku bukan dibuktikan oleh medali, kita lihat saja nanti."
Itulah awalnya, alhamdulillah dalam pertandingan itu, aku merasa menunjukkan prestasi terbaikku, meski bukan medali emas, tapi aku melihat bagaimana ketua Pengda TI DKI Jakarta saat itu merasa senang, dan beliau menyampaikan rasa senangnya langsung kepadaku, dan aku pun memenuhi janjiku untuk belajar sholat, dibimbing oleh lelakiku, dia juga mengajariku iqro.

Awalnya sulit sekali bagiku, menghafalkan bacaan-bacaan sholat dalam bahasa Arab, tapi katanya, aku boleh sholat sambil nyontek dari buku hehehehehe.
Cukup lama sebenarnya, aku tak bisa mengingat bacaan tahiyat awal dan akhir, namun suatu hari, entah bagaimana caranya, tiba-tiba aku bisa hafal, rasanya agak ajaib sih untukku, setelah sekian lama mencoba menghafal dan gagal, tapi saat itu tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba saja bisa hafal, dan sejak itu aku resmi gak nyontek lagi hehehehehe.

Lalu apakah sejak itu aku jadi tertib sholat? TIDAK!
Aku melakukan sholat seperti hanya sebuah kewajiban saja, kalau ada temen yang ngingetin atau ngajak sholat, yah aku sholat, kalau gak yaah santai saja, tapi setidaknya aku sudah bisa.


KEINGINAN BERHIJAB

Sebenarnya lama kupendam keinginan untuk berhijab, mungkin sekitar tahun 2008, entah untuk alasan apa, rasanya hanya ingin, tapi keinginan itu belum genap, aku merasa belum cukup baik.

"Hijab itu wajib bagi perempuan yang sudah baligh."
Ini yang sering dikatakan orang-orang, tapi bagiku, hal tersebut tak ada pengaruhnya, jangankan hijab kau katakan wajib, bahkan sholat yang lebih wajib pun tidak aku lakukan dengan baik, ah yang penting aku berpakaian masih dalam batas kesopanan.

Dan lelakiku, yang telah mengenalku sejak lama, menikahi aku di tahun 2009, dia tak pernah memaksaku untuk mengubah penampilanku, tak memaksakan kehendak agar aku begini begitu.
Maka keinginanku itu cukup kusimpan saja, mungkin suatu saat aku akan mewujudkan keinginan tersebut, yang penting, aku terus berusaha menjadi lebih baik.


PROSES HIDUP

Jika kini kau katakan bahwa aku adalah wanita yang kuat atau bahkan berhati besar, ketahuilah, aku yang kini kau kenal adalah hasil proses kehidupanku yang juga penuh tantangan.

Jika katanya ujian seseorang bisa datang dari orangtua, anak, pasangan, teman, ekonomi, dll dll, kurasa aku mengalami beberapa di antaranya, bahkan sebagian orang menganggap apa yang aku alami adalah hal-hal berat.

Aku pernah dihina, dilecehkan, di-bully, dikhianati, disumpahi, dibohongi, difitnah, aku pernah.
Rasanya ketika 1 tantangan berlalu, akan datang tantangan baru, yang lebih berat, mungkin aku telah lulus di tantangan sebelumnya maka Allah datangkan yang lebih berat hehehehe.

Dikatain murahan, gampangan? Aku pernah.
Disumpahi celaka? Aku pernah.
Dibilang durhaka? Aku pernah.
Dibilang bengis, biadab, jahat, kejam? Aku pernah.
Dikhianati keparcayaannya? Aku pernah.
Anak yang berkebutuhan khusus? Aku punya.
Hubungan pernikahan yang buruk? Aku pernah
Dll

Berkali-kali aku bertanya dalam hati,"Kenapa aku?"
Setiap kali ada hal yang kurasa berat menimpaku, aku akan bertanya demikian, tapi percayalah, tak pernah sekalipun aku menyalahkan Tuhan atau menganggap Dia tak adil, aku hanya menerka mengapa aku yang mengalaminya, yah hanya tanya sesaat.

"What doesn't kill you, will make you stronger"
Aku percaya masalah, ujian, tantangan diberikan bukan karena Allah jahat, tapi justru karena Dia masih sayang, makanya Dia mau aku terus meng-up grade diriku, dan selalu memberikan soal yang lebih berat setiap kali 1 tantangan kuselesaikan, dan aku juga yakin bahwa Dia berikan tantangan yang akan bisa kuselesaikan.



TANTANGAN BERAT


Aku bukan manusia relijius yang taat beribadah, sungguh aku tidak seperti itu, aku hanya membawa keyakinan bahwa Tuhan itu ada, dan Dia baik.

Tahun 2014, aku melahirkan anak ke 2 ku, dia terlahir spesial, dengan kondisi yang sungguh-sungguh rumit bagiku, dia hadir di saat hubungan pernikahanku tak sehat, dan bersamaan dengan kehadirannya, tentu saja kebutuhan finansial keluargaku ini melejit naik, karena biaya untuk perawatan ABK jauh lebih tinggi dibandingkan anak pada umumnya, meski kami menggunakan BPJS, tapi masih ada biaya yang tak ditanggung, seperti biaya transport, padahal jarak rumah ke RS cukup jauh, tak kurang dari 30 km.
Imbasnya? Lelakiku harus merelakan waktunya demi terus mencari nafkah bagi kami, hingga kami jarang berkumpul.

Aku yang saat itu masih memiliki ego dan harapan yang tinggi, merasa marah, kecewa, dan hampir gila.
Ya, aku merawat 2 buah hati kami, mayoritas sendiri, padahal anak ke 2 kami begitu istimewa, aku harus menghadapi kondisi yang sulit, berkali-kali menghadapi dokter dan mendengar diagnosa demi diagnosa, tak kurang dari 20 diagnosa yang kuterima atas diri putri kami yang mengalami kelainan genetik 5p15.33-p14.3deletion (Cri du Chat Syndrome).
Aku sendiri bukan dalam kondisi kesehatan yang prima, maka semua rasa bertumpukan, dan membuat hubungan pernikahanku semakin memburuk.

Hingga tahun 2015, dokter menyatakan bahwa aku mengalami ACL rupture, dan menyarankan operasi, setelah itu, suamiku mulai menampakkan perubahan baik, dia mulai mengupayakan pulang setiap kali ada jadwal ke RS, namun kukira itu hanya karena dia kasihan padaku.

Akhir Agustus 2017, kami bertengkar hebat hingga aku merasa sangat lemah, mungkin itu adalah kondisi terlemahku jika dibandingkan sebelumnya, rasanya berat sekali, hingga aku seperti tak sanggup menahan beban masalahku lagi, di saat terendahku itu, spontan aku berserah,"Ya Allah, aku sudah lakukan apa yang menjadi bagianku, selanjutnya kuserahkan kembali kepada-Mu, terjadilah padaku apa yang menjadi kehendak-Mu."
Aku merasa lebih tenang dan ringan, meski masih ada sesak, sedih dan marah kurasa, air mataku belum mengering.

Sejak itu, aku mulai mencoba diam, berpikir dan interopeki diri, entah mengapa aku merasa bahwa Allah sedang menyapaku dengan lembut, Dia menunjukkan cinta-Nya padaku, Dia ingin aku kembali berpaling kepada-Nya, Dia ingin aku menyadari bahwa tak ada yang dapat kupercaya selain Dia, bahwa hanya Dia yang tak akan ingkar dan mengecewakan aku.

"Ya Allah, apakah sedemikian besar cinta-Mu kepadaku, hingga Kau memanggilku kembali seperti ini? Tapi apakah aku pantas menerima cinta sebesar ini? Mengapa aku yang Kau pilih? Bukankah masih banyak manusia yang lebih pantas daripada aku?"
Pertanyaan demi pertanyaan berputar, rasa takut masih menguasaiku, air mata kembali mengalir, dan entah bagaimana, aku akhirnya mengambil Alqur'an, meski aku tak tahu bagaimana cara membacanya. Mungkin karena aku ingat pesan lelakiku,"Kamu buka Alqur'an, kamu baca saja terjemahannya, buka secara acak, coba kamu pahami isinya."
Ya, mungkin karena itu, dan Allah menggerakkan aku untuk melakukannya.

1 pertanyaan terlintas dipikiranku, lalu kubuka Alqur'an secara acak, aku membaca mengikuti ke mana mataku pertama memandang, dan betapa takjubnya aku, ayat yang pertama kubaca, kurasa jelas menjawab tanyaku, dan hal ini terus terjadi hingga kurasa semua tanyaku terjawab tuntas.
Air mataku berganti, dari mengalirkan kesedihan jadi mengalirkan rasa haru, syukur, takjub. Ada kehangatan yang mengalir di hatiku, aku merasa ternyata Allah sedemikian dekat denganku, hingga Dia bisa menjawab tanyaku, dan dalam sekejap semua rasa sesak, marah, kecewa, takut, hilang begitu saja, hatiku terasa ringan, tak ada lagi takut yang bergelayut, yang ada hanya perasaan tenang dan damai, air mataku pun terhenti, dan aku bisa tersenyum lagi. 

Aku benar-benar merasakan betapa Allah bisa membolak-balik hatiku, semudah dan secepat itu, betapa Dia begitu luar biasa. Ternyata memaafkan, menerima dan percaya kembali bisa begitu mudah, hanya semudah menjentikkan jari, Dia menolongku dan aku membuka diri untuk menerima pertolongan-Nya.

Badai besar itu berlalu, hubungan pernikahanku justru menjadi jauh lebih baik, bahkan mungkin paling baik dibandingkan sepanjang aku menjalin hubungan dengan lelakiku, kami sama-sama sepakat untuk memperbaiki hubungan kami, memperbaiki diri dan akhlak kami, bukan demi dia, tapi demi diriku sendiri, demi memantaskan diri untuk menerima cinta Allah, karena aku merasa Allah mau aku melakukannya.
Dan aku mulai mencoba membaca Alqur'an, meski hanya terjemahannya, bukankan Allah tidak menyulitkan jika aku mau belajar?

Ternyata benar, bahwa hati akan tenang, hanya dengan mengingat Allah.
Ternyata benar, bahwa memaafkan akan terasa sangat indah dan mendatangkan kebaikan.
Ternyata benar, bahwa Allah maha membolak-balik hati manusia.
Ternyata benar, bahwa harus mencintai Allah lebih dulu dibandingkan manusia.
Ternyata benar, niatkan segalanya lillahi ta'ala akan membuat segalanya terasa lebih ringan.
Ternyata benar, bahwa Allah adalah sebaik-baiknya penolong.
Ternyata benar, bahwa bergantung pada Allah, membuat hati terasa tenang dan damai.
Ternyata benar.....
Allah tak pernah ingkar janji.
Alqur'an adalah petunjuk bagi orang yang mau berpikir.
Islam adalah rahmat bagi semesta, ajarannya begitu damai, mengajarkan manusia untuk bersabar, menahan nafsu, berbuat baik, menebar manfaat, rendah hati, selalu bersyukur, selalu berserah. Tunjukkan saja dengan sikap nyata, karena sikap nyata berbicara lebih banyak daripada ucapan.

Allah bisa menjadikan semua manusia patuh dan tunduk, tapi Dia tak mau memaksa, Dia hanya memberikan sebuah panduan, manusia boleh melaksanakan, boleh tidak, semua ada konsekuensinya, dan akan dipertanggungjawabkan.


AKHIRNYA BERHIJAB

Sejak kejadian itu, aku mulai ingat dengan keinginan lamaku, keinginan untuk berhijab, namun tak langsung aku lakukan, aku kembali diam, berpikir, beberapa kali aku berdiskusi dengan lelakiku.

Kebetulan Kasih sekolah di SDIT, yang mewajibkan berhijab saat datang ke  sekolah, dan aku merasa semakin nyaman saat berhijab.

"Aku mau pakai jilbab, tapi bingung harus mulai dari mana? Menurut kamu gimana?
"Kalau kamu mau pakai, pakai saja, tapi jangan karena aku. Yang lebih penting, perbaiki akhlak, jilbab bukan cuma soal kain penutup."
"Aku mau pakai, bukan karena kamu, aku hanya mau mencoba menjadi lebih baik, aku mau jilbabku menjadi penahan dan pengingat bagiku untuk berbuat lebih baik."
"Pakai saja."

Akhirnya aku memantabkan diri untuk berhijab, 5 Oktober 2017, bukan karena menjalankan sebuah kewajiban, bukan karena takut neraka, bukan karena tak ingin menyeret suami dan ayahku ke neraka, bukan karena itu semua.
Hanya karena aku mau, aku berharap hijabku akan menahan diriku dari perbuatan buruk, aku berharap hijabku bisa jadi pengingat untuk jadi manusia yang lebih baik dan pantas menerima cinta Tuhanku.

Hijabku hanya bagian kecil, secuil dari perjalananku sebagai manusia yang ingin terus berproses jadi lebih baik, bukan sebuah hal besar yang patut dirayakan dengan ucapan selamat, bukan sebuah hal besar yang patut dikagumi, seperti yang selama ini terjadi.
Hijabku hanya kulit luarku, jangan kau lihat hijabku, lihatlah aku sebagai manusia, kau boleh berbahagia jika kau lihat akhlakku jadi lebih baik, kau boleh senang jika kau lihat aku bisa memperlakukan sesama makhluk ciptaan Allah dengan lebih baik.


HIJRAH?

Dulu, aku pernah melakukan beberapa hal yang dilarang dalam Islam, aku pernah minum minuman beralkohol, aku pernah mencicipi daging haram, aku pernah mabok, aku tak melaksanakan sholat, tidak menunaikan zakat, aku pernah ikut kegiatan ibadah agama lain, dll.
Kini aku sedikit lebih baik.

Aku bersyukur, pernah menjadi aku yang dulu.
Aku yang dulu sempat Islamphobia.
Aku yang dulu sempat melakukan hal-hal buruk.
Aku juga mensyukuri setiap tantangan yang telah kulalui.
Karena semua itu yang telah menjadikan ku sebagai aku kini.
Sungguh, tiada kejadian yang tanpa makna, segala yang buruk maupun baik, semua bertujuan baik untuk kita, maka berbaik sangka lah kepada Allah dan takdir-Nya.
Sungguh, setiap manusia memiliki kesempatan bertobat karena Allah maha pengampun, maka jangan terlalu cepat menilai orang, karena mereka yang kau anggap buruk, bisa saja ternyata lebih baik darimu, dan sebaliknya.
Sungguh, Allah memilih orang yang Dia beri petunjuk, semau Dia, dan sebaliknya, Dia menyesatkan orang yang  Dia kehendaki, dan ketika seseorang dijadikan-Nya 'tuli' dan 'buta', mereka akan merasa nikmat dalam keburukan, maka tetaplah rendah hati, tak perlu merasa paling benar, paling tahu.

Jika kau tanya, bagaimana prosesku berhijrah, maka ini hanya sebagian kecil perjalanan hijrahku, karena hijrah bagiku adalah proses hidup yang membawaku terus jadi manusia yang lebih baik.
Jika kau tanya, apa yang membuatku hijrah, maka jawabannya sangat jelas, yaitu : Allah.

Sabtu, 07 April 2018

MY PARENTING STYLE


Ada yang nanya,"Gimana caranya bisa survive dengan 2 anak, yang 1 adalah ABK, dan kondisi jauh dari suami?"

OK, akan coba kujawab di sini yaah.

Sebagai pembuka, kuberi tahu sedikit rahasia, aku tuh orangnya galak, keras, gak sabaran, jadi kalau ada yang bilang emak sabar, baik hati seperti ibu peri, itu salah banget.


HEY, MBA KASIH AKAN JADI KAKAK!

Mba Kasih justru adalah orang pertama yang bilang,"Di perut mama ada dede bayinya."
Bahkan sebelum aku mencoba menggunakan tespek.
Jadi sejak hamil, aku sudah coba kenalkan si adik ke kakak, gimana caranya?
Aku ajak kakak ngobrol, tunjukkan video animasi proses perkembangan janin dalam kandungan, ajak kakak merasakan pergerakan janin, ikut pas kontrol kehamilan, dll
Aku juga sering bilang,"Mba Kasih nanti kalau dede sudah lahir, jadi asisten kecil mama yah, pasti mba Kasih bisa jadi asisten kecil yang hebat."
Atau,"Dede seneng banget punya kakak kayak mba Kasih."
Atau sejenis itu lah, sekalian sounding bahwa saat mamanya akan melahirkan, mba Kasih akan dititipkan ke mbah, karena gak boleh ikut (juga konfirmasi ke dokter pas ada mba Kasih hehehehe), jadi pas beneran mau lahiran, mba Kasih sudah paham, no drama.

Ini membuat mba Kasih sadar bahwa dia akan jadi kakak, dan bahwa nanti mamanya akan butuh bantuan mba Kasih untuk ikut menjaga si adik.


ADIK YANG SPESIAL

Kirana lahir, tidak menangis dan  mengalami beberapa kelainan bawaan lahir.
Tidak yang menduga bahwa si adik akan terlahir begitu special, dan membutuhkan perawatan intensif di awal kehidupannya, jadi hal ini tidak pernah dipersiapkan, aku pun tidak ada bayangan gimana mengasuh 1 ABK dan 1 kakak saat jauh dari suami, tapi kami sih siap gak siap, harus siap, semua takdir harus diterima dengan penuh keberserahan dan rasa syukur, yee kaaaan?

Aku yang sudah mengetahui beberapa teori parenting, maklum saja, saat Kirana hadir, aku sudah 3 tahun bergelut dalam dunia edukasi para emak menyusui dengan membina Tambah ASI Tambah Cinta, jadi yah berbagai info soal parenting sudah kuketahui, sebagian aku setuju, sebagian lainnya tak setuju.

Saat hanya mengasuh Kasih, rasanya cukup ideal praktek ilmu parenting ku, meski sedikit meleset, tapi rasanya tak terlalu jauh dari harapan.
Tapi saat Kirana yang hadir, banyak teori tersebut buyar, terhempas berbagai problematika, mungkin memang kondisi keluarga kami jauh dari kata ideal, but i must coping with it.
Teori parenting yang manis dan ideal? Ah sudah lupa tuh.

Sebodo amat kalau ada yang mau bilang emake saja yang gak cerdas, karena gak bisa menerapkan suatu teori parenting yang katanya ideal, emang emak mah gitu, kurang cerdas hihihihi.


KENYATAAN TAK SEINDAH HARAPAN

Katanya memberikan hukuman fisik tuh gak bagus, katanya membentak anak itu gak bagus, katanya ayah dan ibu harus hadir lengkap untuk anak-anak, katanya ibu gak boleh stress, katanya ibu harus bahagia, katanya katanya katanya.......
Demikian menurut teori parenting yang ku tahu dan aku juga setuju koq, tapi apa daya, kenyataan tak seindah teori.

Kirana yang spesial, kondisinya sangat rumit dan kompleks, aku belum pernah tahu kondisi seperti Kirana sebelumnya, itu adalah hal baru bagiku, tapi aku harus belajar dengan cepat, harus terus berlari meski ingin berhenti.
Ditambah kelelahan memberikan ASI yang juga tak bisa kulakukan dengan cara normal, aku terpaksa melakukan EPing, karena aku tak bisa menyusui Kirana, dia tidak bisa melakukan latch on dengan baik, mungkin karena glossoptosis, lidahnya tak sampai menjangkau untuk melakukan pelekatan.
Aku merasa sangat membutuhkan sokongan, dan hanya dukungan suami lah yang sebenarnya sangat kuharapkan, tapi sayangnya saat itu memang hubungan kami pun sedang tak sehat, dan memang kondisi memaksa kami harus terpisah jarak, Kirana butuh banyak biaya, dan kami harus merangkak tertatih untuk itu, suamikulah yang menggadaikan waktunya demi memenuhi kebutuhan kami.

Lengkap sudah!


BAD PARENTING

Kamu pernah memukul, mencubit atau menjewer si kecil? Aku juga pernah.
Kamu pernah membentak si kecil? Aku juga pernah.
Kamu masih LDR, jauh dari suami?
Aku juga.
Kamu mengerjakan nyaris semuanya sendiri? Aku juga.
Kamu seperti tak punya waktu untuk diri sendiri? Aku juga pernah.
Kamu merindukan me time impian seperti ujaran di luar sana, bahwa ibu harus bahagia? Aku juga pernah.
Kamu merasa sebagai ibu yang jahat, gagal, gak becus, payah, dll dll? Aku pun pernah.
Kamu merasa mati adalah jalan keluar terbaik? Aku pun pernah.
Kamu merasa putus asa dengan pernikahanmu? Suami serasa tak peka, tak peduli, tak ada, dan kamu lelah dengan semua itu? Muak? Aku pun pernah.
Kamu mengutuki dirimu sendiri karena tahu telah melanggar teori parenting yang kamu percaya baik? Aku juga pernah koq.
Aku pernah, aku pernah, aku pernah, aku pernah, aku pun sama denganmu, pernah melalui itu semua.

Aku pernah memegang sebilah pisau, menempelkannya di pergelangan tanganku, siap menyayat nadiku sendiri.
Aku pernah bersiap untuk pergi dari rumah, tak tahu mau ke mana, pokoknya aku ingin menghukum dunia, kupikir mungkin dunia baru akan sadar arti keberadaanku setelah aku menghilang.
Aku mengutuki diriku sendiri, aku merasa sangat bersalah setiap kali aku tahu aku melanggar aturan parenting yang kuyakini baik, semakin lama, rasanya aku semakin terpuruk, tak mampu menjadi ibu yang baik.

Iya, aku pernah di masa itu.
Aku jelas bukan malaikat, atau sekedar ibu peri, aku hanya seorang ibu biasa, manusia biasa, yah jadi begitulah, nafsu memang musuh besar manusia, demikian juga denganku.

Depresi?
Gak tahu, toh aku tak pernah mencari tahu, mungkin aku tak cukup pintar dan tak cukup kuat untuk mencari bantuan kepada seorang ahli, seperti psikolog atau psikiater.


I WILL SURVIVE

Di tengah segala himpitan problematika yang aku alami, di antara semua rasa negatif yang mengusai diri, aku masih berusaha untuk bangkit, alhamdulillah Allah masih terus membantuku, menyelamatkan aku, dan memberikan petunjuk.
Meski aku tahu, aku telah banyak melakukan kesalahan kepada mba Kasih, aku telah merusak, menyakiti, menghancurkan jiwa murninya, aku tetap mencoba menumbuhkan konsep diri positif kepada mba Kasih, entah apakah itu berhasil atau tidak.

Dengan kondisi Kirana yang membutuhkan segalanya ekstra lebih banyak, otomatis perhatianku juga tertumpu pada Kirana dan segala aktifitas terkait Kirana, aku nyaris tak punya waktu untuk Kasih, apalagi untuk diriku sendiri, apalagi saat itu aku juga tidak memiliki ART, saat beberapa waktu ada ART pun, hanya untuk membantu beberes rumah, tidak lebih.

Maka aku mengupayakan menumbuhkan rasa tetap dibutuhkan dan spesial pada mba Kasih dengan cara :

  • Melibatkan mba Kasih dalam pengasuhan Kirana. Sesuai kesepakatan awal, mba Kasih jadi asisten kecil mama. Mba Kasih sering memilihkan baju untuk Kirana, sesekali membantu menyuapi ASIP untuk Kirana, ikut menemani Kirana ke dokter, terapi, dll.
  • Mewujudkan dengan perkataan. Ada kalanya aku akan mengurus Kasih, misal untuk memasak dan menemani dia makan, sejenak, aku akan katakan,"Sebentar yah dek, mama masak dulu untuk mba Kasih, gantian yah, kan dari tadi sudah sama dedek, sekarang mama nemenin mba Kasih dulu." Dan sebaliknya, saat aku akan mengurus Kirana, aku ijin ke mba Kasih,"Mba Kasih, gantian yah, mama nemenin dedek dulu, gantian." Atau misal mba Kasih masakin makanan buat Kirana, akan kukatakan,"Wah, makanannya enak, dedek suka banget deh, mba Kasih yang masak, makanya dedek suka." Atau ucapan-ucapan sejenis itu.
  • Pergi bertiga atau berempat (kalau pas bapake pulang), untuk mba Kasih. Misal setelah kunjungan ke RS, kami pergi ke mall, sekedar jalan-jalan, atau makan, atau main, mengikuti permintaan mba Kasih, membuat dia senang.
  • Berusaha tetap menjelaskan kondisi Kirana kepada mba Kasih, secara jujur dan ilmiah. Dengan mba Kasih ikit melihat Kirana diperiksa, disuntik, diterapi, dll dll, mba Kasih turut belajar tentang kondisi Kirana. Aku sering bilang,"Karena mba Kasih kakak hebat dan spesial, makanya punya dedek yang spesial seperti Kirana. Mba Kasih sama dedek, saling jaga, saling bantu yah."
Kurang lebih beberapa hal tersebut yang sering kulakukan, aku pun tak tahu, apakah itu bisa mengobati luka di hatinya atau tidak, apakah itu bisa membangun konsep diri positif atau tidak.

Aku sendiri, berusaha bangkit, dengan caraku sendiri, aku memang tak mencari bantuan ahli, aku hanya memaksa diriku sendiri untuk menerima keadaan, berdamai dengan kondisi, memaafkan diri sendiri.
Aku mulai menurunkan standart harapanku, aku tak lagi mengharapkan dukungan dari siapa pun, maka ketika datanh dukungan yang kuharapkan aku akan bersyukur, jika tidak, aku tak akan kecewa mendalam. Aku juga memperlambat langkahku, awalnya aku ingin berlari kencang, aku mau semua kondisi Kirana terurai segera, secepatnya, maka aku mengurangi kecepatanku, aku mulai menyusun kembali rencana tentang Kirana, mengatur ritme yang lebih lambat dan realistis.

Dan hal yang tak pernah hilang adalah, aku meyakini bahwa Tuhan tidak meninggalkan ku sendiri, Dia tak akan salah dalam berencana dan aku pasti bisa melalui tantanganku, karena Dia tak akan salah memilihku untuk menerima tantangan itu.

Sungguh tak mudah, aku harus melawan egoku sendiri, melawang diriku sendiri dan menundukkan nafsuku sendiri, tapi perlahan aku merasa lebih baik, meski hubungan dengan suamiku masih tak sehat, setidaknya aku mulai bisa menguasai diriku sendiri.

Ada suatu masa, di mana Kasih menjadi sosok yang sangat sulit, dia sering berbohong, sulit diatur dan selalu seperti memancing emosiku, dia bahkan sempat dikatakan mengalami gangguan motorik kasar dan sensori oleh seorang dokter rehab medik, entahlah, Kasih memang sedikit berbeda, tapi kami belum mencari tahu lebih lanjut tentang ini.
Ya, itu adalah masa di mana emosiku tumpah ruah, jiwaku tak sehat, aku merasa hampir gila, dan demikian juga Kasih menjadi anak yang sulit untukku.

Tapi percaya atau tidak, ketika kondisiku mulai membaik, Kasih perlahan juga mulai menunjukkan perubahan.
Perubahan yang paling mencolok adalah setelah aku benar-benar merasa jauh lebih baik, lebih tenang, lebih berserah, meski memang tetap hingga kini aku mungkin belum 100% pulih, tapi ketika aku melalui sebuah kondisi yang sangat berat, kondisi yang benar-benar membalik hatiku, membuatku lebih sadar diri untuk berserah, dan hubungan pernikahanku menjadi jauh lebih baik, Kasih menunjukkan perubahan yang signifikan.

Sementara pola pengasuhanku kepada Kirana, kurang lebih sama saja, meski dia spesial, tapi aku tak menghadirkan banyak kemudahan baginya, aku memang berusaha mentolerir hal-hal yang belum bisa Kirana lakukan, tapi prinsip dasar pola pengasuhannya, kurang lebih sama, aku memilih untuk membiarkan Kirana mencoba dan berusaha, jika dia belum bisa, perlahan kulatih sesuai dengan kemampuanku juga, karena aku pun memiliki keterbatasan fisik dan gerak karena tubuhku juga bukan tubuh yang sehat. Tapi sebisa mungkin, aku tidak memberikan toleransi berlebih pada Kirana. Misal untuk hal kemampuan makannya, aku memilih melatihnya terus meski dia mudah tersedak, dia mengalami feeding difficulty, dia tetap makan dengan mulutnya, belajar dan beradaptasi. Demikian juga urusan kesehatannya, tak ada yang berbeda kulakukan dibanding dengan pengasuhan terhadap Kasih, aku tetap mengacu kepada pengobatan yang berbasis bukti (evidence based), dengan mempertimbangkan resiko, manfaat, serta biaya.

Sementara untuk hal lainnya, aku kerjakan di sela-sela mengurus anak-anak, secara umum, mengurusi rumah adalah hal yang paling sering kuabaikan, jadi jangan heran jika rumahku seperti bekas perang bintang hehehehe. Tapi kegiatan seperti mencuci, dipermudah dengan adanya mesin cuci, aku bisa mencuci sambil memasak, memandikan Kirana, dll. Dulu sempat beberapa saat ada ART yang membantuku beberes, tapi tak lama. Kini sesekali mertuaku mampir ke rumah untuk membantuku merapikan rumah. Setrika baju, hanya kulakukan untuk baju tertentu, seperti seragam sekolah mba Kasih, lainnya sih biarin aja hihihihi. Memasak tentu saja aku lakukan dengan secepat mungkin, masak menu sederhana, sekaligus untuk anak-anak dan juga aku. Kadang mba Kasih yang masak, atau paling sederhana aku masak dengan cara mengkukus, sehingga bisa matang sekaligus, dan bisa disambi aktifitas lain, bisa tetap berbumbu sederhana koq, dan relatif lebih sehat hehehehe.

Aku percaya setiap manusia dibekali naluri untuk survive menghadapi tantangan hidup seberat apapun, Tuhan tahu kemampuan kita, Dia tidak akan menguji melebihi batas kesanggupan kita, dan Dia lebih tahu apa yang terbaik untuk kita.
Demikian juga dengan aku, i will survive.

Meski aku tak melakukan tehnik parenting yang baik, bahkan mungkin aku telah melakukan banyak hal buruk dalam pengasuhan anak, dan mungkin aku layak disebut toxic parent, tapi ya sudahlah, tak mengapa, hal yang sudah terjadi tak akan bisa diulang atau dibatalkan, hal yang sudah terjadi harus menjadi pelajaran berharga, yang terpenting adalah saat ini dan esok, aku harus mau berusaha jadi lebih baik.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah terus memaafkan diri sendiri, maafkan kondisi yang ada, maafkan masa lalu.

Percayalah, Allah maha pengampun, dan takdir-Nya selalu sempurna.
Tak peduli seberapa buruk pola pengasuhan yang pernah kulakukan, aku tetap ibu, dan selalu punya kesempatan untuk memperbaiki diri.

Demikianlah pola asuh yang akhirnya kami terapkan, setiap orangtua harus meramu sendiri pola terbaik yang bisa diterapkan sesuai dengan karakter dan gaya masing-masing, tak perlu kaku terpaku pada suatu teori tertentu, kita harus meramu sendiri cara kita, teori yang ada tidak bisa serta merta disamaratakan bisa baik untuk semua kondisi, karena si pembuat teori, aku dan kamu berbeda. Yang penting, antara ayah dan ibu sepakat dan menjaga komitmen, konsisten dalam menerapkan pola asuh yang ditentukan.
Dan ingatlah untuk selalu menyertakan Allah, karena hanya Dia sebaik-baiknya pelindung dan penolong kita semua.

Jadi, kalau ditanya,"Bagaimana bisa survive selama ini dengan semua kondisi yang ada?"
Jawaban tersingkat adalah : karena ada Allah yang menolongku dalam segala hal.
Ketika kau lihat ada hal besar yang rasanya sulit dilakukan manusia, eh tapi koq bisa, percayalah, itu adalah karena Tuhan benar ada dan membantu manusia.