Minggu, 25 Desember 2016

MENGENAL PIERRE ROBIN SEQUENCE (PRS)




Kirana Aisha Putri Wibowo, putri ke 2 kami, lahir 8 Februari 2014.
Beberapa saat setelah Kirana terlahir, suamiku berkata,"Suster pada bilang kalau dagunya kecil, pirobin atau apa gitu, aku juga gak dengar jelas.", itulah kali pertama aku mendengar kata 'pirobin', tanpa tahu apakah itu pirobin.

Pelan-pelan aku mencari informasi, mencoba memahami apa itu pirobin, hingga aku tahu bahwa yang dimaksud adalah Pierre Robin Sequence (PRS), ada juga yang menyebutnya sebagai sindrom, bagiku apapun istilahnya tak menjadi masalah, yang penting penanganan bisa diberikan dengan tepat.

Dulu aku hanya menemukan sedikit informasi seputar PRS, dan hanya ada 1 artikel dalam bahasa Indonesia, dari sebuah situs.
Namun akhirnya aku menemukan PRS Foundation, sebuah NPO yang berpusat di Cape Town, hingga berkenalan dengan founder-nya, dan dari PRS Foundation lah akhirnya aku mendapatkan beberapa informasi mengenai PRS, berikut adalah salah 1 informasi singkat tentang PRS.

APAKAH PIERRE ROBIN SEQUENCE (PRS)?
PRS adalah suatu kondisi yang akan terlihat saat lahir,di mana bayi memiliki ukuran rahang bawah yang lebih kecil daripada ukuran normal atau lebih mundur dibandingkan dengan rahang atas, lidah yang jatuh di dalam tenggorokan dan menutup jalan nafas sehingga menyebabkan kesulitan bernafas. Sebagian besar bayi, namun tidak semua, juga akan memiliki langit-langit mulut yang tidak menutup sempurna (celah langitan/cleft palate), yang umumnya membentuk huruf U.

APA PENYEBABNYA?
Penyebab dasarnya adalah kegagalan perkembangan rahang bawah dengan normal sebelum lahir. Sekitar minggu ke 7-10 kehamilan, rahang bawah akan berkembang pesat, memungkinkan lidah terposisi dengan tepat di rongga mulut. Jika karena alasan tertentu, rahang bawah tidak berkembang dengan baik, lidah dapat menghambat penutupan langit-langit mulut, mengakibatkan celah langitan. Rahang bawah yang kecil atau terposisi tidak tepat juga menyebabkan lidah terposisi di belakang mulut, mungkin menyebabkan kesulitan bernafas saat lahir. Serangkaian kejadian ini yang menjadi alasan mengapa kondisi ini diklasifikasikan sebagai rangkaian deformasi. Pada beberapa pasien, karakteristik fisik ini bisa merupakan ciri dari sindrom lain atau kondisi kromosom. Yang paling umum adalah Stickler Syndrome.

SEBERAPA SERING PRS TERJADI?
PRS agak jarang terjadi dan diklasifikasikan sebagai penyakit langka. Sebuah studi prospektif Jerman melaporkan kejadian 12,4 per 100.000 kelahiran hidup. Sebaliknya, celah bibir dan/atau langitan terjadi 1 setiap 700 kelahiran hidup

PROGNOSA
Anak-anak yang terkena PRS biasanya mencapai perkembangan dan ukuran penuh. Namun, telah ditemukan dalam skala internasional bahwa anak-anak ini seringkali berukuran sedikit di bawah ukuran rata-rata, memperhatikan perkembangan yang tidak lengkap karena hipoksia kronis terkait dengan obstruksi jalan nafas serta kekurangan nutrisi karena kesulitan makan di awal atau gangguan perkembangan oral. Namun, prognosa umum cukup baik jika kesulitan makan dan bernafas teratasi saat bayi. Sebagian besar bayi PRS tumbuh menjadi dewasa yang sehat dan hidup normal.

GEJALA
• Cleft soft palate
• High-arched palate
• Rahang yang sangat kecil dengan dagu kecil (mundur)
• Rahang yang jauh ke belakang di tenggorokan
• Infeksi telinga berulang
• Lubang kecil di langit-langit mulut yang menyebabkan tersedak
• Lidah yang besar dibandingkan dengan rahang

Jika ingin tahu lebih banyak tentang PRS, bisa bergabung di grup FB Sahabat Pierre Robin Sequence (PRS)





Sabtu, 17 Desember 2016

Ibu adalah Duniaku

Ketika janin masih di dalam kandungan, dia menjadi 1 dengan ibu.
Suara jantung ibu adalah lagu terindah yang didengar janin.
Janin juga bisa merasakan sentuhan ibu, bahkan emosi ibu.

Lalu ketika dia lahir, semuanya berubah.
Dunia begitu hingar bingar, bising, penuh dengan semua hal asing yang belum dikenalnya.
Dunia tampak mengerikan baginya, dan dia butuh ketenangan dan rasa aman, dia baru saja akan memumbuhkan rasa percaya pada dunia.

Bisa dibayangkan rasanya?
Takut, kepanasan, kedinginan, lapar, bingung, kesal, sakit, bosan, dsb, namun dia belum bisa berkata, maka yang bisa dia lakukan hanyalah menangis.
Ya, menangis adalah satu-satunya cara bayi berkomunikasi, mengungkapkan rasa buruk yang dirasakannya, menangis adalah bahasa tanpa kata yang harus ibu pelajari agar mengerti.

Di awal kehidupannya, bayi hanya mengenal ibunya, suaranya, denyut jantungnya, baunya, ibu adalah satu-satunya dunia yang ramah bagi bayi.
Inilah mengapa, bayi begitu senang didekap ibu, berada dipelukan ibu terasa sebagai tempat paling aman, tenang dan nyaman bagi bayi.
Bayi juga begitu senang menyusu, bukan hanya karena lapar, tapi juga karena dia butuh rasa aman, nyaman dan tenang.
Maka susuilah bayi sesering mungkin, semau bayi, tak perlu ibu takut ASI tak cukup, karena Allah menciptakan sistem produksi ASI yang luar biasa, ASI diproduksi dengan prinsip supply by demand, semakin banyak dikeluarkan, baik itu dengan menyusui bayi maupun perah ASI, maka produksi juga akan semakin banyak. Namun produksi ASI juga bisa dipengaruhi mindset ibu, inilah mengapa sebagian ahli berpendapat bahwa ASI adalah mindgame, ibu perlu memiliki mindset positif, yakin ASI cukup, yakin pasti bisa, dan menjada komitmen untuk terus memberikan ASI.

Dengan menyusu, kebutuhan fisik (penuhan gizi, mengoptimalkan tumbuh kembang bayi, meningkatkan daya tahan tubuh, menhoptimalkan kecerdasan anak, skin2skin contact, eye contact, dll), dan juga kebutuhan mental (pemenuhan kebutuhan rasa aman, nyaman, tenang, rasa disayangi, membangun kepercayaan, executive function, bonding, dll) bayi akan terpenuhi, selain itu ibu juga mendapatkan manfaat yang tak ternilai (mengurangi resiko kanker payudara, mengurangi resiko gangguan mood paska melahirkan, meningkatkan self esteem pada ibu, dll) demikian juga bagi keluarga (manfaat ekonomis).

Maka berikanlah ASI eksklusif selama 6 bulan, lanjutkan hingga minimal 2 tahun plus makanan padat gizi seimbang.
Biarkan bayimu berada dalam dekapanmu, mendengar suara jantungmu, mencium aroma tubuhmu, karena ibu adalah dunia yang bayi kenal.


Kamis, 15 Desember 2016

ALASAN BERTAHAN

Membaca ini, mengingatkan hubungan saya dengan si bang Toyib.

Dalam suatu hubungan, kita bisa saja menemukan segudang alasan untuk berpisah, karena mencari kesalahan adalah hal mudah ;)
Tidak ada kecocokan lagi, sepertinya ini seringkali menjadi alasan perpisahan pasangan.

Saya mulai mengenal bapake sekitar tahun 2000, memulai hubungan cinta di tahun 2003 dan menikah di tahun 2009.
Dalam kisah kami, belum pernah ada kisah putus-nyambung.
Lalu apakah kami cocok? Gak juga koq.

Saya bawel banget, dia pendiam dan suka sebel kalau dengar kebawelan saya.
Saya mengandalkan komunikasi, sementara dia itu suka nyebelin dalam hal komunikasi, sering sulit dihubungi.
Saya orangnya berantakan banget, sementara dia maunya sih rapi, jadi dia sering sebel sama saya yang berantakan.
Dll, banyak laah kalau dibahas hihihihi.

Kata orang, ada yang namanya 'badai' 5 tahunan.
Dulu menjelang pernikahan, hubungan kami kisaran di angka 5 tahun, hampir 6 tahun, dan yes badai itu datang, kami ribuuuuut mulu, tapi sih teteup gak putus hahahahaahaha.
Meski dulu hanya pacaran, tapi yah kami cukup intens bertemu, karena kegiatan kami yaah sama saja, latihan bareng, tanding bareng, ngelatih juga bareng, bedanya yaah gak tinggal bareng saja.
Badai tersebut berlalu, dan kami tetap menikah.

Lalu masuk usia 5 tahun pernikahan, hadir seorang putri istimewa penuh teka-teki, tahun yang berat bagi kami, dan di saat yang sama dia mendapat tugas baru, pekerjaannya membuat dia semakin jarang pulang, jarang hadir di rumah, padahal kondisinya bukanlah kondisi ringan-ringan lucu melainkan ngeri-ngeri sedap.
Di saat rasanya saya berada di kondisi yang sangat berat, dan berharap suami hadir menjadi tempat bersandar yang mampu memberi semangat, wajar kan saya mengharapkan hal tersebut?
Namun kenyataan tidak seindah harapan.
Sejujurnya saya berada dalam kondisi yang terpuruk, rasanya memang hampir gila, saya berada di ujung kewarasan, semua rasa bercampur jadi satu.
Kecewa, marah, bingung, lelah, sakit, merasa tersisih, terabaikan, dsb.
Hubungan kami memburuk, segudang alasan membuat perpisahan berada di depan mata.
Saya merasa punya alasan cukup kuat untuk berpisah, pergi dari rumah, atau melakukan sesuatu untuk 'menghukum' suami atas semua yang telah dia lakukan.
Entah ke mana perginya rasa sayang yang membuat saya bersedia menerima pinangannya, semua seperti terhapus rasa kecewa yang dalam.

Ya, dalam pernikahan atau suatu hubungan kita mungkin bisa menemukan banyak alasan untuk berpisah, saya pernah merasakan hal tersebut.

Lalu apa yang membuat kami masih bertahan?
KOMITMEN.
Benar, bahwa kita harus bisa menemukan alasan untuk tetap mempertahankan pernikahan, dan bagi saya, komitmen adalah alasan utamanya.
Komitmen untuk tetap bertahan.
Komitmen untuk tetap memberikan bentuk keluarga yang utuh bagi anak-anak.
Komitmen untuk sekali lagi mencoba keluar dari badai, meski badai kali ini terasa sangat dahsyat.

Tak mudah memang tetap bertahan menghadapi badai besar seperti ini, bagi kami mungkin terasa double badainya : kondisi anak dan kondisi hubungan.
Bukan sedikit kisah perpisahan yang saya dengar berawal dari hadirnya anak istimewa dalam pernikahan, tapi bukan mustahil juga untuk tetap bertahan.

Lalu saya mulai memutuskan untuk berhenti.
Berhenti membuat standart harapan yang terlalu tinggi. Awalnya saya mau semua yang terkait dengan pemeriksaan Kirana terkejar dengan cepat, paralel, dan akhirnya saya longgarkan.
Berhenti berharap pada kehadiran suami. Saya tidak lagi memiliki harapan sebesar di awal kelahiran Kirana bahwa bapake akan hadir memberi support bagi saya, saya harus bisa bergerak sendiri, hingga akhirnya jika dia hadir yah anggap saja bonus.

Lalu saya merasa mulai ada perbaikan, dia pun berusaha juga untuk melakukan perbaikan.
Kini meski belum 100% pulih, namun setidaknya kami mencoba keluar dari badai besar ini, sedikit demi sedikit.

Ya, pernikahan tidak selamanya indah, tentu saja akan ada kerikil kecil hingga badai besar.
Pasangan tidak akan selamanya cocok, namanya juga beda individu heheheheehe.
Namun menemukan alasan untuk tetap bertahan adalah hal yang sangat penting, dan menjaga alasan tersebut dengan segenap jiwa dan cinta juga sangat penting, karena menemukan alasan untuk berpisah mungkin jauh lebih mudah.

Ingatlah bahwa tak ada badai yang abadi, dan di setiap badai berlalu, akan ada pelangi yang indah.
Ingatlah bahwa tantangan datang untuk diselesaikan, ketika kita mampu menyelesaikan tantangan dengan baik, maka kita akan naik level, lebih tinggi, lebih kuat.

Senin, 12 Desember 2016

MENGATASI TANTRUM



Tantrum biasanya terjadi pada anak-anak, hal ini sudah dibahas di tulisan  sebelumnya, lalu bagaimana cara mengatasi tantrum?

Saat anak menjadi tantrum, saat itu orangtua mendapat kesempatan untuk lebih mengenal anak, apa yang menyebabkan anak menjadi tantrum dan bagaimana me-manage kondisi agar anak juga memahami bagaimana mengungkapkan keinginan dan emosi dengan baik.

Anak biasanya tantrum karena keinginannya tidak tercapai, maka orang tua sebaiknya tetap tenang saat anak mengalami tantrum, dan tetap konsisten, jika telah menolak keinginan anak, maka jangan lalu berubah jadi menuruti keinginan anak, karena anak akan belajar bahwa tantrum bisa menjadi senjata ampuh untuk mencapai keinginannya.
Hal lain yang mungkin memicu tantrum adalah mencari perhatian, sebagai contoh adalah saat ada kehadiran anggota keluarga baru yang menyita banyak perhatian (misal : adik bayi), anak bisa menjadi tantrum karena iri dan mencari perhatian.

Bagaimana jika hal seperti ini terjadi?
Imho orangtua perlu mencari tahu sumber penyebab yang membuat anak menjadi tantrum, untuk kemudian menemukan solusi, jika anak tantrum karena iri dan mencari perhatian, maka ada baiknya orangtua menyisihkan waktu khusus untuk anak, lakukan komunikasi agar anak mengetahui bahwa ayah dan ibu tetap menyayanginya, usahakan juga melibatkan anak dalam kegiatan-kegiatan yang memungkinkan untuk dibantu si kecil, berikan reward atas hal baik yang dilakukan anak, namun dengan tetap menjaga komitmen untuk tidak menuruti anak saat dia tantrum.

Jika anak tantrum dengan cara mengamuk, menyakiti diri sendiri, sebaiknya jangan meninggalkan anak sendirian, tapi tetap temani anak, awasi dia, singkirkan benda-benda yang bisa melukai anak, jika perlu, peluk anak dari belakang, tunggu anak sampai tenang (komunikasikan ini), setelah itu baru ajak anak bicara.

Banyak yang bertanya,"Kasih tuh pernah iri sama Kirana gak sih?", pertanyaan ini disampaikan karena Kirana adalah anak berkebutuhan khusus (ABK), yang sejak lahir otomatis banyak sekali menyita perhatian dan waktu, setiap minggu pasti ada minimal 1 hari yang kami habiskan untuk berada di RS untuk kontrol kondisi Kirana atau sekedar untuk terapi sesuai jadwal, apalagi aku seringkali meng-handle semuanya seorang diri.
Harus diakui bahwa mungkin aku pun belum baik dalam mengontrol semua hal, sepertinya seringkali justru aku lah yang menjadi tantrum heheheheehe.

Saat Kirana lahir, Kasih berusia 4 tahun, aku masih ingat bagaimana dia bersemangat saat diajak menjenguk Kirana, terlihat sekali Kasih yang sangat ingin melihat adiknya, namun sayangnya, Kasih tidak diijinkan masuk ke ruangan NICU, wajahnya tampak kecewa dan sedih, dan belakangan ini aku baru tahu kalau kala itu, dia menangis, Kasih sendiri yang bilang saat kami berjalan melewati pintu ruangan di mana dulu Kirana dirawat, Kasih bilang "Dulu aku masih umur 4 tahun nangis di situ.", dan ketika aku tanya kenapa nangis, dia bilang karena gak boleh masuk lihat dede.
Ini hanya gambaran bagaimana sebenarnya anak, meski masih kecil, ternyata juga menyayangi adiknya, dan aku yakin bahwa kakak tetap ingin menjadi baik dan menjaga adiknya.

Apakah dengan demikian Kasih gak pernah iri?
Tentu saja pernah, bagaimana pun sebenarnya Kasih juga masih perlu diperhatikan, namun di saat yang sama, dia telah menjadi seorang kakal dari adik yang spesial, pasti ini juga tak mudah bagi Kasih.

"Mama mah, dede mulu yang diurusin."
"Kenapa sih kita harus ke RS terus?"
"Kapan dede bisa jalan?"
"Adiknya si H sudah bisa jalan, lucu deh, padahal dia lebih kecil daripada dede."
Dll dll
Semua itu pernah terlontar dari mulut mungil Kasih.
Aku menyingkapi hal ini dengan menjelaskan kepada Kasih kondisi sebenarnya, berharap dia akan mengerti, meski mungkin hal ini terlalu rumit untuk dipahami seorang kakak yang usianya masih kecil.

Apakah Kasih pernah tantrum karena hal ini?
Dia protes, namun mungkin karena usianya dan karena kebiasaan untuk bicara, jadi memang tak sampai ke tahap mengamuk (kayaknya sih emake ini yang tantrum mulu hahahaahhaha).
Aku mengusahakan untuk melibatkan Kasih dalam pengasuhan Kirana, menyebut Kasih dengan 'asisten kecil mama', aku juga biasa berkomunikasi dengan Kasih maupun Kirana.

"Tunggu yaah Kirana, mama mau masak dulu buat mba Kasih, gantian yah, Kirana kan sudah minum, sekarang mba Kasih mau makan."
"Tunggu yah mba Kasih, mama suapin Kirana dulu, gantian yaah."
Kira-kira begitulah aku berusaha membuat Kasih agar dia tahu bahwa ada saat tertentu, Kasih akan didahulukan, dan sebaliknya, karena sulit bagiku untuk meluangkan waktu khusus berdua Kasih, tak ada yang aku percaya untuk dititipkan Kirana, apalagi dulu kondisi Kirana belum sebaik saat ini.
Kasih juga terlibat dalam pengasuhan Kirana, seperti mengambilkan popok, memilihkan baju ganti, menyuapi ASIP atau makanan, berbagi makanan, dll.

Aku mengusahakan agar semuanya dikomunikasikan, bahkan dengan Kirana meski dia masih non verbal, aku juga mencoba menjaga komitmen, yang tidak yah tetap tidak meski Kasih memaksa, bahkan mencoba membandingkan dengan Kirana.

Bagaimanapun aku tentu bukan ibu yang sempurna, namun konsisten dalam hal mengatasi tantrum atau anak yang merajuk, memang aku lakukan sejak Kasih masih kecil, dulu dia pernah juga tantrum yang menangis berteriak koq hehehehe.

Bagiku kunci utama mengatasi anak yang tantrum adalah komitmen, konsisten dan komunikasi.
Komunikasi dengan anak memerlukan eye contact dan posisi sejajar.
Ini juga aku terapkan pada Kirana.


Bekasi, 13 Desember 2016



Rabu, 07 Desember 2016

KETIKA DEPRESI MENGHAMPIRIKU



Tak pernah terbayangkan bahwa aku akan menjadi seorang ibu dari seorang anak berkebutuhan khusus (ABK), dengan kelainan langka yang rumit, bahkan hingga kini, usianya 2 tahun 10 bulan, kami masih belum mengetahui diagnosa utama dari sindromnya sehingga masih banyak teka-teki kepingan puzzle yang harus kami temukan dan susun meski tanpa petunjuk yang jelas.

Memiliki anak dengan kelainan langka yang rumit tanpa tahu diagnosa utamanya, sungguh merupakan tantangan besar bagiku, menguji kekuatan mental, menantang kemampuanku terus belajar dan beradaptasi, membuatku harus mampu menundukkan ego, ketakutan, kegilaan dalam diriku sendiri.

Awal kelahiran Kirana, awal di mana aku baru mengenal apa itu Pierre Robin Sequence, awal di mana aku belum mampu membayangkan sebesar apa tantangan ini, awal di mana aku harus mulai beradaptasi dengan segala aktifitas yang menguras tenaga dan pikiran, awal dari kisah panjang istimewa, kala itu aku tak merasa melalui apa yang disebut fase denial, aku merasa baik-baik saja dengan diagnosa awal yang ku dengar, aku segera mencari informasi, tanpa sempat berlama-lama menangisi keadaan, aku bahkan tak menangis, aku merasa bahwa aku tak boleh terpuruk, bahwa aku harus kuat agar Kirana pun menjadi kuat, aku merasa bahwa segalanya harus berjalan baik dan cepat agar aku bisa segera mengetahui kondisi Kirana secara menyeluruh, semua pemeriksaan serta konsultasi harus segera dilakukan dengan cepat dan paralel agar aku bisa segera mengetahui bagaimana prognosis dari segala kondisi Kirana, dan tentu saja melakukan perbaikan, mungkin kala itu aku masih bisa dikatakan perfeksionis dalam hal terkait Kirana dan sikap suami.
Ya, aku mengharapkan sosok suami hadir mendampingiku, menjadi tempatku bersandar demi recharge energi, mengusir lelah dan sedih, aku berharap sosok suami yang mau memahami tekanan mental dan fisik yang aku alami, aku berharap sosok suami yang IDEAL mendampingi istri di masa berat tersebut.

Kala itu, aku harus memilih cara EPing karena resiko besar jika Kirana menyusu langsung, jalan nafasnya bisa tertutup dan aku bisa saja kehilangan Kirana untuk selamanya. EPing membuatku harus selalu perah ASI setiap 2-3 jam sekali dengan durasi 30-60 menit setiap sesinya, ini dilakukan selama 24 jam, terus-menerus, tanpa kenal waktu istirahat apalagi libur, dan ini artinya aku hanya punya sisa waktu 2-2,5 jam di antara jeda sesi perah.
Selama Kirana berada di RS, aku bisa menggunakan jeda waktu di antara sesi perah tersebut untuk istirahat, mengurus hal lain termasuk mengurus Kasih, namun ketika Kirana pulang ke rumah, di usianya 1 bulan, maka aku juga harus membagi waktu untuk menyuapi dia ASIP.
Kirana minum ASIP setiap 3 jam sekali, selama 24 jam, atau 8 kali dalam sehari, dan rupanya menyuapi Kirana adalah sebuah tantangan yang tak mudah, sesi minumnya menghabiskan waktu rata-rata 1-2 jam. Bisa dihitung, bahwa jadwal perah dan jadwal minum per 3 jam, jika perah menghabiskan waktu 1 jam dan menyuapi bisa menghabiskan waktu hingga 2 jam, makan habislah sudah seluruh waktuku selama 24 jam, tak tersisa untuk istirahat, atau sekedar meluruskan kaki, padahal aku juga harus mengurus Kasih.
Di sinilah titik di mana aku semakin frustasi, ditambah dengan sajian kondisi Kirana yang tidak begitu menyenangkan, di mana aku harus terus menyaksikan dia yang tampak sulit bernafas, tampak sesak, nafasnya berbunyi kencang (stridor), batuknya yang tampak buruk meski hanya tersedak liurnya sendiri, pertambahan berat yang termasuk lambat, perasaan bahwa ada yang tak beres dengan perkembangan, fungsi pendengaran dan penglihatannya, dst dst.
Dari waktu ke waktu, aku semakin banyak menemui dokter, semakin bertambah pula diagnosa baru atas diri Kirana, yang sebagian besar aku terima seorang diri, tanpa ada teman untuk bercerita lepas dan sekedar menangis dipelukannya.
Apalagi rupanya harapanku tentang sosok suami yang akan hadir mendampingiku, harapanku bisa bergerak cepat untuk memeriksakan Kirana, semuanya tak terwujud semulus rencanaku, lengkap sudah keruwetan hidupku saat itu, semuanya jauh dari ekspektasiku.
Aku pun merasa kecewa, marah, lelah luar biasa, hingga aku merasa mungkin aku sudah gila.
Aku ingin pergi dari rumah, emosiku tak karuan, aku ingin mengakhiri pernikahanku bahkan hidupku.

Ya, semua keinginan tersebut sempat singgah di benakku.
Aku sakit, bukan hanya sakit secara fisik, tapi juga sakit jiwaku.
Ketika aku sampaikan perasaan dan kekhawatiranku terhadap post partum depression (PPD), suamiku justru berkata,"Sudahlah, kamu jangan mencari pembenaran diri.".
Betapa aku merasa semakin kecewa, marah kepada dia yang aku harap mengisi ruang kosong di hatiku ketika semua terasa begitu buruk dan aku terpuruk, ternyata justru menamparku dengan kata-katanya.

Beberapa kali aku jatuh sakit, sendiri di rumah, dan harus tetap tegap berdiri melakukan semuanya, memikirkan segala kemungkinan yang ada pada diri Kirana, sementara suamiku begitu sibuk dengan urusan pekerjaannya, hingga dia jarang sekali pulang, dan komunikasi kami juga tidak lancar.

Beberapa orang telah berkata,"Lo yakin laki lo itu gak main gila?", di saat hampir bersamaan, muncul sms gelap mengaku seorang wanita yang sangat membutuhkan suamiku, memintaku menemuinya.

Aku tak tahu apakah aku memang mengalami PPD atau tidak, karena aku tidak pernah sekalipun menemui psikolog ataupun psikiater, tapi yang jelas aku tahu, bahwa aku merasa kewarasanku di ujung tanduk, aku telah menyakiti anak-anakku dengan emosiku yang meluap, ya aku pasti telah menorehkan banyak luka batin bagi mereka.

Kegilaanku bukan datang dari rasa denial.
Perfeksionis, kelelahan yang luar biasa, kekecewaan dan amarah yang memuncak, semuanya membakarku, mengikis kewarasanku, jika saja Tuhan tidak menyisakan sedikit kewarasan dan ketakutan dalam hatiku, mungkin saat ini aku tak lagi bisa menuliskan kisah ini.
Ya, bukan hanya sedikit kewarasan, Tuhan masih menganugerahi aku dengan sedikit ketakutan, hingga ketika muncul pikiran untuk pergi, mengakhiri pernikahan bahkan hidupku datang menghampiriku, aku masih takut, membayangkan bagaimana dengan anak-anakku nanti, bagaimana dengan Kirana yang kondisinya tak mudah dimengerti, bagaimana, bagaimana, bagaimana....
Sedikit rasa takut tersebut juga telah menyelamatkan jiwaku, menyelamatkan pernikahanku.
Aku pun mengalah, aku memutuskan untuk berhenti.
Berhenti mengharapkan sosok ideal seorang suami.
Berhenti memaksa diriku melakukan semuanya dengan cepat.
Berhenti mengharapkan segalanya sempurna sesuai rencana dan harapanku.
Aku pun mulai menurunkan standar harapanku, mulai belajar memaafkan diri sendiri, dan memaafkan suamiku.
"Hey. Aku hanya seorang manusia biasa, aku hanya seorang ibu biasa. Aku bukan ibu peri yang selalu tampak lemah lembut, baik hati, gak pernah marah. bukan malaikat yang tanpa cela. Bukankah melakukan salah itu hal manusiawi? Aku harus bisa survive, jika tak ada yang bisa membantu, maka lakukan lah sendiri, aku pasti bisa!"
"Hey. Suamiku harus bekerja ekstra, karena kebutuhan hidup kita memang besar, dia tidak sedang bermain gila, aku mengenalnya begitu baik sejak bertahun-tahun lalu. Doakan dia dalam kebaikan."

Beruntung kala itu aku telah memiliki Tambah ASI Tambah Cinta, di grup itu aku memaksa diri berputar, mengubah energi negatif menjadi positif dengan cara membantu orang lain, meski hanya di dunia maya, aku tetap mencoba membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar ASI, menyusui, dll, dan ketika ada yang menyampaikan terima kasihnya karena telah bisa menyusui, atau minimal ketika aku tahu kalau ada yang terbantu, di kala itulah aku sedang menyembuhkan diriku sendiri.
Ini juga kurasakan setiap kali aku bisa melihat orang lain merasa terbantu, bahagia atas apa yang telah aku lakukan, baik itu di TATC, Dunia Karya Special Needs, Sahabat PRS, maupun Indonesia Rare Disorders.

Aku juga merasakan betapa Tuhan sungguh baik, berulang kali datang pertolongan-Nya tepat di saat aku membutuhkan, melalui tangan-tangan yang tak terduga.
Di usia Kirana sekitar 5 bulan, seorang teman memberikan Haberman Feeder, di usia Kirana sekitar 8 bulan, seorang teman lainnya menghibahkan breastpump dengan sistem double pump, dan semua ini membuatku lebih bisa mengefisienkan waktu untuk perah dan menyuapi Kirana, sehingga perlahan aku memiliki sedikit waktu lebih untuk beristirahat.
Perlahan tapi pasti, kelelahanku berkurang, ekspektasiku menurun, aku mulai merasakan perubahan kecil.
Di saat yang sama, aku merasakan perubahan kecil juga pada sikap suamiku, perubahan kecil ke arah positif.
Aku tak bisa mengatakan apakah kini aku sudah 'sembuh', tapi aku bisa katakan bahwa kini aku merasa jauh lebih baik, hubunganku dengan suami juga membaik, meski memang belum 100%.

Tak mudah memang.
Sangat tak mudah untuk bisa keluar dari kondisi di mana aku merasa sudah gila, berjuang sendiri, menaklukkan diri sendiri, menaklukkan ego, gengsi, kesombongan yang ada di dalam diri sendiri, memaafkan diri sendiri, memaafkan hal-hal yang telah membuat aku kecewa setengah hidup, sungguh bukan hal mudah, juga bukan hal yang menyenangkan. Tapi percayalah, ini bukan hal mustahil, dan ketika kita bisa melaluinya, kita akan merasakan menemukan diri yang lebih baik.
Semua butuh proses, maka jadikan semua hal menjadi proses untuk menjadikan diri yang lebih baik.
Menjadi stress, depresi, bukanlah hal yang memalukan, bukan karena kurangnya iman, bukan karena kita kurang bersyukur, tapi karena kita adalah MANUSIA.


Jakarta, 7 Desember 2016


Rabu, 30 November 2016

DISIPLIN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Saat kita memiliki anak berkebutuhan khusus (ABK), mungkin kita akan bertanya-tanya,"Apakah anakku bisa melakukan hal tersebut?", termasuk dalam hal disiplin, mungkin kita akan memberikan lebih banyak 'keringanan' karena khawatir ABK kita tidak mampu melakukan suatu hal dengan disiplin.
Lalu pertanyaannya adalah apakah ABK bisa didisiplinkan?

If you feel that your son or daughter doesn't deserve discipline, it's like telling your child, "I don't believe you can learn." And if you don't believe it, how will your child? (Sumber : kidshealth)
Jika kamu berpikir bahwa anakmu tidak bisa disiplin, ini seperti mengatakan pada mereka,"Aku tidak percaya kamu bisa belajar.", Dan jika kamu tidak percaya, bagaimana anakmu bisa percaya bahwa mereka mampu?
Discipline — correcting kids' actions, showing them what's right and wrong, what's acceptable and what's not — is one of the most important ways that all parents can show their kids that they love and care about them. (Sumber : kidshealth)
Disiplin - mengkoreksi perilaku anak, menunjukkan pada anak, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang bisa diterima, mana yang tidak bisa diterima - hal ini merupakan salah satu hal terpenting, di mana orang tua bisa menunjukkan kepada anak bahwa mereka mencintai dan peduli terhadap anak-anaknya.

Di kidshealth juga dijelaskan bagaimana cara mendisiplinkan ABK, jadi aku gak akan banyak cerita soal teori, melainkan lebih ke praktek, karena kebetulan aku juga punya ABK.
Kirana, lahir dengan segudang kelainan, dia juga mengalami keterlambatan tumbuh kembang.

Saat ini disiplin paling nyata yang bisa kulakukan adalah pola makan, pola tidur, dan beberapa hal kecil seperti main.
Kirana sejak kecil sudah didisiplinkan, disiplin pertamanya adalah disiplin minum tiap 3 jam sekali, dan ini dilakukan dengan konsisten.
Disiplin lainnya adalah terkait dengan cara makan, Kirana di awal kehidupannya menggunakan oral-gastric tube (OGT), karena dia memang mengalami feeding difficulty plus menjadi biru (cyanosis) setiap minum menggunakan mulutnya, tapi aku diajarkan oleh suster di NICU untuk tetap mengajarinya minum melalui mulut, diberikan pelan-pelan dan hentikan jika Kirana membiru, maka aku pun mengikuti pesan tersebut secara konsisten sambil terus mengajak Kirana komunikasi, aku setuju dengan ucapan salah seorang suster,"Jika tidak dilatih, bagaimana mungkin dia akan bisa?", dan aku pun percaya Kirana bisa.

Secara disiplin, Kirana juga aku pijat 'senam wajah' sesuai petunjuk, meski kadang dia tidak kooperatif, namun pijatan tersebut tetap kulakukan, sambil terus aku ajak komunikasi.
Hingga akhirnya tepat 1 hari setelah menggangi OGT-nya, Kirana berhasil menarik sondenya tersebut, dan akhirnya tidak lagi cyanosis saat minum per oral.
Sejak itu, Kirana terus konsisten menggunakan mulutnya untuk makan, minum.
Kirana juga berdisiplin untuk melakukan terapi.

Hal lain yang nyata bahwa ABK juga bisa didisiplinkan adalah pola makan.
Tidak jarang orang akan bilang :
"Wah sudah makan nasi? Pinter yah."
"Enak yaah anaknya gampang makan, anakku sih susah bla bla bla."
"Beruntung banget Kirana makannya linter gitu, iri deh."
Dll dll
Aku akan sedikit menceritakan bagaimana hingga bisa Kirana memiliki keterampilan makan seperti saat ini.
Seperti sudah kujelaskan sebelumnya bahwa Kirana mengalami feeding difficulty jadi tentu saja ini bukan hal mudah apalagi enak, semuanya melalui proses yang tidak instant, aku bahkan harus melakukan usaha, kejelian, kewaspadaan, disiplin yang extra ketat jika dibandingkan dengan saat Kasih memulai makan pertamanya.
Kirana memulai MPASI dengan makanan yang bertekstur encer, meski memang tak diblender, aku harus jeli mengevaluasi reaksi Kirana untuk lalu memutuskan menaikkan tekstur makanannya, perlahan tapi pasti.
Ya, dia memang sering tersedak, karena memang begitulah anak PRS, rentan sekali tersedak, maka aku harus sangat waspada dan jeli menilai kondisi Kirana saat makan.
Tekstur aku naikkan sesuai pengamatanku, jika adaptasinya bagus, tekstur kunaikkan setiap 1-2 hari sekali, dan ini dilakukan dengan konsisten.
Kirana harus tetap belajar mengunyah, menelan, makan dengan mulutnya meski mungkin tak mudah baginya, dan ini salah satu bentuk disiplin yang aku terapkan, toh kemampuan menelan Kirana baik, dan dia tidak mengalami aspirasi, hal ini terbukti dengan evaluasi menelan, melalui tes FEES. Selain itu, aku hampir tidak pernah mundur tekstur selama kulihat Kirana bisa mengatasi tekstur yang dia konsumsi, dan juga mengatasi kesulitannya saat makan, aku percaya bahwa Kirana bisa, meski memang tampak jelas bahwa kemampuan oromotoriknya kurang mumpuni, tapi dia harus tetap belajar.
Saat ini Kirana sudah bisa makan dengan tekstur seperti makanan orang dewasa.
Selain itu, pada Kirana aku juga terapkan hal yang sama persis pada Kasih, yaitu jika lapar yah harus makan makanan yang tersaji, jika menolak makan maka tidak ada makanan lain, dan kamu akan lapar bahkan merasa kelaparan.

Di usia jelang 19 bulan, Kirana harus menjalani operasi, dan paska operasi tersebut dia harus puasa total selama 5 hari, di mana jika tambah dengan puasa pre operasi, total sekitar 6 hari Kirana puasa full dan hanya mengandalkan infus.
"Emang Kirana gak rewel yah?"
Banyak yang bertanya demikian. Kirana ada juga lah rewelny, wajar saja kan rewel, karena infus sepertinya gak bikin kenyang, Kirana juga sudah paham waktu makan dan rasa lapar. Apalagi jika dia lihat aku makan di depannya, dia akan merajuk dan wajahnya menunjukkan bahwa dia juga ingin makan, hingga akhirnya aku membalikkan badan jika makan di dekatnya.
Dalam masa ini, rasanya agak sedih karena tidak bisa memberikan makan untuk Kirana, padahal dia menginginkannya, namun aku paham betul bahwa Kirana wajib berdisiplin untuk menjalani masa puasanya, agar dia bisa pulih. Jika aku melanggar, dan memberinya makan, bisa saja Kirana jadi lebih menderita.
"Sabar yaah Kirana, makannya nanti, kalau sudah diijinkan dokter, sekarang Kirana harus puasa, biar cepat sehat lagi. Nanti kalau Kirana makam sekarang, usus Kirana bisa sakit, jadi kita tunggu instruksi dokter yaah, Kirana pasti bisa.", kurang lebih inilah yang setiap hari aku katakan pada Kirana, sambil mencoba menyamankan dia dengan pelukan, elusan, memberinya benda berbunyi (baca : plastik kresek hahahahahaha) untuk dipegang, karena saat itu aku belum berani menggendong Kirana, membayangkan luka operasi yang cukup panjang di perutnya, dan ada infus di pahanya, aku lakukan hal lain yang bisa membuat Kirana lebih nyaman.
Kirana pun berhasil melalui masa puasanya dengan baik.
Ini bukan pengalaman puasa pertama bagi Kirana, karena sebelumnya dia sudah pernah beberapa kali puasa sebagai persiapan pembiusan, namun ini adalah masa puasa terlama yang harus Kirana jalani selama 19 bulan pertama kehidupannya. Tak pernah sekali pun aku melakukan 'kecurangan' saat Kirana harus melakukan puasa, aku paham betul resikonya jika melanggar instruksi puasa yang diberikan dokter, bahkan nyawa pun menjadi taruhan, apalagi dengan airways issue yang dialami Kirana, aku selalu yakin dan meyakinkan Kirana bahwa dia bisa, dan hal ini selalu aku komunikasikan.

Selepas masa puasa, Kirana tidak boleh langsung makan makanan padat, tapi bertahap, dimulai dengan sedikit minum (hanya boleh 20ml per 3 jam, lalu dievaluasi kembali), lalu boleh minum dengan jumlah bebas, mulai makan makanan cair selama beberapa hari, bertahap kemudian boleh makan makanan padat dengan tekstur lembek seperti bubur, hingga akhirnya bisa kembali makan makanan padat dengan tekstur biasa.
Kirana mulai mengkonsumsi makanan cair yang berkalori tinggi, aku mengevaluasi kembali pola makannya, rupanya Kirana suka minum makanan cair tersebut, dan juga membuat kenyang dalam jangka waktu yang lama, waktu itu dokter memang menginstruksikan tetap memberikannya pada Kirana dengan porsi yang dihitung dokter, namun karena Kirana jadi enggan makan, maka aku pun memutuskan hal yang berbeda.
Jika Kirana minum pagi, dia jadi menolak makan sampai menjelang sore, jika dia minum malam, maka pagi harinya dia jadi enggan makan sampai siang. Awalnya aku memutuskan untuk memberikan di malam hari, setelah Kirana selesai makan, awalnya Kirana juga menolak makan, dia mau makanan cairnya, tapi aku katakan kepadanya bahwa dia baru akan mendapatkan minuman tersebut jika sudah menghabiskan seluruh makanan yang disajikan, butuh waktu kembali untuk beradaptasi, aku harus konsisten, hingga akhirnya Kirana mengikuti pola yang aku terapkan.
Akhirnya setelah sekitar setahun aku memberikan makanan cair sebagai tambahan, kebetulan saat akan membeli yang baru, di toko tidak ada stok, dan ini membuat Kirana total stop minum makanan cair tersebut. Rupanya setelah dia berhenti total, terlihat nyata perubahan nafsu makannya, yang biasanya dia enggan makan di pagi sampai siang hari, setelah stop, baru bangun tidur pun dia sudah tampak lapar dan mau makan dengan lahap, porsi makan pun jadi lebih banyak, dan justru kenaikan bb juga relatif sedikit lebih baik, maka aku pun memutuskan untuk menghentikan pemberian makanan cair tersebut, toh setelah bertemu salah satu dokter yang lain, dia juga sudah menganjurkan untuk stop. Kembali Kirana harus beradaptasi, sempat dia mogok makan total, dan ketika melihat botol minum yang biasa digunakan untuk minum makanan cair, dia tampak bersemangat, rupanya dia 'nagih'. Seperti biasa, aku mengkomunikasikan bahwa Kirana harus makan yang baik dan bahwa minuman tersebut sudah di stop, Kirana akan lebih baik jika makan menu yang disediakan. Butuh waktu kembali untuj adaptasi, dan tentunya komitmem serta disiplin, hingga akhirnya pola makan Kirana kembali normal, dan dia tidak lagi 'nagih'. Rupanya minum makanan cair tersebut benar-benar membuat Kirana ketagihan dan kenyang untuk waktu yang cukup lama. Sekarang dia sudah tidak pernah lagi minum makanan cair tersebut, dan nafsu makannya sangat baik. Jika saja aku tidak dapat memegang komitmen dan mendisiplinkan Kirana, mungkin aku akan 'kalah' dengan minuman ajaib tersebut, dan mungkin Kirana juga malah jadi gak mau makan, ini akan menambah masalah baru hehehehehe.
Prinsipnya : ANAK YANG NORMAL DAN SEHAT, TIDAK AKAN MEMBIARKAN DIRINYA KELAPARAN. Dan hal ini bahkan bisa berlaku pada Kirana yang spesial pada saat dia dalam kondisi sehat.

Ini hanyalah beberapa contoh bahwa ABK pun bisa didisiplinkan, tak jauh berbeda dengan yang perlu dilakukan dengan saat kita ingin mendisiplinkan anak pada umumnya.
Dimulai dengan komitmen kita sebagai orangtua, disiplinkan diri kita terlebih dahulu, terutama untuk hal-hal yang kita ingin anak kita juga menjadi disiplin.
Yakinlah bahwa anak kita mampu melakukannya, meski mungkin butuh waktu dan usaha yang lebih banyak, tapi milikilah keyakinan positif untuk anak kita.
Biasakan mengkomunikasikan apa yang kita ingin anak kita lakukan, dan apa yang kita ingin anak kita tidak lakukan.
Pemberian reward akan membuat anak semakin bersemangat, maka berikanlah reward, sesederhana tepuk tangan, senyuman, pelukan, pujian, saat anak melakukan hal baik.
Jangan lupa untuk mengenal anak kita serta kemampuan yang dia miliki, jangan sampai kita meletakkan standart harapan yang terlalu tinggi, hingga membuat dia jadi stress karena belum bisa memenuhi harapan kita, dan juga jangan kita terlalu meremehkan kemampuan anak, kita tidak yakin bahwa anak kita mampu, sehingga kita tidak memberikan kesempatan pada anak untuk mencoba, anak tidak akan pernah bisa jika dia tidak kita berikan kesempatan mencoba, berlatih. 
Dan tentu saja kita harus konsisten dalam hal mendisiplinkan anak, jika memang menerapkan aturan maka terapkan aturan tersebut dengan konsisten. Kita sebagai orangtua yang akan membentuk pola anak.

Sabtu, 19 November 2016

TANTRUM

Emak-emak umumnya sudah kenal dengan istilah ini kan?
Apa sih tanrum?
------------------
Tantrums may happen when kids are tired, hungry, or uncomfortable; or because they can't get something (for example, an object or a parent) to do what they want. Learning to deal with frustration is a skill that children gain over time.
Toddlers want independence and control over their environment — more than they may be capable of handling. This can lead to power struggles as a child thinks "I can do it myself" or "I want it, give it to me." When kids discover that they can't do it and can't have everything they want, they may have a tantrum.
(Sumber : kidshealth)
Mommies punya teman yang hobi ngambek? Atau setiap ada masalah selalu melarikan diri? Katanya, orang dewasa yang kerap begini berarti saat kecil ketika tantrum tidak mendapat penanganan yang tepat. (Sumber : Mommies Daily)
If tantrums are shown by older people they might often be signs of immaturity and a mental disability, however many people can have them under extreme stress (sumber : Wikipedia)
---------------------
Dari beberapa kutipan di atas bisa saya simpulkan bahwa tantrum umumnya terjadi pada anak, sebagai fase perkembangan yang wajar, dikarenakan anak tidak bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan, padahal mereka belum benar-benar bisa mengungkapkan keinginan maupun emosinya dengan baik.
Anak ingin menjadi mandiri, atau menguasai segalanya sendiri, rasa keakuannya sangat tinggi, dan mungkin melebihi dari yang mereka mampu, sehingga saat merasa bahwa mereka tidak bisa, mereka menjadi frustasi dan menjadi tantrum.
Bisa juga dipicu oleh kondisi anak yang kelelahan, tidak nyaman, lapar (yeah, karena lapar mengubah seseorang)
Namun ternyata tantrum tidak hanya terjadi pada anak-anak, tantrum bisa juga terjadi pada kita yang telah dewasa, ini mungkin ditunjukkan dengan cara hobi ngambek, saat keinginannya tidak terpenuhi, langsung ngambek, melakukan aksi protes, marah, atau bahkan ada yang benar-benar mengamuk, melempar barang, memukul objek atau orang lain, menyakiti diri sendiri, atau justru 'lari' dari masalah.
Tantrum pada orang dewasa biasanya menunjukkan immaturity, mental disability, atau stress berat.
Naaah makanya kalau anak tantrum, perlu disingkapi dengan baik dan benar.
Kalau sudah dewasa tapi masih gede ambek tandanya belum dewasa, atau saat kecil tantrummu tidak diatasi dengan baik dan benar, atau kamu sedang dalam kondisi stress berat (kayaknya saya termasuk nih hehehehehe).
Tadi sempat baca juga bahwa tantrum pada dewasa bisa juga dilampiaskan dengan cara yang positif, aman, tidak menyakiti yang lain, misal dengan menulis, curhat, dll selama hal tersebut tidak menyakiti, merugikan, melukai diri sendiri ataupun orang lain.
Haaayoooooo...
Siapa yang masih sering tantrum, gede ambek, dikit-dikit marah kalau keinginannya tidak dipenuhi? (Sepertinya saya termasuk harus ngacung duluan wkwkwkwkwwkkwkwk)

Sabtu, 12 November 2016

PEWARNA ALAMI

Salah satu cara yang biasa aku lakukan untuk mensiasati anak yang sedang malas makan adalah dengan menghias makanan anak-anakku jadi lucu-lucu, berwarna-warni, agar tampilan makanannya lebih menarik dan anak lebih bersemangat.
Selain itu, aku memang memiliki kesenangan dan kepuasan tersendiri jika bisa membuat makanan anak tampak lebih lucu, misal membentuknya jadi beruang, kelinci, ikan, dll.
Namun untuk anak-anak, sebisa mungkin aku menghindari pewarna makanan sintetis, sehingga aku mencoba mencari alternatif lain untuk tetap bisa membuat makanan lebih berwarna dengan berbagai warna alami dari bahan makanan.
Dengan cara ini, selain mendapatkan warna yang menarik, anak juga akan mendapatkan nilai gizi yang terkandung dalam bahan makanan yang digunakan sebagai pewarna alami ini.
Berikut beberapa alternatif bahan makanan yang bisa digunakan sebagai pewarna alami
Merah, pink : bit, buah naga merah, angkak, bayam merah
Orange, kuning : wortel, kabocha, kuning telur, kunyit
Hijau : pandan+suji, sawi hijau atau sayuran hijau lainnya.
Biru : kembang teleng (untuk makanan seperti nasi, bubur sumsum, warnanya menjadi biru muda, namun untuk makanan lainnya seperti cheese cake, manisan kolang-kaling, warna cenderun keunguan, aku juga belum tahu pasti mengapa demikian heheheheheehe)
Ungu : ubi ungu, atau pakai campuran warna merah dan biru.
Hitam : tinta cumi
Coklat : kecap manis
Berikut cara membuat beberapa pewarna alami (jangan tanya takaran, karena aku pun pakao ilmu kira-kira hehehehehe)
Untuk bit,wortel, kunyit, ubi ungu : parut, rendam dengan sedikit air, peras, saring
Untuk kembang teleng : cuci kembang teleng, rendam dengan sedikit air, remas-remas, peras, saring.
Untuk pandan+suji dan jenis sayuran lainnya : cuci bersih semua daun, blender hingga hancur, peras, saring.
Untuk buah naga merah : peras airnya.
Untuk ubi ungu, kabocha, kuning telur : masak hingga matang, haluskan dan campur dengan bahan makanan yang ingin diberi warna (misal frosting, nasi, ager-ager, dll).
Untuk angkak : bilas angkak dengan air panas untuk mengurangi rasa pahit, rendam angkak beberapa saat (sekitar 10-15 menit), peras, saring.
Untuk tinta cumi : ambil kantong tinta, pecahkan, masak bersama bahan makanan yang ingin diwarnai (sejauh ini aku pakai hanya untuk nasi, karena tinta cumi akan memberikan rasa yang cukup kuat pada makanan)
Demikian beberapa alternatif sumber pewarna alami yang pernah aku gunakan.

Kamis, 10 November 2016

Menyusui Kirana : Tantangan Langka Part 2

Baca juga : Menyusui Kirana : Tantangan Langka part 1


7 Maret 2014 akhirnya aku bisa membawa Kirana pulang ke rumah, lega rasanya, meski saat itu Kirana masih memakai OGT dan aku masih belum paham betul soal menyusui bayi PRS, aku masih berharap bisa menyusui dia secara langsung, aku pun mencari info, bertanya kepada beberapa teman yang adalah konselor laktasi, hingga aku mengetahui bahwa dalam literatur dikatakan bahwa hampir mustahil menyusui anak PRS karena ada resiko tertutup jalan nafas, sehingga fokus utamanya bukanlah agar Kirana bisa menyusu langsung namun bagaimana agar Kirana bisa terus mendapatkan ASI, hingga aku harus rela memutuskan untuk memilih exclusive pumping atau disingkat EPing.
Aku memang masih terus berusaha untuk melatih Kirana menyusu langsung, hingga aku mendapatkan saran untuk mencoba posisi dancer hand, posisi tersebut cukup membantu, aku mengkombinasikan dengan posisi cross-cradle hand, namun mengingat resiko besar yang mengintai ditambah dengan laju pertumbuhannya yang lambat, aku tetap memilih EPing, dan sesekali melatih Kirana menyusu, meski sangat jarang, namun aku berharap Kirana mampu mengingat bagaimana caranya menyusu, aku masih berharap Kirana bisa menyusu langsung di usia 1 tahun, ketika kebutuhannya terhadap ASI juga sudah tinggal sekitar 30% karena makanan lah yang utama dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dan kalorinya, aku masih berharap Kirana bisa mendapatkan manfaat lebih dari proses menyusu.
EPing bukanlah hal mudah bagiku, aku harus patuh terhadap jadwal perah setiap 2-3 jam sekali, selama 24 jam, setiap hari, durasi sesi perah selama 30-60 menit per sesi, padahal aku juga harus menyuapi Kirana, mengurus Kasih, masak, dan hal lainnya tanpa asisten rumah tangga yang menetap. Kirana dijadwalkan minum setiap 3 jam sekali atau 8 sesi minum dalam 24 jam. Kadang aku tertidur saat sesi perah, saking lelahnya diriku, untunglah aku menggunakan breastpump elektrik.
Kebutuhan ASIP Kirana kuhitung sesuai berat badannya, berdasarkan informasi yang kudapatkan dari konselor laktasi, yaitu 150 ml per kg bb untuk 24 jam.
Meski Kirana menggunakan OGT, aku tetap melatihnya minum per oral (menggunakan mulutnya), sedikit saja, hanya sekitar 5-10 ml, diberikan menggunakan cup feeder dengan sangat perlahan dan hati-hati, sambil terus memperhatikan reaksi Kirana, jika dia membiru (cyanosis), maka harus segera dihentikan, dan dilanjutkan dengan pemberian melalui OGT.
Seminggu lamanya aku menyuapi dengan cara ini, Kirana masih terus mengalami cyanosis sehingga OGT masih menempel manis di mulutnya, namun durasi pemberian minum masih terasa ringan, tidak terlalu lama. Aku selalu berkata,"Ayo Kirana, minum pakai mulut yah, biar sondenya bisa dibuang saja.".
Saat tiba waktunya OGT harus diganti, aku minta tolong suster agar mengijinkanku mencoba menyusui Kirana, kupikir dia tak bisa menyusu karena ada OGT di mulutnya sehingga perlekatan pun jadi kurang baik.
Suster memberikan ijin dan aku pun mencoba menyusui Kirana, namun kurasakan memang Kirana kesulitan melakukan perlekatan karena dagunya yang mundur, dan lidahnya yang seperti tidak bisa 'mengunci' saat perlekatan, hingga akhirnya aku pun memutuskan untuk kembali memasangkan OGT yang baru, karena dia tak bisa menyusu langsung dan juga masih mengalami cyanosis.
Malam itu aku ketiduran saking lelahnya, aku memang kurang tidur, karena harus perah ASI setiap 3 jam sekali, dan melakukan kegiatan lainnya, betapa terkejutnya aku saat terbangun dan menemukan OGT Kirana terlepas!
Aku segera menghubungi 3 RS yang tidak jauh dari rumah, UGD-nya, namun 2 diantaranya, menyatakan tidak bisa menggantikan OGT pada bayi.
Aku bersiap berangkat, namun entah mengapa, aku ingin mencoba menyuapi Kirana per oral, daaaaaaan ternyata kali itu, Kirana tak lagi cyanosis, aku pun membatalkan niat berangkat untuk memasang kembali OGT-nya, dan mencoba terus menyuapi Kirana dengan cup feeder hingga ASIP jatah 2 sesi bisa habis, maka sejak itu Kirana tidak pernah lagi menggunakan OGT maupun NGT untuk menerima asupan, karena kupikir Kirana bisa bisa menggunakan mulutnya untuk minum dan makan, apalagi di usianya sekitar 7,5 bulan, Kirana melakukan tes FEES untuk mengevaluasi kemampuannya menelan, dan hasilnya menunjukkan bahwa kemampuan menelan Kirana adekuat dan tidak terjadi aspirasi.
Aku tetap menyuapi Kirana pakai cup feeder maupun pipet, sesuai jadwal sebelumnya yaitu setiap 3 jam sekali, yang berbeda adalah durasi pemberian ASIP, jika selama pakai OGT durasinya tidak terlalu lama, hanya sekitar 10-15 menit, itu pun karena aku masih menyuapi dengan cup feeder sekitar 5-10 ml, setelah Kirana tak lagi memakai OGT, durasi pemberian ASIP menjadi lama, rata-rata sekitar 1-2 jam, karena pemberiannya harus perlahan dan hati-hati, Kirana sering tersedak, dan aku harus jeli memperhatikan apakah dia menjadi cyanosis lagi atau tidak, aku juga menepuk pelan dadanya seperti yang diajarkan suster saat Kirana masih di perina.

Rasanya lelah sekali, aku masih harus perah ASI sesuai jadwal dengan durasi 30-60 menit per sesi perah, masih harus masak, mengurus Kasih, dll, hingga aku hampir tak punya waktu tidur atau sekedar beristirahat, bahkan otakku seperti sedang balapan liar, rasanya tak ada waktu untuk berhenti berpikir,"Mau apa dulu? Perah? Nyuapi Kirana? Masak? Atau tidur?", biasanya aku memilih untuk tidak beristirahat karena tak ada orang lain yang akan membantuku, jika aku istirahat maka jadwal lainnya bisa terbengkalai.
Aku merasa nyaris kehilangan akal sehat, semuanya terasa ngebut dan harus didahulukan, itu pun masih ditambah dengan rencana-rencana ke RS. Kondisi Kirana yang tak menyenangkan, nafasnya sesak, ada retraksi di leher, suara nafasnya grok-grok (stridor) sepanjang hari, terkadang juga terdengar suara ngik, dan kondisi tersebut tampak memburuk saat Kirana aktif, sehingga dia tampak semakin sesak namun wajahnya happy, semua itu karena Kirana juga mengalami laryngomalacia.
Aku mungkin hanya bisa tidur sekitar 1-3 jam per hari, itupun tidak dalam 1 sesi tidur nyenyak, tidak, tidurku tak pernah nyenyak, mataku terpejam, tapi rasanya otakku masih terus beripikir,"Berikutnya apa?", bahkan saat sakit pun aku tetap harus melakukan semua itu.
Kirana semakin besar, aku merasa aneh karena dia tak merespon mainan berwarna cerah, tak merespon suara-suara pelan, namun suamiku selalu berusaha menenangkan aku dengan berkata,"Jangan disamain dengan yang lain, Kirana lahir saja kecil. Udah deh, gak apa-apa.".
Suatu hari, seorang teman mampir dan mengatakan bahwa gerakan Kirana terlihat kaku, dan menyarankan agar aku memeriksakan Kirana ke dokter tumbuh kembang atau dokter syaraf khusus anak.
Di usia Kirana sekitar 4 bulan, aku baru sempat membawanya ke dokter, dan Kirana terdiagnosa microcephaly, lingkar kepalanya berukuran jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan jenis kelamin dan usia yang sama, hal ini membuat kami harus melanjutkan perjalanan medis bagi Kirana.
Di usia Kirana sekitar 5 bulan, aku bertemu dengan seorang DSA yang kemudian mendiagnosa Kirana dengan gagal tumbuh, sebenarnya sih bukan hal yang mengejutkan bagiku karena aku sudah menduganya, namun tetap saja rasanya sedih dan down mengingat bahwa usahaku untuk mempertahankan pemberian ASI bagi Kirana sangat tak mudah, namun diagnosa ini tetap harus kuterima.
Ya Kirana memang mengalami gagal tumbuh, namun aku tetap tak menyerah, aku terus mengusahakan pemberian ASI baginya, semaksimal aku mampu. Aku tahu Kirana microcephaly, ini artinya dia butuh nutrisi terbaik bagi otaknya, dan aku yakin bahwa ASI-lah nutrisi terbaik bagi otak.
Seorang teman menawarkan haberman feeder (HBF), botol yang memang dirancang khusus bagi bayi yang terlahir dengan bibir sumbing, celah langit mulut, PRS, Down Syndrome, dan beberapa kondisi istimewa lainnya, botol ini harganya terbilang mahal bagiku, namun temanku membelikannya bagi Kirana, dan aku menggunakannya setelah diskusi dengan beberapa konselor laktasi yang kukenal.
Haberman feeder 

Awal menggunakan HBF, aku harus belajar dulu, karena penggunaannya berbeda dengan botol biasa, aku harus memindahkan ASIP dari botol ke teat dengan cara memencet 'leher' teat-nya, membalikkan botol dan melepas pencetan di 'leher' teat-nya, ASIP akan berpindah. Kirana pun tampak kesulitan, teat-nya memang masih keras, sehingga aku pun membantunya dengan memencet bagian 'leher' teat-nya, tepat di garis paling panjang agar ASIP yang dikeluarkan lebih banyak, awalnya dia tampak tak suka menggunakan HBF, namun setelah beberapa kali pakai teat mulai lembut, Kirana mulai lebih mudah menghisap, dan akhirnya dia bisa minum menggunakan HBF, ini cukup membantuku mengefisienkan waktu. kadang saking lelahnya, aku menyuapi Kirana sambil tertidur, sering aku menyuapi Kirana sambil perah, kadang Kasih yang menyuapi Kirana (Kasih memang sering membantu menyuapi Kirana sejak masih menggunakan pipet).
Di usia Kirana sekitar 8 bulan, aku menerima hibahan breastpump dengan sistem double pump, aku menerimanya dari seorang ibu dari komunitas EPing di luar negeri, dan ini membantuku semakin mengefisienkan waktu, yang awalnya butuh 30-60 menit untuk 1 sesi perah, sejak menerima breastpump tersebut, aku hanya butuh 15-30 menit untuk 1 sesi perah.
Waktu yang lebih luang, memungkinkan aku untuk lebih santai memasak, meneman Kasih, atau bahkan tidur sejenak, kelelahanku sedikit berkurang, rasanya kewarasanku juga sedikit kembali hehehehehe.
Kirana semakin besar, di usianya sekitar 11 bulan atau menjelang usia 1 tahun, Kirana mulai menunjukkan keinginannya untuk menyusu langsung. Saat Kirana ingin menyusu, dia akan buang muka jika disodori HBF, dan tampak semangat saat aku menyodorkan payudara. Yes, dia mulai mau menyusu langsung, meski dengan posisi yang sedikit ajaib.
Aku mulai lebih intens menyusui Kirana, sambil terus mengevaluasi proses menyusuinya, aku tahu bahwa kemungkinan Kirana menyusu lebih demi kenyamanan, tapi aku meyakini bahwa Kirana tetap akan mendapat manfaat pentingnya yaitu manfaat psikologis (bonding), stimulasi oromotorik dan stimulasi pertumbuhan rahang.
Betapa aku merasa bahagia, hal yang aku tunggu, yang kupikir hampir mustahil bisa dilakukan Kirana yang PRS, ternyata bisa dilakukan, Kirana menyusu langsung ke payudaraku, dia bisa dan mau, meski mungkin lebih demi kenyamanan, namun dia bisa.
Di usia Kirana sekitar 15 bulan, aku berhenti perah ASI dan full menyusui Kirana secara langsung, toh di usia Kirana yang sudah lebih dari 15 bulan, dia hanya butuh sekitar 30% ASI untuk memenuhi kebutuhannya, sementara 70% didapat dari makan padat gizi seimbang.
Aku bertekad untuk terus menyusuinya, tanpa menyapih Kirana, hingga Kirana yang berhenti sendiri, natural weaning saja, mengingat usaha mempertahankan pemberian ASI bagi Kirana bukanlah hal mudah.
Kini usia Kirana sudah 2 tahun 9 bulan, dia sudah berhenti menyusu, dia telah menyapihku di usianya sekitar 2 tahun 8 bulan.
Kirana, anak yang terlahir dengan PRS non isolated, yang dikatakan hampir mustahil bisa menyusu langsung, namun dia buktikan bahwa dia bisa.
12 November 2016

Kamis, 01 September 2016

SENAM WAJAH UNTUK BAYI

Waktu Kirana di NICU aku diajarin senam wajah untuk merangsang reflek hisap bayi. Ini adalah stimulasi oromotor yang pertama sekali aku diajari.
Hhhmmmmm. Tapi bagaimana jelasinnya yaah? Aku diajarinnya dengan peragaan sih.

Baca juga : Stimulasi Oromotor dan Program Stimulasi Oral

Tapi dicoba deh.
Tangan harus bersih yah, pijatnya pakai jari saja, gerakannya tekan lembut, tiap gerakan di wajah 5 titik, kalau yang di dalam mulut bisa 3 titik saja, lakukan pengulangan masing-masing sebanyak 3x, lakukan sekitar 10menit sebelum menyusu.

1. Dari tengah dahi mengarah ke sudut bibir (dahi, pelipis, tulang pipi, pipi, sudut bibir), pas sampai sudut bibir tekan seperti kalau kita bikin mulut ikan (monyongin bibir gitu deeeh).
2. Dari pangkal hidung (di bawah sudut mata sisi dalam), mengarah ke sudut bibir, akhiri dengan mulut ikan.
3. Dari sudut cuping hidung ke arah sudut bibir, akhiri dengab mulut ikan.
4. Dari dagu ke sudut bibir, akhiri dengan mulut ikan.
5. Bagian 'kumis' (antara bawah hidung dan bibir) mengarah ke sudut bibir, akhiri dengan mulut ikan.
6. Seluruh bibir.
7. Dinding dalam pipi kanan dan kiri.
8. Gusi bawah.
9. Bagian bawah lidah.
10. Bagian atas lidah, tekan lembut dari ujung ke arah pangkal lidah (jangan terlalu dalam yah nanti malah muntah, sampai 1/2 lidah saja).
11. Gusi atas.
12. Langit2 mulut, gerakannya sama seperti di bagian atas lidah.

Semoga bisa dimengerti penjelasannya yaah, dan semoga pengarahanku juga benar hehehe.

Senin, 29 Agustus 2016

PROGRAM STIMULASI ORAL oleh Dr. Luh K. Wahyuni, Sp.RM

Ada beberapa program stimulasi oral yang pernah diajarkan kepadaku, fungsinya merangsang reflek menghisap, mengunyah dan menelan.

Stimulasi oral penting dilakukan kepada sebagian anak istimewa yang mengalami gangguan oromotor, tentu saja agar anak-anak ini bisa menggunakan mulutnya untuk makan dan minum, yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi kemampuan bicara.

Tentu saja untuk mengetahui apakah anak kita memiliki gangguan oromotorik atau tidak, dan agar stimulasi yang diberikan juga lebih tepat, mendaoatkan arahan langsung dari dokter, kita harus konsultasi dengan dokter, seperti dokter anak, dokter tumbuh kembang, atau dokter rehab medik anak.

Berikut adalah salah satu program stimulasi oral, yang diajarkan oleh seorang dokter residen di poli rehab medik anak RSCM. Ketika itu, usia Kirana sekitar 7,5 bulan.
Lakukan dengan tangan yang telah dicuci bersih pakai sabun, sehari minimal 2-3x.

PROGRAM STIMULASI ORAL
Dr.Luh K. Wahyuni,Sp.RM/Tim Poli Anak Rehabilitasi Medik - RSCM

I. Pipi→4x sehari→selama 2menit
1. Jari telunjuk taruh di dasar hidung
2. Tekan,lalu gerakkan jari secara memutar ke arah telinga lalu gerakkan turun ke arah sudut bibir
3. Ulang pada sisi yang lain

II. Bibir atas→4x sehari→selama 1menit
1. Jari telunjuk taruh di sudut bibir atas
2. Tekan
3. Gerakkan jari melingkar dari sudut ke tengah dan ke arah sudut yang lain
4. Gerakkan ke arah yang berlawanan

III. Bibir bawah→4x sehari→selama 1menit
1. Jari telunjuk taruh di sudut bibir bawah
2. Tekan
3. Gerakkan jari melingkar dari sudut ke tengah dan ke arah sudut yang lain
4. Gerakkan ke arah yang berlawanan

IV. Bibir atas dan bawah→2x untuk masing-masing bibir→1menit
1. Taruh jari telunjuk pada tengah bibir
2. Tekan,renggangkan ke bawah pada garis tengah
3. Ulangi pada bibir bawah,renggangkan ke atas

V. Gusi atas→2x sehari→1menit
1. Taruh jari telunjuk pada tengah gusi atas dengan tekanan lunak,gerakkan pelan ke belakang mulut
2. Kembali ke pusat mulut
3. Ulangi pada sisi sebelahnya

VI. Gusi bawah→2x sehari→1menit
1. Taruh jari telunjuk pada tengah gusi bawah dengan tekanan lunak,gerakkan pelan ke belakang mulut
2. Kembali ke pusat mulut
3. Ulangi pada sisi sebelahnya

VII. Pinggir lidah→2x sehari→1menit
1. Taruh jari pada pinggir lidah antara gigi molar dan gusi bawah
2. Gerakkan jari ke arah garis tengah,dorong lidah ke arah yg berlawanan
3. Segera gerakkan jari ke segala arah dalam pipi dan renggangkan

VIII. Pipi dalam
1. Taruh jari pada sudut dalam bibir
2. Tekan,gerakkan ke arah garis tengah,dorong lidah ke arah yang berlawanan
3. Segera gerakkan jari ke segala arah dalam pipi dan renggangkan

IX. Tengah lidah→4x sehari→1menit
1. Taruh jari telunjuk pada bagian tengah mulut
2. Tekan ke arah palatum durum selama 3detik
3. Gerakkan jari ke bawah,menyentuh bagian tengah lidah
4. Tekan lidah ke bawah dengan tekanan ringan
5. Segera gerakkan jari menyentuh pusat mulut pada palatum durum

X. Merangsang menelan
Taruh jari telunjuk pada bagian tengah mulut,pusat palatum kemudian usap secara lembut untuk merangsang menelan

Minggu, 21 Agustus 2016

STIMULASI OROMOTOR

Ini merupakan salah satu stimulasi oromotorik yang diajarkan kepadaku, dan menurutku yang ini paling simple dan mudah dilakukan hehehehehe.
Fungsinya adalah untuk merangsang reflek mengunyah, menelan.
Stimulasi ini diajarkan oleh terapis wicara, dilakukan sekitar 10 menit sebelum mulai makan, sebanyak minimal 2 kali per hari.

Aku coba menggambarkan dan menjelaskan dengan kata-kata, semoga bisa dipahami dan bermanfaat.
Namun demikian, jika anak mengalami gangguan oromotorik, sebaiknya tetap konsultasikan dengan dokter dan terapi agar mendapat arahan dan saran yang lebih tepat.

Sebelum mulai memijat, cuci tangan agar tangan bersih, minta ijin pada anak untuk memijat, lalu balur dengan minyak (bisa pakai EVOO, VCO, baby oil, dll), usapkan ke wajah anak.
Lakukan pijatan lembut dengan menggunakan ujung jari jempol, kira-kira sekitar 3 kali pengulangan setiap gerakannya, tidak perlu terlalu lama, berikut langkahnya :
1. Pijat area dahi, dari titik tengah ke arah ke luar (pelipis).
2. Pijat dari cuping hidung ke arah telinga, dengan mengikuti bentuk tulang pipi.
3. Pijat dari pelipis ke arah dagu, mengikuti bentuk wajah.
4. Pijat area bawah dagu (otot lidah), dari arah dagu ke arah leher (sedikit saja, jangan sampai kena tenggorokan).
5. Tekan lembut dagu hingga mulut mengatup, dan pijat lembut dagunya.
6. Pijat lembut area bawah hidung ke arah garis senyum dan ke arah bawah (bibir).

Pijatan ini hanya membutuhkan waktu sebentar, bisa dilakukan sambil ajak anak ngobrol, 
bisa sambil menyebutkan nama area yang di pijat, agar bisa sekalian jadi ajang mengenalkan nama anggota tubuh 
Jangan lupa agar tetap konsultasikan dengan dokter dan terapis agar mendapatkan arahan yang lebih tepat.
Videonya bisa cek di sini

Jumat, 12 Agustus 2016

Menyusui Kirana : Tantangan Langka part 1

Dalam rangka ikut meramaikan Pekan ASI Sedunia, maka saya akan menceritakan kisah menyusui dengan tantangan langka, dan inilah bagian pertama, memberikan ASI bagi Kirana selama dirawat di Rumah Sakit.
Setelah berhasil menyusui Kasih hingga sekitar usia 2 tahun 8 bulan dengan beberapa tantangan umum seperti flat nipple, inverted nipple, ngantor, pas-pasan supplier, aku merasa percaya diri, bahwa menyusui anak ke 2 akan lebih mulus, IMD akan dilakukan dengan baik.
Aku pun mulai melakukan 'belanja' faskes dan nakes, hingga sepakat untuk melakukan delayed cord clamping (DCC), IMD (Inisiasi Menyusu Dini), dan rooming in, namun apa daya, ternyata perkiraanku salah total.
Kirana terdiagnosa PJT (Pertumbuhan Janin Terhambat) menjelang akhir masa kehamilanku, dan akhirnya kehamilanku pun diterminasi saat gestasi 37-38 minggu, Kirana lahir tanggal 8 Februari 2014, tak menangis, maka buyarlah harapanku untuk melakukan DCC dan IMD, karena Kirana segera dibawa ke NICU, saat itu aku masih belum membayangkan bahwa aku akan menghadapi tantangan menyusui dari sebuah kelainan langka.
Awalnya aku hanya mendengar pirobin, tanpa aku tahu tantangan apa yang akan kuhadapi, hingga akhirnya aku mengenal Pierre Robin Sequence (PRS), tapi aku masih belum tahu bahwa PRS akan membuat usahaku menyusui Kirana menjadi sebuah pengalaman luar biasa.
Pierre Robin Sequence adalah suatu kelainan langka dengan angka kejadian sekitar 1:8500, ditandai dengan dagu yang sangat kecil (micrognathia) dan atau lebih mundur (retrognathia), lidah yang 'jatuh' dan menutup jalan nafas (glossotopsis), serta langit mulut yang bercelah (cleft palate) atau tinggi (high-arched palate), hal ini membuat Kirana beresiko tertutup jalan nafasnya, apalagi dia juga mengalami laryngomalacia.
Setelah terlahir, dia segera dibawa ke NICU karena asfiksia, aku berusaha mengusir rasa gundah di hatiku, ibu mana yang bisa 100% tenang saat mengetahui anaknya berada di ruang ICU? Aku ingin segera memerah ASI ku agar produksi ASI terstimulasi sekaligus mengalihkan pikiranku, namun aku belum menyiapkan apapun, belum ada botol, apalagi breastpump, sementara tanganku yang memang mudah sekali ngilu akibat sering kena tendang saat dulu aku masih menjadi atlet, membuatku agak kesulitan jika harus memerah pakai tangan atau marmet, akhirnya aku menunggu sampai ada suster yang datang ke ruangan.
Siang itu, seorang suster datang, aku menanyakan cara agar aku bisa meminjam botol dan juga breastpump, suster pun bertanya,"ASI-nya sudah keluar bu?", sambil memeriksa payudaraku, lalu kembali berkata,"Ini sih belum ada isinya bu, dipijit saja dulu yaah.", namun karena aku tetap bertanya, maka suster memberikan info bahwa aku bisa meminjam botol di ruang NICU, maka saat jam jenguk sore, aku pun meminjam beberapa botol dari ruang NICU, dan segera di malam harinya aku mencoba memerah ASI, perah pakai tangan atau tehnik marmet, dan ternyata payudaraku yang sempat dibilang masih 'kosong', bisa menghasilkan 10ml kolostrum, cairan emas yang memiliki manfaat luar biasa.
Saat itu Kirana masih dipuasakan, saat aku perah pun hari sudah malam, kalau tidak salah, sudah sekitar jam 23.00, sehingga ASIP aku simpan di kulkas yang berada di nurse station ruang rawatku, sejak malam itu aku mulai rutin perah setiap 2-3jam sekali, toh aku tak ada kesibukan lain, sehingga perah ASI bisa mengisi waktu kosongku, dan hasilnya pun aku kumpulkan untuk Kirana.
Keesokan harinya sekitar jam 12, dengan sumringah aku menuju ruang NICU, aku membawa beberapa botol ASIP yang masih tampak sangat kuning, untuk Kirana, aku menyerahkan kepada suster yang merawat, suster pun berkata,"Bayinya sudah boleh minum ma, ini untuk nanti sesi jam 15.", aku terkejut, mengapa disimpan untuk jam 15, padahal Kirana sudah boleh minum? Rupanya seorang suster yang merawat Kirana, telah memberikan susu formula, tanpa seijinku ataupun suamiku, padahal aku masih berada di ruang perawatan yang hanya berbeda lantai dengan ruang NICU, aku pun marah, karena memberikan susu formula tanpa ijin itu menyalahi aturan, namun suster berkelit, bahwa dokter telah menginstruksikan Kirana boleh minum baik ASI ataupun susu formula.
Jujur, saat itu aku sangat kesal, padahal ASIP sudah siap sejak malamnya, tapi aku kecolongan, Kirana diberikan susu formula tanpa ijin, sebanyak 2cc. Rasanya ingin memproses kejadian tersebut, namun suamiku mengingatkan aku untuk tidak terlalu keras karena Kirana masih dirawat di sana, sehingga aku pun menahan diri, lagipula jujur, aku pun saat itu tidak tahu harus mengadu ke mana. Aku menegur suster yang melakukan hal tersebut, dan meminta agar hal tersebut jangan sampai terulang.
Seminggu aku berada di ruang perawatan, semua masih terasa 'mudah', makan minum selalu terjamin, aku tak punya kegiatan lain selain perah ASI sambil menunggu waktu untuk menjenguk Kirana di NICU, sehingga perah rutin setiap 2-3jam sekali juga relatif mudah dilakukan, aku bisa jelas melihat perubahan warna ASI sejak hari pertama kelahiran, mulai dari berwarna sangat kuning hingga akhirnya menjadi putih gading seperti warna susu pada umumnya, demikian juga kuantitas hasil perahku, mulai dari 10ml hingga menjadi 100ml bahkan lebih, dan semua itu lebih dari cukup untuk asupan Kirana, aku bahkan membuat kulkas penuh sampai beberapa suster bertanya bagaimana caranya aku bisa mengumpulkan ASIP sebanyak itu, padahal aku ini bukan tipe over supplier, aku justru tipe pas-pasan supplier heheehheehee. Namun komitmen dan disiplin perah membuat ASIP-ku tampak banyak.
Akhirnya tiba saat aku tak bisa lagi tinggal di ruang perawatan paska persalinan di RS, aku harus pulang, sementara Kirana masih harus berada di RS. Saat itu tentunya aku masih dalam masa nifas, aku menumpang di rumah mertuaku agar jarak ke RS sedikit lebih dekat jika dibandingkan dari rumahku sendiri, namun setiap 3-4 hari sekali aku pulang ke rumahku sendiri, dan 'libur' mengunjungi Kirana. Jadwal perahku mulai sedikit terganggu namun masih cukup rutin, setiap hari aku bolak-balik ke RS, namun bukan untuk setor ASIP, karena stok ASIP Kirana sangat cukup yang aku tinggalkan di kulkas RS, aku membawa stok ASIP hanya jika stok di RS sudah menipis, aku setiap hari menempuh jarak sekitar 24 km, menggunakan angkutan umum demi mengunjungi Kirana meski hanya bisa menjenguk sesuai jadwal, tidak bisa menemani sepanjang hari, dan jika aku 'libur' untuk kembali ke rumahku dan meluangkan waktu bersama Kasih, aku akan sampaikan hal ini kepada Kirana, aku yakin dia memahami pesanku, dan ayahnya juga akan datang menjenguk dia.
Hari terus berlalu, Kirana masih terus menggunakan OGT untuk minum, dia akan membiru (cyanosis) jika minum melalui mulutnya, namun sebagian perawat di RS terus berusaha melatih dia minum per oral, meski ada sebagian yang tidak berani melakukannya. Ada senam wajah yang juga dilakukan untuk merangsang reflek menghisap, menelan, aku pun diajari untuk melakukan terapi ini.
Aku dilatih untuk memberikan minum melalui OGT, sebagai persiapan membawa pulang Kirana, hingga akhirnya Kirana diijinkan pulang tepat 1 bulan kurang 1 hari Kirana dirawat, aku membawa Kirana pulang, dengan OGT yang masih menempel manis di mulutnya, dengan tubuhnya yang tampak mungil dalam pelukanku, beratnya saat pulang adalah 2,6kg, sementara tubuhku besar, sehingga orang seringkali berkata,"Anaknya umur berapa? Kecil yah, padahal ibunya besar.", tapi tak mengapa, Kirana ku memang mungil, dia seperti peri imut yang cantik, aku senang bisa memeluknya dan membawanya pulang setelah hampir 1 bulan aku harus bolak-balik ke RS, meski aku tak tahu tantanganku masih panjang membentang, demikian juga tantangan menyusuiku, sebuah tantangan langka, yang akan kulanjutkan kisahnya nanti.

Minggu, 03 Juli 2016

Menyusui Kasih : Flat Nipple, Inverted Nipple, Working Mom

26 Januari 2010, setelah sekitar 10 menit berada di ruang VK, lahirlah Kasih Aulia Putri Wibowo.
Untuk pertama kalinya aku mendengar tangisan bayi yang terlahir dari rahimku, yang sesaat setelah lahir, dia diletakkan di atas tubuhku untuk melakukan IMD, namun sayang, saat itu aku masih minim info, aku berharap bayiku bisa melakukan IMD namun aku belum memahami prosedurnya, namun hal tersebut tidak mengurangi niatku untuk menyusui bayiku.

Beberapa jam setelah kelahiran Kasih, aku pun bisa segera memeluknya, menggendong dan menyusui dia, aku tak pikir panjang, hanyak dengan mendekapnya dan mendekatkan tubuh mungil itu ke dadaku, dia menyusu, aku pun bahagia, aku tak menyangka bahwa untuk berhasil menyusui ternyata membutuhkan niat baja dan ilmu yang tepat.

Hari-hari pertama kelahiran Kasih terasa menyenangkan, hingga aku menyadari bahwa dia menyusu sangat sering, aku pun sempat berpikir,"Jangan-jangan ASI-ku kurang.", namun saat itu aku coba menekan putingku, daaan keluar lah ASI, meski hanya setetes tapi cukup membuatku yakin bahwa ASI-ku ada dan cukup.
Kasih menyusu sangat sering, dia bisa menempel padaku selama 1-2 jam bahkan lebih, dan setelah 1/2 jam lepas, dia akan kembali mencari, dia menempel padaku seperti perangko.
Semakin hari, kurasakan perih di putingku, aku menangis dan ada rasa takut jika saat menyusui tiba, hingga suamiku kasihan melihatku, dia berniat membelikan sufor untuk Kasih, tapi aku menolak, hal tersebut membuatku ngotot untuk bisa menyusui Kasih meski rasanya luar biasa perih.
Ternyata aku memiliki 1 flat nipple dan 1 inverted nipple, ketika itu, aku yang masih minim ilmu menyusui merasa kesulitan, apalagi rasa perih itu terasa menyiksa, terutama di inverted nipple, aku mencoba mengakali dengan breastpump, aku coba pumping sesaat sebelum menyusui, sekedar untuk menarik puting keluar, dan ketika puting sudah sedikit menyembul, aku buru-buru memberikannya pada Kasih, cara ini cukup berhasil, Kasih bisa menyusu dengan lebih baik. Aku memilih breastpump dengan asumsi, jika saat menarik puting ada ASI yang keluar maka ASI tersebut tidak akan terbuang percuma.
Rasa perih saat menyusui belum sepenuhnya hilang, apalagi pada puting yang tenggelam, rasanya memang lebih sulit dan lebih perih, namun aku tetap menyusui, aku tak mau menyerah, hingga suatu hari, rasa perih itu hilang, dan aku bisa menyusui dengan nyaman.

Saat itu, aku masih berstatus sebagai karyawati di sebuah perusahaan swasta, sehingga jika aku ingin tetap memberikan ASI untuk Kasih, aku harus menyediakan stok ASI perah (ASIP), awalnya aku santai saja, hingga seorang kolega menyarankan untuk segera mulai mengumpulkan stok ASIP.
Ketika itu usia Kasih sekitar 2 bulan, aku mulai membuat stok, awal mencoba perah ASI, aku hanya bisa membasahi pantat botol, ASI yang keluar hanya sekitar 10ml, namun aku tetap bersyukur, tak terpikir,"Koq sedikit banget sih?", aku terus melakukan perah ASI, hasil perah selama 24jam, yang sedikit-sedikit itu kukumpulkan hingga menjadi 100ml/botol, kugabungkan setelah suhunya disamakan terlebih dahulu dengan cara sama-sama kusimpan di kulkas sebelum digabungkan.
Menjelang masa cuti habis, aku memiliki stok ASIP sebanyak 40 botol @100ml, dan stok itulah yang kupakai selama aku bekerja.

Saat aku mulai kembali bekerja, aku perah ASI secara rutin, sekitar 3-4jam sekali, malam hari pun setelah aku pulang dan setelah Kasih tertidur, aku juga melakukan perah ASI, sekitar jam 2 dini hari aku juga perah ASI, demikian juga saat weekend dan libur kantor, aku perah ASI juga.
Pola ini kupertahankan hingga Kasih berusia sekitar 15 bulan, lalu mulai aku kurangi setelah mengevaluasi bahwa input (hasil perah yang kubawa pulang) dengan output (ASIP yang diminum Kasih), sudah selalu lebih banyak input, sehingga stok selalu surplus, dan sempat kudonorkan.

Kasih mendapatkan haknya atas ASI hingga dia lulus weaning with love (WWL) di usia sekitar 2 tahun 8 bulan, tanpa paksaan, tanpa tangisan, tanpa kebohongan, tapi dia lah yang memutuskan untuk berhenti.
Aku bukan tipe ibu dengan supply ASI yang banyak, aku bahkan tidak merasakan ASI yang merembes, payudara yang bengkak karena 'penuh', selama aku ngantor, aku tak menggunakan breastpad, karena toh ASI ku tidak pernah merembes, aku juga tidak memiliki 1 pun puting yang normal, dan kala itu aku masih berstatus karyawati swasta, yang bekerja sangat mobile, sehingga aku harus perah di mana pun kapan pun, bisa di meja kerjaku sendiri, sambil mengetik dan menelpon klien, bisa di mobil saat perjalanan menuju kantor klien, bisa di kantor klien, bisa di gudang, atau bahkan di toilet jika terpaksa. Selama menyusui Kasih, aku merasakan 3 perusahaan, dan tidak ada 1 pun perusahaan ini yang memiliki fasilitas dan kebijakan khusus bagi ibu menyusui, namun semua hal tersebut tidak menghalangiku untuk terus ngASI untuk Kasih, bermodalkan keras kepala, tekad baja, breastpump, nursing apron, hand sanitizer, tissue, cooler bag/box, ice gel, kantong khusus untuk membawa seluruh 'peralatan perang' tersebut, aku berhasil menunaikan kewajibanku untuk memberikan ASI bagi Kasih meski harus menghadapin beberapa tantangan umum bagi ibu menyusui.

Kini Kasih tumbuh menjadi anak yang cerdas, mandiri, kuat dan hebat, dia juga telah menjadi kakak yang hebat bagi adik yang berkebutuhan khusus.