Rabu, 30 November 2016

DISIPLIN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Saat kita memiliki anak berkebutuhan khusus (ABK), mungkin kita akan bertanya-tanya,"Apakah anakku bisa melakukan hal tersebut?", termasuk dalam hal disiplin, mungkin kita akan memberikan lebih banyak 'keringanan' karena khawatir ABK kita tidak mampu melakukan suatu hal dengan disiplin.
Lalu pertanyaannya adalah apakah ABK bisa didisiplinkan?

If you feel that your son or daughter doesn't deserve discipline, it's like telling your child, "I don't believe you can learn." And if you don't believe it, how will your child? (Sumber : kidshealth)
Jika kamu berpikir bahwa anakmu tidak bisa disiplin, ini seperti mengatakan pada mereka,"Aku tidak percaya kamu bisa belajar.", Dan jika kamu tidak percaya, bagaimana anakmu bisa percaya bahwa mereka mampu?
Discipline — correcting kids' actions, showing them what's right and wrong, what's acceptable and what's not — is one of the most important ways that all parents can show their kids that they love and care about them. (Sumber : kidshealth)
Disiplin - mengkoreksi perilaku anak, menunjukkan pada anak, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang bisa diterima, mana yang tidak bisa diterima - hal ini merupakan salah satu hal terpenting, di mana orang tua bisa menunjukkan kepada anak bahwa mereka mencintai dan peduli terhadap anak-anaknya.

Di kidshealth juga dijelaskan bagaimana cara mendisiplinkan ABK, jadi aku gak akan banyak cerita soal teori, melainkan lebih ke praktek, karena kebetulan aku juga punya ABK.
Kirana, lahir dengan segudang kelainan, dia juga mengalami keterlambatan tumbuh kembang.

Saat ini disiplin paling nyata yang bisa kulakukan adalah pola makan, pola tidur, dan beberapa hal kecil seperti main.
Kirana sejak kecil sudah didisiplinkan, disiplin pertamanya adalah disiplin minum tiap 3 jam sekali, dan ini dilakukan dengan konsisten.
Disiplin lainnya adalah terkait dengan cara makan, Kirana di awal kehidupannya menggunakan oral-gastric tube (OGT), karena dia memang mengalami feeding difficulty plus menjadi biru (cyanosis) setiap minum menggunakan mulutnya, tapi aku diajarkan oleh suster di NICU untuk tetap mengajarinya minum melalui mulut, diberikan pelan-pelan dan hentikan jika Kirana membiru, maka aku pun mengikuti pesan tersebut secara konsisten sambil terus mengajak Kirana komunikasi, aku setuju dengan ucapan salah seorang suster,"Jika tidak dilatih, bagaimana mungkin dia akan bisa?", dan aku pun percaya Kirana bisa.

Secara disiplin, Kirana juga aku pijat 'senam wajah' sesuai petunjuk, meski kadang dia tidak kooperatif, namun pijatan tersebut tetap kulakukan, sambil terus aku ajak komunikasi.
Hingga akhirnya tepat 1 hari setelah menggangi OGT-nya, Kirana berhasil menarik sondenya tersebut, dan akhirnya tidak lagi cyanosis saat minum per oral.
Sejak itu, Kirana terus konsisten menggunakan mulutnya untuk makan, minum.
Kirana juga berdisiplin untuk melakukan terapi.

Hal lain yang nyata bahwa ABK juga bisa didisiplinkan adalah pola makan.
Tidak jarang orang akan bilang :
"Wah sudah makan nasi? Pinter yah."
"Enak yaah anaknya gampang makan, anakku sih susah bla bla bla."
"Beruntung banget Kirana makannya linter gitu, iri deh."
Dll dll
Aku akan sedikit menceritakan bagaimana hingga bisa Kirana memiliki keterampilan makan seperti saat ini.
Seperti sudah kujelaskan sebelumnya bahwa Kirana mengalami feeding difficulty jadi tentu saja ini bukan hal mudah apalagi enak, semuanya melalui proses yang tidak instant, aku bahkan harus melakukan usaha, kejelian, kewaspadaan, disiplin yang extra ketat jika dibandingkan dengan saat Kasih memulai makan pertamanya.
Kirana memulai MPASI dengan makanan yang bertekstur encer, meski memang tak diblender, aku harus jeli mengevaluasi reaksi Kirana untuk lalu memutuskan menaikkan tekstur makanannya, perlahan tapi pasti.
Ya, dia memang sering tersedak, karena memang begitulah anak PRS, rentan sekali tersedak, maka aku harus sangat waspada dan jeli menilai kondisi Kirana saat makan.
Tekstur aku naikkan sesuai pengamatanku, jika adaptasinya bagus, tekstur kunaikkan setiap 1-2 hari sekali, dan ini dilakukan dengan konsisten.
Kirana harus tetap belajar mengunyah, menelan, makan dengan mulutnya meski mungkin tak mudah baginya, dan ini salah satu bentuk disiplin yang aku terapkan, toh kemampuan menelan Kirana baik, dan dia tidak mengalami aspirasi, hal ini terbukti dengan evaluasi menelan, melalui tes FEES. Selain itu, aku hampir tidak pernah mundur tekstur selama kulihat Kirana bisa mengatasi tekstur yang dia konsumsi, dan juga mengatasi kesulitannya saat makan, aku percaya bahwa Kirana bisa, meski memang tampak jelas bahwa kemampuan oromotoriknya kurang mumpuni, tapi dia harus tetap belajar.
Saat ini Kirana sudah bisa makan dengan tekstur seperti makanan orang dewasa.
Selain itu, pada Kirana aku juga terapkan hal yang sama persis pada Kasih, yaitu jika lapar yah harus makan makanan yang tersaji, jika menolak makan maka tidak ada makanan lain, dan kamu akan lapar bahkan merasa kelaparan.

Di usia jelang 19 bulan, Kirana harus menjalani operasi, dan paska operasi tersebut dia harus puasa total selama 5 hari, di mana jika tambah dengan puasa pre operasi, total sekitar 6 hari Kirana puasa full dan hanya mengandalkan infus.
"Emang Kirana gak rewel yah?"
Banyak yang bertanya demikian. Kirana ada juga lah rewelny, wajar saja kan rewel, karena infus sepertinya gak bikin kenyang, Kirana juga sudah paham waktu makan dan rasa lapar. Apalagi jika dia lihat aku makan di depannya, dia akan merajuk dan wajahnya menunjukkan bahwa dia juga ingin makan, hingga akhirnya aku membalikkan badan jika makan di dekatnya.
Dalam masa ini, rasanya agak sedih karena tidak bisa memberikan makan untuk Kirana, padahal dia menginginkannya, namun aku paham betul bahwa Kirana wajib berdisiplin untuk menjalani masa puasanya, agar dia bisa pulih. Jika aku melanggar, dan memberinya makan, bisa saja Kirana jadi lebih menderita.
"Sabar yaah Kirana, makannya nanti, kalau sudah diijinkan dokter, sekarang Kirana harus puasa, biar cepat sehat lagi. Nanti kalau Kirana makam sekarang, usus Kirana bisa sakit, jadi kita tunggu instruksi dokter yaah, Kirana pasti bisa.", kurang lebih inilah yang setiap hari aku katakan pada Kirana, sambil mencoba menyamankan dia dengan pelukan, elusan, memberinya benda berbunyi (baca : plastik kresek hahahahahaha) untuk dipegang, karena saat itu aku belum berani menggendong Kirana, membayangkan luka operasi yang cukup panjang di perutnya, dan ada infus di pahanya, aku lakukan hal lain yang bisa membuat Kirana lebih nyaman.
Kirana pun berhasil melalui masa puasanya dengan baik.
Ini bukan pengalaman puasa pertama bagi Kirana, karena sebelumnya dia sudah pernah beberapa kali puasa sebagai persiapan pembiusan, namun ini adalah masa puasa terlama yang harus Kirana jalani selama 19 bulan pertama kehidupannya. Tak pernah sekali pun aku melakukan 'kecurangan' saat Kirana harus melakukan puasa, aku paham betul resikonya jika melanggar instruksi puasa yang diberikan dokter, bahkan nyawa pun menjadi taruhan, apalagi dengan airways issue yang dialami Kirana, aku selalu yakin dan meyakinkan Kirana bahwa dia bisa, dan hal ini selalu aku komunikasikan.

Selepas masa puasa, Kirana tidak boleh langsung makan makanan padat, tapi bertahap, dimulai dengan sedikit minum (hanya boleh 20ml per 3 jam, lalu dievaluasi kembali), lalu boleh minum dengan jumlah bebas, mulai makan makanan cair selama beberapa hari, bertahap kemudian boleh makan makanan padat dengan tekstur lembek seperti bubur, hingga akhirnya bisa kembali makan makanan padat dengan tekstur biasa.
Kirana mulai mengkonsumsi makanan cair yang berkalori tinggi, aku mengevaluasi kembali pola makannya, rupanya Kirana suka minum makanan cair tersebut, dan juga membuat kenyang dalam jangka waktu yang lama, waktu itu dokter memang menginstruksikan tetap memberikannya pada Kirana dengan porsi yang dihitung dokter, namun karena Kirana jadi enggan makan, maka aku pun memutuskan hal yang berbeda.
Jika Kirana minum pagi, dia jadi menolak makan sampai menjelang sore, jika dia minum malam, maka pagi harinya dia jadi enggan makan sampai siang. Awalnya aku memutuskan untuk memberikan di malam hari, setelah Kirana selesai makan, awalnya Kirana juga menolak makan, dia mau makanan cairnya, tapi aku katakan kepadanya bahwa dia baru akan mendapatkan minuman tersebut jika sudah menghabiskan seluruh makanan yang disajikan, butuh waktu kembali untuk beradaptasi, aku harus konsisten, hingga akhirnya Kirana mengikuti pola yang aku terapkan.
Akhirnya setelah sekitar setahun aku memberikan makanan cair sebagai tambahan, kebetulan saat akan membeli yang baru, di toko tidak ada stok, dan ini membuat Kirana total stop minum makanan cair tersebut. Rupanya setelah dia berhenti total, terlihat nyata perubahan nafsu makannya, yang biasanya dia enggan makan di pagi sampai siang hari, setelah stop, baru bangun tidur pun dia sudah tampak lapar dan mau makan dengan lahap, porsi makan pun jadi lebih banyak, dan justru kenaikan bb juga relatif sedikit lebih baik, maka aku pun memutuskan untuk menghentikan pemberian makanan cair tersebut, toh setelah bertemu salah satu dokter yang lain, dia juga sudah menganjurkan untuk stop. Kembali Kirana harus beradaptasi, sempat dia mogok makan total, dan ketika melihat botol minum yang biasa digunakan untuk minum makanan cair, dia tampak bersemangat, rupanya dia 'nagih'. Seperti biasa, aku mengkomunikasikan bahwa Kirana harus makan yang baik dan bahwa minuman tersebut sudah di stop, Kirana akan lebih baik jika makan menu yang disediakan. Butuh waktu kembali untuj adaptasi, dan tentunya komitmem serta disiplin, hingga akhirnya pola makan Kirana kembali normal, dan dia tidak lagi 'nagih'. Rupanya minum makanan cair tersebut benar-benar membuat Kirana ketagihan dan kenyang untuk waktu yang cukup lama. Sekarang dia sudah tidak pernah lagi minum makanan cair tersebut, dan nafsu makannya sangat baik. Jika saja aku tidak dapat memegang komitmen dan mendisiplinkan Kirana, mungkin aku akan 'kalah' dengan minuman ajaib tersebut, dan mungkin Kirana juga malah jadi gak mau makan, ini akan menambah masalah baru hehehehehe.
Prinsipnya : ANAK YANG NORMAL DAN SEHAT, TIDAK AKAN MEMBIARKAN DIRINYA KELAPARAN. Dan hal ini bahkan bisa berlaku pada Kirana yang spesial pada saat dia dalam kondisi sehat.

Ini hanyalah beberapa contoh bahwa ABK pun bisa didisiplinkan, tak jauh berbeda dengan yang perlu dilakukan dengan saat kita ingin mendisiplinkan anak pada umumnya.
Dimulai dengan komitmen kita sebagai orangtua, disiplinkan diri kita terlebih dahulu, terutama untuk hal-hal yang kita ingin anak kita juga menjadi disiplin.
Yakinlah bahwa anak kita mampu melakukannya, meski mungkin butuh waktu dan usaha yang lebih banyak, tapi milikilah keyakinan positif untuk anak kita.
Biasakan mengkomunikasikan apa yang kita ingin anak kita lakukan, dan apa yang kita ingin anak kita tidak lakukan.
Pemberian reward akan membuat anak semakin bersemangat, maka berikanlah reward, sesederhana tepuk tangan, senyuman, pelukan, pujian, saat anak melakukan hal baik.
Jangan lupa untuk mengenal anak kita serta kemampuan yang dia miliki, jangan sampai kita meletakkan standart harapan yang terlalu tinggi, hingga membuat dia jadi stress karena belum bisa memenuhi harapan kita, dan juga jangan kita terlalu meremehkan kemampuan anak, kita tidak yakin bahwa anak kita mampu, sehingga kita tidak memberikan kesempatan pada anak untuk mencoba, anak tidak akan pernah bisa jika dia tidak kita berikan kesempatan mencoba, berlatih. 
Dan tentu saja kita harus konsisten dalam hal mendisiplinkan anak, jika memang menerapkan aturan maka terapkan aturan tersebut dengan konsisten. Kita sebagai orangtua yang akan membentuk pola anak.

Sabtu, 19 November 2016

TANTRUM

Emak-emak umumnya sudah kenal dengan istilah ini kan?
Apa sih tanrum?
------------------
Tantrums may happen when kids are tired, hungry, or uncomfortable; or because they can't get something (for example, an object or a parent) to do what they want. Learning to deal with frustration is a skill that children gain over time.
Toddlers want independence and control over their environment — more than they may be capable of handling. This can lead to power struggles as a child thinks "I can do it myself" or "I want it, give it to me." When kids discover that they can't do it and can't have everything they want, they may have a tantrum.
(Sumber : kidshealth)
Mommies punya teman yang hobi ngambek? Atau setiap ada masalah selalu melarikan diri? Katanya, orang dewasa yang kerap begini berarti saat kecil ketika tantrum tidak mendapat penanganan yang tepat. (Sumber : Mommies Daily)
If tantrums are shown by older people they might often be signs of immaturity and a mental disability, however many people can have them under extreme stress (sumber : Wikipedia)
---------------------
Dari beberapa kutipan di atas bisa saya simpulkan bahwa tantrum umumnya terjadi pada anak, sebagai fase perkembangan yang wajar, dikarenakan anak tidak bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan, padahal mereka belum benar-benar bisa mengungkapkan keinginan maupun emosinya dengan baik.
Anak ingin menjadi mandiri, atau menguasai segalanya sendiri, rasa keakuannya sangat tinggi, dan mungkin melebihi dari yang mereka mampu, sehingga saat merasa bahwa mereka tidak bisa, mereka menjadi frustasi dan menjadi tantrum.
Bisa juga dipicu oleh kondisi anak yang kelelahan, tidak nyaman, lapar (yeah, karena lapar mengubah seseorang)
Namun ternyata tantrum tidak hanya terjadi pada anak-anak, tantrum bisa juga terjadi pada kita yang telah dewasa, ini mungkin ditunjukkan dengan cara hobi ngambek, saat keinginannya tidak terpenuhi, langsung ngambek, melakukan aksi protes, marah, atau bahkan ada yang benar-benar mengamuk, melempar barang, memukul objek atau orang lain, menyakiti diri sendiri, atau justru 'lari' dari masalah.
Tantrum pada orang dewasa biasanya menunjukkan immaturity, mental disability, atau stress berat.
Naaah makanya kalau anak tantrum, perlu disingkapi dengan baik dan benar.
Kalau sudah dewasa tapi masih gede ambek tandanya belum dewasa, atau saat kecil tantrummu tidak diatasi dengan baik dan benar, atau kamu sedang dalam kondisi stress berat (kayaknya saya termasuk nih hehehehehe).
Tadi sempat baca juga bahwa tantrum pada dewasa bisa juga dilampiaskan dengan cara yang positif, aman, tidak menyakiti yang lain, misal dengan menulis, curhat, dll selama hal tersebut tidak menyakiti, merugikan, melukai diri sendiri ataupun orang lain.
Haaayoooooo...
Siapa yang masih sering tantrum, gede ambek, dikit-dikit marah kalau keinginannya tidak dipenuhi? (Sepertinya saya termasuk harus ngacung duluan wkwkwkwkwwkkwkwk)

Sabtu, 12 November 2016

PEWARNA ALAMI

Salah satu cara yang biasa aku lakukan untuk mensiasati anak yang sedang malas makan adalah dengan menghias makanan anak-anakku jadi lucu-lucu, berwarna-warni, agar tampilan makanannya lebih menarik dan anak lebih bersemangat.
Selain itu, aku memang memiliki kesenangan dan kepuasan tersendiri jika bisa membuat makanan anak tampak lebih lucu, misal membentuknya jadi beruang, kelinci, ikan, dll.
Namun untuk anak-anak, sebisa mungkin aku menghindari pewarna makanan sintetis, sehingga aku mencoba mencari alternatif lain untuk tetap bisa membuat makanan lebih berwarna dengan berbagai warna alami dari bahan makanan.
Dengan cara ini, selain mendapatkan warna yang menarik, anak juga akan mendapatkan nilai gizi yang terkandung dalam bahan makanan yang digunakan sebagai pewarna alami ini.
Berikut beberapa alternatif bahan makanan yang bisa digunakan sebagai pewarna alami
Merah, pink : bit, buah naga merah, angkak, bayam merah
Orange, kuning : wortel, kabocha, kuning telur, kunyit
Hijau : pandan+suji, sawi hijau atau sayuran hijau lainnya.
Biru : kembang teleng (untuk makanan seperti nasi, bubur sumsum, warnanya menjadi biru muda, namun untuk makanan lainnya seperti cheese cake, manisan kolang-kaling, warna cenderun keunguan, aku juga belum tahu pasti mengapa demikian heheheheheehe)
Ungu : ubi ungu, atau pakai campuran warna merah dan biru.
Hitam : tinta cumi
Coklat : kecap manis
Berikut cara membuat beberapa pewarna alami (jangan tanya takaran, karena aku pun pakao ilmu kira-kira hehehehehe)
Untuk bit,wortel, kunyit, ubi ungu : parut, rendam dengan sedikit air, peras, saring
Untuk kembang teleng : cuci kembang teleng, rendam dengan sedikit air, remas-remas, peras, saring.
Untuk pandan+suji dan jenis sayuran lainnya : cuci bersih semua daun, blender hingga hancur, peras, saring.
Untuk buah naga merah : peras airnya.
Untuk ubi ungu, kabocha, kuning telur : masak hingga matang, haluskan dan campur dengan bahan makanan yang ingin diberi warna (misal frosting, nasi, ager-ager, dll).
Untuk angkak : bilas angkak dengan air panas untuk mengurangi rasa pahit, rendam angkak beberapa saat (sekitar 10-15 menit), peras, saring.
Untuk tinta cumi : ambil kantong tinta, pecahkan, masak bersama bahan makanan yang ingin diwarnai (sejauh ini aku pakai hanya untuk nasi, karena tinta cumi akan memberikan rasa yang cukup kuat pada makanan)
Demikian beberapa alternatif sumber pewarna alami yang pernah aku gunakan.

Kamis, 10 November 2016

Menyusui Kirana : Tantangan Langka Part 2

Baca juga : Menyusui Kirana : Tantangan Langka part 1


7 Maret 2014 akhirnya aku bisa membawa Kirana pulang ke rumah, lega rasanya, meski saat itu Kirana masih memakai OGT dan aku masih belum paham betul soal menyusui bayi PRS, aku masih berharap bisa menyusui dia secara langsung, aku pun mencari info, bertanya kepada beberapa teman yang adalah konselor laktasi, hingga aku mengetahui bahwa dalam literatur dikatakan bahwa hampir mustahil menyusui anak PRS karena ada resiko tertutup jalan nafas, sehingga fokus utamanya bukanlah agar Kirana bisa menyusu langsung namun bagaimana agar Kirana bisa terus mendapatkan ASI, hingga aku harus rela memutuskan untuk memilih exclusive pumping atau disingkat EPing.
Aku memang masih terus berusaha untuk melatih Kirana menyusu langsung, hingga aku mendapatkan saran untuk mencoba posisi dancer hand, posisi tersebut cukup membantu, aku mengkombinasikan dengan posisi cross-cradle hand, namun mengingat resiko besar yang mengintai ditambah dengan laju pertumbuhannya yang lambat, aku tetap memilih EPing, dan sesekali melatih Kirana menyusu, meski sangat jarang, namun aku berharap Kirana mampu mengingat bagaimana caranya menyusu, aku masih berharap Kirana bisa menyusu langsung di usia 1 tahun, ketika kebutuhannya terhadap ASI juga sudah tinggal sekitar 30% karena makanan lah yang utama dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dan kalorinya, aku masih berharap Kirana bisa mendapatkan manfaat lebih dari proses menyusu.
EPing bukanlah hal mudah bagiku, aku harus patuh terhadap jadwal perah setiap 2-3 jam sekali, selama 24 jam, setiap hari, durasi sesi perah selama 30-60 menit per sesi, padahal aku juga harus menyuapi Kirana, mengurus Kasih, masak, dan hal lainnya tanpa asisten rumah tangga yang menetap. Kirana dijadwalkan minum setiap 3 jam sekali atau 8 sesi minum dalam 24 jam. Kadang aku tertidur saat sesi perah, saking lelahnya diriku, untunglah aku menggunakan breastpump elektrik.
Kebutuhan ASIP Kirana kuhitung sesuai berat badannya, berdasarkan informasi yang kudapatkan dari konselor laktasi, yaitu 150 ml per kg bb untuk 24 jam.
Meski Kirana menggunakan OGT, aku tetap melatihnya minum per oral (menggunakan mulutnya), sedikit saja, hanya sekitar 5-10 ml, diberikan menggunakan cup feeder dengan sangat perlahan dan hati-hati, sambil terus memperhatikan reaksi Kirana, jika dia membiru (cyanosis), maka harus segera dihentikan, dan dilanjutkan dengan pemberian melalui OGT.
Seminggu lamanya aku menyuapi dengan cara ini, Kirana masih terus mengalami cyanosis sehingga OGT masih menempel manis di mulutnya, namun durasi pemberian minum masih terasa ringan, tidak terlalu lama. Aku selalu berkata,"Ayo Kirana, minum pakai mulut yah, biar sondenya bisa dibuang saja.".
Saat tiba waktunya OGT harus diganti, aku minta tolong suster agar mengijinkanku mencoba menyusui Kirana, kupikir dia tak bisa menyusu karena ada OGT di mulutnya sehingga perlekatan pun jadi kurang baik.
Suster memberikan ijin dan aku pun mencoba menyusui Kirana, namun kurasakan memang Kirana kesulitan melakukan perlekatan karena dagunya yang mundur, dan lidahnya yang seperti tidak bisa 'mengunci' saat perlekatan, hingga akhirnya aku pun memutuskan untuk kembali memasangkan OGT yang baru, karena dia tak bisa menyusu langsung dan juga masih mengalami cyanosis.
Malam itu aku ketiduran saking lelahnya, aku memang kurang tidur, karena harus perah ASI setiap 3 jam sekali, dan melakukan kegiatan lainnya, betapa terkejutnya aku saat terbangun dan menemukan OGT Kirana terlepas!
Aku segera menghubungi 3 RS yang tidak jauh dari rumah, UGD-nya, namun 2 diantaranya, menyatakan tidak bisa menggantikan OGT pada bayi.
Aku bersiap berangkat, namun entah mengapa, aku ingin mencoba menyuapi Kirana per oral, daaaaaaan ternyata kali itu, Kirana tak lagi cyanosis, aku pun membatalkan niat berangkat untuk memasang kembali OGT-nya, dan mencoba terus menyuapi Kirana dengan cup feeder hingga ASIP jatah 2 sesi bisa habis, maka sejak itu Kirana tidak pernah lagi menggunakan OGT maupun NGT untuk menerima asupan, karena kupikir Kirana bisa bisa menggunakan mulutnya untuk minum dan makan, apalagi di usianya sekitar 7,5 bulan, Kirana melakukan tes FEES untuk mengevaluasi kemampuannya menelan, dan hasilnya menunjukkan bahwa kemampuan menelan Kirana adekuat dan tidak terjadi aspirasi.
Aku tetap menyuapi Kirana pakai cup feeder maupun pipet, sesuai jadwal sebelumnya yaitu setiap 3 jam sekali, yang berbeda adalah durasi pemberian ASIP, jika selama pakai OGT durasinya tidak terlalu lama, hanya sekitar 10-15 menit, itu pun karena aku masih menyuapi dengan cup feeder sekitar 5-10 ml, setelah Kirana tak lagi memakai OGT, durasi pemberian ASIP menjadi lama, rata-rata sekitar 1-2 jam, karena pemberiannya harus perlahan dan hati-hati, Kirana sering tersedak, dan aku harus jeli memperhatikan apakah dia menjadi cyanosis lagi atau tidak, aku juga menepuk pelan dadanya seperti yang diajarkan suster saat Kirana masih di perina.

Rasanya lelah sekali, aku masih harus perah ASI sesuai jadwal dengan durasi 30-60 menit per sesi perah, masih harus masak, mengurus Kasih, dll, hingga aku hampir tak punya waktu tidur atau sekedar beristirahat, bahkan otakku seperti sedang balapan liar, rasanya tak ada waktu untuk berhenti berpikir,"Mau apa dulu? Perah? Nyuapi Kirana? Masak? Atau tidur?", biasanya aku memilih untuk tidak beristirahat karena tak ada orang lain yang akan membantuku, jika aku istirahat maka jadwal lainnya bisa terbengkalai.
Aku merasa nyaris kehilangan akal sehat, semuanya terasa ngebut dan harus didahulukan, itu pun masih ditambah dengan rencana-rencana ke RS. Kondisi Kirana yang tak menyenangkan, nafasnya sesak, ada retraksi di leher, suara nafasnya grok-grok (stridor) sepanjang hari, terkadang juga terdengar suara ngik, dan kondisi tersebut tampak memburuk saat Kirana aktif, sehingga dia tampak semakin sesak namun wajahnya happy, semua itu karena Kirana juga mengalami laryngomalacia.
Aku mungkin hanya bisa tidur sekitar 1-3 jam per hari, itupun tidak dalam 1 sesi tidur nyenyak, tidak, tidurku tak pernah nyenyak, mataku terpejam, tapi rasanya otakku masih terus beripikir,"Berikutnya apa?", bahkan saat sakit pun aku tetap harus melakukan semua itu.
Kirana semakin besar, aku merasa aneh karena dia tak merespon mainan berwarna cerah, tak merespon suara-suara pelan, namun suamiku selalu berusaha menenangkan aku dengan berkata,"Jangan disamain dengan yang lain, Kirana lahir saja kecil. Udah deh, gak apa-apa.".
Suatu hari, seorang teman mampir dan mengatakan bahwa gerakan Kirana terlihat kaku, dan menyarankan agar aku memeriksakan Kirana ke dokter tumbuh kembang atau dokter syaraf khusus anak.
Di usia Kirana sekitar 4 bulan, aku baru sempat membawanya ke dokter, dan Kirana terdiagnosa microcephaly, lingkar kepalanya berukuran jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan jenis kelamin dan usia yang sama, hal ini membuat kami harus melanjutkan perjalanan medis bagi Kirana.
Di usia Kirana sekitar 5 bulan, aku bertemu dengan seorang DSA yang kemudian mendiagnosa Kirana dengan gagal tumbuh, sebenarnya sih bukan hal yang mengejutkan bagiku karena aku sudah menduganya, namun tetap saja rasanya sedih dan down mengingat bahwa usahaku untuk mempertahankan pemberian ASI bagi Kirana sangat tak mudah, namun diagnosa ini tetap harus kuterima.
Ya Kirana memang mengalami gagal tumbuh, namun aku tetap tak menyerah, aku terus mengusahakan pemberian ASI baginya, semaksimal aku mampu. Aku tahu Kirana microcephaly, ini artinya dia butuh nutrisi terbaik bagi otaknya, dan aku yakin bahwa ASI-lah nutrisi terbaik bagi otak.
Seorang teman menawarkan haberman feeder (HBF), botol yang memang dirancang khusus bagi bayi yang terlahir dengan bibir sumbing, celah langit mulut, PRS, Down Syndrome, dan beberapa kondisi istimewa lainnya, botol ini harganya terbilang mahal bagiku, namun temanku membelikannya bagi Kirana, dan aku menggunakannya setelah diskusi dengan beberapa konselor laktasi yang kukenal.
Haberman feeder 

Awal menggunakan HBF, aku harus belajar dulu, karena penggunaannya berbeda dengan botol biasa, aku harus memindahkan ASIP dari botol ke teat dengan cara memencet 'leher' teat-nya, membalikkan botol dan melepas pencetan di 'leher' teat-nya, ASIP akan berpindah. Kirana pun tampak kesulitan, teat-nya memang masih keras, sehingga aku pun membantunya dengan memencet bagian 'leher' teat-nya, tepat di garis paling panjang agar ASIP yang dikeluarkan lebih banyak, awalnya dia tampak tak suka menggunakan HBF, namun setelah beberapa kali pakai teat mulai lembut, Kirana mulai lebih mudah menghisap, dan akhirnya dia bisa minum menggunakan HBF, ini cukup membantuku mengefisienkan waktu. kadang saking lelahnya, aku menyuapi Kirana sambil tertidur, sering aku menyuapi Kirana sambil perah, kadang Kasih yang menyuapi Kirana (Kasih memang sering membantu menyuapi Kirana sejak masih menggunakan pipet).
Di usia Kirana sekitar 8 bulan, aku menerima hibahan breastpump dengan sistem double pump, aku menerimanya dari seorang ibu dari komunitas EPing di luar negeri, dan ini membantuku semakin mengefisienkan waktu, yang awalnya butuh 30-60 menit untuk 1 sesi perah, sejak menerima breastpump tersebut, aku hanya butuh 15-30 menit untuk 1 sesi perah.
Waktu yang lebih luang, memungkinkan aku untuk lebih santai memasak, meneman Kasih, atau bahkan tidur sejenak, kelelahanku sedikit berkurang, rasanya kewarasanku juga sedikit kembali hehehehehe.
Kirana semakin besar, di usianya sekitar 11 bulan atau menjelang usia 1 tahun, Kirana mulai menunjukkan keinginannya untuk menyusu langsung. Saat Kirana ingin menyusu, dia akan buang muka jika disodori HBF, dan tampak semangat saat aku menyodorkan payudara. Yes, dia mulai mau menyusu langsung, meski dengan posisi yang sedikit ajaib.
Aku mulai lebih intens menyusui Kirana, sambil terus mengevaluasi proses menyusuinya, aku tahu bahwa kemungkinan Kirana menyusu lebih demi kenyamanan, tapi aku meyakini bahwa Kirana tetap akan mendapat manfaat pentingnya yaitu manfaat psikologis (bonding), stimulasi oromotorik dan stimulasi pertumbuhan rahang.
Betapa aku merasa bahagia, hal yang aku tunggu, yang kupikir hampir mustahil bisa dilakukan Kirana yang PRS, ternyata bisa dilakukan, Kirana menyusu langsung ke payudaraku, dia bisa dan mau, meski mungkin lebih demi kenyamanan, namun dia bisa.
Di usia Kirana sekitar 15 bulan, aku berhenti perah ASI dan full menyusui Kirana secara langsung, toh di usia Kirana yang sudah lebih dari 15 bulan, dia hanya butuh sekitar 30% ASI untuk memenuhi kebutuhannya, sementara 70% didapat dari makan padat gizi seimbang.
Aku bertekad untuk terus menyusuinya, tanpa menyapih Kirana, hingga Kirana yang berhenti sendiri, natural weaning saja, mengingat usaha mempertahankan pemberian ASI bagi Kirana bukanlah hal mudah.
Kini usia Kirana sudah 2 tahun 9 bulan, dia sudah berhenti menyusu, dia telah menyapihku di usianya sekitar 2 tahun 8 bulan.
Kirana, anak yang terlahir dengan PRS non isolated, yang dikatakan hampir mustahil bisa menyusu langsung, namun dia buktikan bahwa dia bisa.
12 November 2016