Rabu, 04 Januari 2017

EXCLUSIVE PUMPING? Yay or Nay



Aku telah meng-create sebuah supporting group bernama Tambah ASI Tambah Cinta sejak tahun 2011, meski saat ini TATC tidak seaktif dulu, namun aku sedikit banyak ikut memperhatikan perkembangan dunia laktasi.
Dulu masih belum banyak orang yang mengenal istilah exclusive pumping atau EPing, aku sendiri tidak pernah menemukan ada ibu lain yang menyarankan,"EPing saja, gak apa-apa koq, yang penting tetap ASI.", atau saran sejenis itu, namun kini ada perubahan.

Tahun 2014, aku melahirkan Kirana, yang rupanya mengalami kesulitan menyusu, bahkan beresiko tertutup jalan nafasnya jika dia menyusu langsung, karena Kirana mengalami Pierre Robin Sequence non isolated (kisah menyusui Kirana bisa di baca di part 1 dan part 2), sehingga aku pun tidak punya pilihan lain selain melakukan EPing untuk menghindari resiko besar bagi Kirana.
Sejak itu aku mulai mengenal dunia EPing, dan ketika Kirana berusia sekitar 8 bulan, aku menemukan sebuah grup EPing yang berpusat di luar negeri, karena ada seorang ibu dari grup tersebut yang menghibahkan breastpump untukku.

Jujur, aku sangat jarang mampir ke grup tersebut, dan awalnya sih merasa biasa saja, karena dulu yang aku perhatikan nampaknya sebagian member grup tersebut memang anaknya mengalami hambatan menyusu seperti sesama ortu dari anak PRS, bayi tongue tie yang tidak bisa latch on, bayi sakit berat, dll. Rasanya tidak banyak ilmu yang aku dapat di grup tersebut, lebih banyak seperti untuk fun saja, tapi cukup menyenangkan sih, apalagi kan ada perbedaan waktu di sana dengan di Indonesia, jadi pas mereka perah tengah malam, mungkin aku sedang perah pagi atau siang hari, dan butuh hiburan hehehehehehe.

Dan akhirnya entah sejak kapan, tiba-tiba di Indonesia pun membuat grup serupa.
Jujur untuk kali ini, entah mengapa aku agak khawatir sejak awal aku di add ke grup ini, ada kekhawatiran bahwa kampanye EPing di Indonesia akan membawa pemahaman yang salah, apalagi seiring waktu aku perhatikan tidak banyak membernya yang (mengaku) melakukan EPing memang karena alasan resiko medis, melainkan karena hal-hal yang BISA DICEGAH, seperti alasan bentuk puting, bingung puting, bahkan alasan (yang menurut aku) konyol seperti untuk memastikan bahwa ASI-nya benar-benar foremilk dan hindmilk atau malas belajar latch on yang benar.
Dan kini aku mulai sering menemukan ibu lain yang dengan ringan menyarankan,"EPing saja, gak apa-apa koq, yang penting kan tetap ASI, dan kamu gak sendirian.", beserta beberapa hal yang mengikutinya, seperti trend booster ASI dan breastpump.

Atas keresahan yang aku pribadi rasakan, maka aku menuliskan ini, aku akan coba membahas apa sih yang membuat ibu harus EPing, dan mengapa ibu harus memperjuangkan menyusui langsung ke payudara.
Semoga saja bisa dipahami dengan hati yang positif, gak pake baper, gak anggap tulisan ini menghambat LDR hehehehehehe.

Pertama, kita harus pahami dulu, apa sih EPing itu?
Exclusive pumping atau biasa disingkat EPing adalah HANYA perah ASI atau pumping, TANPA menyusui langsung, selama 24 jam, ibu harus melakukan perah ASI atau pumping setiap 2-3 jam sekali, secara terus-menerus selama 24 jam, selama ingin tetap memberikan ASI (anjuran pemberian ASI adalah minimal selama 2 tahun), gak ada libur, gak pake tapi, gak ada cuti hehehehehe.
Jadi kalau kamu masih bisa dan memang masih menyusui langsung bayimu, itu bukan EPing namanya, atau kalau kamu memberikan bayimu BUKAN ASI perah (ASIP), atau kalau kamu memberikan ASIP donor maupun susu formula, TANPA melakukan perah/pumping, itu juga BUKAN EPing yaah.

Nah, sudah paham yah apa yang dimaksud dengan EPing? Jangan bingung istilah lagi nih sekarang.
Lalu apakah EPing menyimpan resiko?
Tentu saja iya.
Aku sendiri melakukan EPing, dan menurut pengalamanku, EPing bukan pekerjaan mudah dan sangat beresiko terhenti di tengah jalan.
EPing juga stressful, dan membuat bayi kehilangan manfaat dari menyusui (apa sih manfaat menyusui langsung? Nanti dibahas di bawaj yaah), apalagi jika pemberian ASIP menggunakan dot, pastilah akan ada resiko dari penggunaan dot juga seperti resiko tersedak, gangguan perkembangan oromotor dan gigi, resiko overfeeding, resiko karies gigi, resiko bayi menelan potongan dot (jika mulai menggigit-gigit dot), resiko kontaminasi kuman penyakit, dll.
Jadi melakukan EPing bukannya problem free yaah, malah bisa menambah masalah dan menyulitkan bagi ibu.

Lalu kenapa sih ada yang namanya EPing?
Tentu saja karena memang ada ibu yang tidak memiliki pilihan lain selain melakukan EPing jika ingin tetap memberikan ASI, contohnya seperti yang aku alami, yaitu anak dengan resiko tinggi jika menyusu langsung.
Ada juga anak-anak yang terlahir dengan kelainan anatomi, sindrom, penyakit (selain PRS tentunya) yang menyebabkan feeding difficulty atau bahkan tidak bisa menggunakan mulut untuk minum, karena misalnya mengalami aspirasi (saat menelan, tidak menuju lambung, namun malah masuk ke paru-paru), tidak atau masih belum memiliki reflek menelan ataupun menghisap yang baik, dan kondisi medis lainnya.
Bayi yang terlahir premature, bblr juga mungkin membuat ibu perlu melakukan EPing sementara atau pun jangka panjang.
Ini adalah contoh-contoh kondisi yang membuat ibu HARUS melakukan EPing jika ingin terus memberikan ASI, dan tidak bisa ditawar, tidak bisa dicegah, karena resiko memaksakan diri untuk menyusui bayi secara langsung akan lebih besar dibanding dengan resiko jika melakukan EPing (gak ada yang lebih penting dari nyawa si kecil kan?).

Lalu bagaimana dengan ibu yang bekerja kantoran? Atau yang kerjanya jauuuuuuh terpisah dari bayi?
Sebenarnya ini bukan indikasi mutlak seorang ibu untuk melakukan EPing, PRINSIPNYA adalah ketika ibu berdekatan dengan bayi, susui bayi langsung dari payudara ibu.
Jika ibu terpisah jauh dari bayi, hingga jarang berkumpul, ada baiknya diusahakan agar ibu bisa tetap berkumpul dengan bayinya, misal ibunya mencari pekerjaan yang bisa berdekatan dengan bayi, atau bayinya diboyong agar bisa berkumpul bersama ibu, karena pada dasarnya anak tidak hanya membutuhkan ASI dan payudara, anak membutuhkan ibu, namun jika memang tidak memungkinkan maka kembali ke prinsip agar anak bisa menyusu langsung saat berdekatan dengan ibu.

Bagaimana dengan ibu yang putingnya abnormal? Putingnya datar, kecil, tenggelam, atau terlalu besar?
Untuk kondisi ini, yang terpenting adalah mencari posisi menyusui yang nyaman bagi ibu dan bayi, serta posisi perlekatan yang tepat.
Aku sendiri mengalami masalah ini koq, dulu juga masih berstatus karyawati saat menyusui Kasih (kisah menyusui Kasih bisa dibaca di sini), namun tidak melakukan EPing, dan tidak terpikirkan sama sekali untuk EPing.

Bagaimana jika ibu mengalami gangguan mood, depresi?
Sejujurnya untuk kasus yang satu ini, aku pun bingung bagaimana menjawabnya, karena EPing jelas bukan pekerjaan mudah yang menyenangkan, dan sangat mungkin membuat ibu yang tidak mengalami gangguan mood menjadi memiliki gangguan mood, karena kelelahan dan stress, lalu bagaimana jika yang memang benar mengalami depresi?
Aku sendiri tentu saja tidak melakukan EPing dengan kondisi mental yang baik (yeah apa bisa ibu menjadi bahagia saat menyaksikan anaknya sakit setiap hari, sakit kronik?), dan melakukan EPing menambah berat beban mentalku.
Apalagi stress bisa mengganggu produksi ASI, gimana ibu yang stress lalu pumping dan melihat,"Duh koq keluarnya cuma sedikit?".
Setahu aku pun, menyusui justru akan mengurangi resiko stress, depresi, kecemasan pada ibu.
Jadi untuk alasan yang satu ini, sampai saat ini masih belum bisa masuk ke logikaku, meski harus diakui, jika ibu benar-benar mengalami gangguan mood, depresi, cemas, dll, maka masalah ini harus diselesaikan untuk agar ibu kemudian bisa kembali menyusui dengan tenang dan bahagia.
IMHO jika pun dengan alasan ini lalu ibu mengatakan bahwa EPing akan menjadi pilihan, sebaiknya pemberian ASIP tidak menggunakan dot untuk mencegah bingung puting (beserta resiko penggunaan dot yang lainnya), dan selama memungkinkan, ibu bisa coba tetap menyusui bayinya sesekali.

Bagaimana jika bayi bingung puting?
Ini cukup sering aku temukan nih, EPing dengan alasan bayi bingung puting, segala cara telah dilakukan, tapi gak berhasil, jadi yah EPing saja.
IMHO bingung puting adalah alasan EPing yang sangat bisa DICEGAH, kenapa? Bingung puting disebabkan penggunaan dot, maka berikanlah ASIP dengan media selain dot (baca tentang media selain dot di sini), jangan coba-coba menggunakan dot jika tidak ingin anak mengalami bingung puting.

Kirana saat menggunakan OGT

Ayah pun bisa menyuapi ASIP menggunakan cup feeder

Bahkan kakak pun bisa membantu menyuapi ASIP menggunakan pipet (Kasih di foto ini berusia 4 tahun)

Ada koq yang pakai dot tapi anaknya tetap bisa menyusu langsung. Iya, tapi tidak ada 1 pun bayi dan tidak ada 1 pun jenis dot yang bisa 100% bebas dari resiko bingung puting, bahkan ada yang disebut bingung puting laten, pada kondisi ini, bayi tetap mau menyusu namun dengan daya hisap yang lebih lemah, karena terbiasa menggunakan dot, akibatnya ASI yang dikeluarkan saat bayi menyusu jadi tidak optimal, sehingga produksi ASI juga akan berkurang (ingat prinsip utama ASI adalah supply by demand), dan ini seringkali membuat ibu merasa 'aman', tidak tahu anaknya bingung puting, nati tiba-tiba supply ASI drop.

Bagaimana jika terlanjur bingung puting?
Ada suatu usaha untuk bisa kembali menyusui bayi, namanya RELAKTASI, maka lakukanlah relaktasi dengan sungguh-sungguh, stop penggunaan dot, keras kepala lah untuk bisa kembali menyusui.
"Bayinya ngamuk, nangis-nangis terus."
Begitulah bayi, dia kan sudah keenakan pakai dot, makanya pas kesenangan, kemudahannya dihilangkan yah dia marah, karena harus berusaha lebih keras saat menyusu dari payudara ibu, maka berjuanglah bersama bayi ibu.
Bayi ibu sedang berusaha untuk kembali mengenali payudara dan belajar kembali menyusu langsung, ini bukan hal mudah yang menyenangkan bagi bayi (pakai dot kan lebih mudah, perut kenyang juga), makanya dia menangis, marah, dan di saat seperti ini, ibu menjadi penyemangat dan tumpuan bayi, ibu perlu tetap tenang, agar bayi tidak semakin senewen (emosinya nyetrum looh dari ibu ke bayi), ibu perlu berjuang bersama bayinya, meski faktanya memang tidak mudah bagi ibu maupun bagi bayi, tapi berjuang bersama, semua akan berlalu dan insya Allah, ibu bisa kembali menyusui bayinya.
Gak berhasil relaktasi? OK lah kali ini ibu tidak berhasil relaktasi, ibu telah melakukan EPing untuk tetap memberikan ASI, it's okay, tapi ibu masih bisa belajar untuk terus memperbaiki diri, dan membantu sesama ibu agar bisa menyusui bayinya dengan optimal, untuk mencegah ibu lain melakukan EPing jika tanpa indikasi kuat.

Apa sih menyusui itu?
Menyusui atau dalam bahasa Inggris disebut BREASTfeeding yang berasal dari breast (dada) dan feeding (makan), maka bisa disimpulkan bahwa BREASTfeeding adalah cara memberikan makanan langsung dari dada, dalam hal ini adalah payudara (sebutan dada untuk wanita).

"Breastfeeding, the method of feeding a baby with milk directly from the mother's breast. Also written breast feeding and breast-feeding." (Sumber : Medical Dictionary)
Menyusui, metode pemberian makan untuk bayi, berupa susu langsung dari payudara ibu.

"Breastfeeding is the normal way of providing young infants with the nutrients they need for healthy growth and development." (Sumber : WHO)
Menyusui adalah cara normal untuk menyediakan nutrisi bagi bayi agar mereka bisa tumbuh dan berkembang dengan sehat (mari kita jawab dalam hati masing-masing, cara yang paling normal yang dimaksud ini seperti apa)

Menyusui lebih dari sekedar memberikan ASI.
Kita tidak akan bisa memungkiri bahwa ASI memang cairan hidup, standar emas bagi anak-anak kita, namun menyusui langsung dari payudara pun memberikan manfaat ekstra yang tidak akan didapat dan pasti berbeda jika ibu tidak menyusui bayi, yaitu manfaat psikologi (bonding, rasa aman, rasa percaya, rasa nyaman, executive function), stimulasi oromotorik (menyusu pada payudara sangat berbeda dengan menggunakan dot, sehingga tentu saja stimulasi yang didapat pun berbeda).
Menyusui mampu meningkatkan kepercayaan diri ibu, mengurangi resiko ibu terkena gangguan mood (depresi, kecemasan), di mana jika ibu melakukan EPing bisa jadi justru menambah beban mental ibu, dan kelelahan fisik.
Ditambah dengan kabar bahwa saat bayi menyusu langsung pada payudara ibu, maka liur bayi saat menyusu, akan menjadi sinyal kebutuhan bayi yang kemudian membuat ASI menyesuaikan dengan kebutuhan bayi tersebut, ini tentu saja tidak akan didapat jika bayi tidak menyusu pada payudara ibu.

Eh kenapa sih aku koq kayaknya ngotot amat mendorong para ibu untuk menyusui langsung dari payudara?
Karena aku pejuang ASI garis keras, ASI nazi hahahahahahahahahaha.
Yah enggak laaah, tapi karena ibu perlu tahu bahwa EPing pun menyimpan resiko, bahwa EPing bukan solusi melainkan pilihan terakhir saat menyusui benar-benar tidak mungkin dilakukan, bahwa menyusui itu lebih dari sekedar memberikan ASI, bahwa menyusui adalah cara paling wajar makhluk mamalia memberikan makan bagi bayinya yang belum bisa makan makanan padat, bahwa menyusui terlalu spesial untuk dilewatkan, bahwa menyusui terlalu indah untuk tidak diperjuangkan.
Selama ada setitik saja peluang untuk bisa menyusui, perjuangkanlah dengan keras kepala.
Seberat apapun tantangan menyusui yang ibu alami, berjuanglah, menyusuilah dengan keras kepala, karena ibu tidak akan pernah sendiri.
Temukan supporting group yang tepat, temui konselor laktasi.

Jadiiii setelah tulisan lumayan panjang ini, kesimpulannya EPing itu menjadi yay jika sesuai indikasi dan nay jika tidak sesuai dengan indikasi, sehingga selama bisa dicegah maka cegahlah, selama bisa berjuang untuk kembali menyusui, maka perjuangkanlah meski peluang itu hanya ada setitik.
Memang siih pada akhirnya keputusan dikembalikan kepada masing-masing, aku sendiri hanya bisa menyampaikan sedikit yang aku tahu dan rasakan sebagai sesama ibu maupun sebagai sesama pelaku EPing.

Ibu yang tangguh dan hebat adalah para ibu yang bersedia terus belajar melakukan yang lebih baik.
Dukunglah sesama ibu untuk menyusui, bantu bayi agar bisa menyusu pada payudara ibu.
Breast is best.
Goodluck mommies.

Bekasi, 4 Januari 2016

Nanda


Tidak ada komentar:

Posting Komentar